Ninteenth

814 48 3
                                    

"Uhuk uhuk! Zeg-a air uhuk!" Kata Hanza di sela-sela batuknya.

"Lo gak bisa makan ya? Keselek mulu!" gerutu Zega dengan muka khawatir sambil mendekatkan segelas es teh ke mulut Hanza. "Nih nih!"

Hanza dengan panik menyeruput minuman itu sampai habis seperempat gelas.

"Sadis." komentar Zega dengan senyum takjub karena minumannya tinggal seperempat.

"Hai, boleh bareng gak?" suara yang kedengaran dimanis-manisin menginterupsi obrolan Hanza dan Zega. Mereka serempak mendongak untuk melihat siapa yang mendatangi meja mereka.

"Boleh." jawab Zega sekenanya. Sedangkan Hanza masih belum terpulihkan dari rasa kaget saat melihat Leansa-si cabeh busuk- berdua dengan mantan sahabatnya, Farlan.

Kenapa harus disini? Kayak gak ada meja lain aja!

Mereka menaruh nampan masing-masing di atas meja yang sama dengan Hanza dan Zega-sebelum memutuskan untuk duduk. Farlan yang tak lepas dari pandangan Hanza kini sudah duduk di samping Zega, sedangkan Leansa duduk bersebelahan dengannya. Suasana sekejap agak canggung, tapi kemudian mereka mulai menikmati makanan masing-masing.

Hanza tidak bisa mencegah keinginan matanya untuk melirik ke arah Farlan terus. Nafsu makannya seketika hilang mendapati Farlan-entah bagaimana bisa-kini berdua dengan Leansa. Apalagi ketika makan, mereka tampak akrab. Itu membuat Hanza merasakan sakit dan sesak di dalam dadanya. Seperti ada rasa panas yang membakar tubuhnya.

Hanza gak habis pikir, kenapa Farlan mau-mau aja dideketin sama Leansa yang kegenitan. Biasanya sih, Hanza selalu membentengi Farlan ketika Leansa mendekat. Dia akan memelototi Leansa terus-terusan setiap cewek itu berusaha nyuri perhatian Farlan. Hingga lama-lama, Leansa risih dan menyerah untuk mendekati Farlan yang ternyata memelihara anjing galak. Tapi itu dulu saat hubungan persahabatan mereka masih keliatan baik-baik aja. Kalau sekarang, Hanza mana berani bersikap posesif seperti itu di depan Farlan. Dia kan bukan siapa-siapa lagi. Lagian, Hanza merasa cowok itu mulai menjauhi dirinya entah karena apa.

Mungkin orang-orang udah pada tau kalo Hanza dan Farlan gak sahabatan lagi, karena mereka gak pernah lagi terlihat kemana-mana berdua. Bahkan mereka pisah tempat duduk di kelas (serasa pisah ranjang hehe #plak). Maka itu, Leansa memanfaatkan kesempatan ini. Dia mendekati Farlan lagi karena penghalang udah gak ada.

Ingin sekali rasanya Hanza menggebrak meja lalu menyiram muka sok manis di sampingnya itu dengan kuah baksonya yang panas karena berani mendekati Farlan yang sudah ia klaim sebagai miliknya-meski sampai kapan pun Farlan gak akan pernah jadi miliknya secara sah.

Apalah dayaku, memelototi Leansa aja sekarang gue harus mikir beribu kali, palagi nyiram mukanya pake kuah bakso! Malu gue sama Farlan kalo itu sampe kejadian.

"Lan, mie ayamnya enak gak? Gue belum pernah nyoba tuh," kata Leansa masih dengan suara centilnya.

Cih ngekode! sungut Hanza dalam hati.

"Mau?" tanya Farlan balik. Dengan mata berbinar, Leansa langsung mengangguk lalu mencicipi mie ayam di mangkuk Farlan dengan sendoknya. "Hmm... Enak, tapi pedes banget."

"Iyalah kan gue kasiin sambal."

"Lo mau nyoba soto punya gue? Enak banget loh."

Farlan balik bertanya tanpa menghentikan makannya. "Masa?"

"Iya, coba deh! Gue suapin ya?" kata Leansa bersemangat seraya menyendokkan isi mangkuknya.

Modus, dasar ganjen! Pengen deh gue ulek-ulek lu, Cabe! Duh panes nih gue! Teriak Hanza mencak-mencak. Hanya dalam hati.

It HURTSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang