Hanza's POV
Hari ini mood gue lagi bagus-bagusnya. Gue senang dan lega banget. Why? Lo pasti taulah… kemarin kan gue udah dapat jawaban dari masalah yang bikin otak dan hati gue mumet. Saking senangnya, kayaknya wajah innocent gue gak mampu menyembunyikan luapan emosi yang hiper ini. Sampai-sampai banyak yang heran liat wajah gue bersinar mendadak dan penuh senyum padahal sih dari beberapa bulan yang lalu gue nggak secerah ini. Yahh…. Andai mereka tahu apa yang telah gue alami selama itu, gue terpuruk ke dalam banyak masalah percintaan yang basi. Mulai dari gagal move-on, cinta ditolak, hubungan persahabatan retak, berusaha move-on lagi, berantem sama cowok baru yang rese trus tiba-tiba naksir, jealous gak jelas, dan masih banyak lagi kayaknya. Dan sekarang meskipun cuma 1 masalah yang terselesaikan dan mungkin tampak sepele, itu udah cukup kok buat gue merasakan kesenangan luar biasa setelah sekian lama hati gue tercabik-cabik. Cielah… lay deh lu Han!
“Senyam-senyum. Udah gila lo ya?” celetuk Ian menyadarkan gue dari dunia yang ada dalam pikiran.
Saat itu kami lagi nongkrong di kantin yang pengunjungnya semakin berkurang. Berhubung ini hari jum'at, dimana kegiatan belajar cuma berjalan selama 3 jam pelajaran, sedangkan sisanya diperuntukkan untuk ekstrakurikuler atau kegiatan bebas.
“Biasalah lagi klepek-klepek, kali ya, dibaperin do'i.”
“Ah kayaknya nggak deh, By. Masa baru dibaperin, dia langsung berubah kayak gitu… Biasanya cuma nge-blush aja kalo sama gue.” timpal Farlan sambil mengerutkan kening mendengar gue yang justru cekikikan.
“Tuh kan bener, saraf emosinya udah putus! Baru aja kemarin mukanya super kusut, eh sekarang udah senyum-senyum. Bipolar kali ya?”
“Sembarang lo, Yan. Enak aja, gue masih normal kok. Cuma ya… gue lagi seneng maks ini hehe…” sahut gue. “Lagian lo pada ngapain heran gitu sih liat perubaan gue? Harusnya kalian ikut senang liat gue bahagia.”
“Gue senang kok, Han. Senang banget. Tapi ya, sesenang-senangnya gue, gue gak berlebihan kayak lo.”
“Iya, masa gue harus ikutan ketawa-ketiwi gak jelas bareng lo sih? Bisa-bisa gue juga dikira gila.” Iby menimpali perkataan Ian.
“Emang lo senang karena apa sih? Ada kejadian apa? Cerita Han!” tanya Farlan yang mulai kepo.
“Kepoooo….” ledek gue. “Yaudah deh, karena kalian teman seperjuangan gue, gue bakal cerita. Akhir-akhir ini gue sempat jealous kan liat kedekatan Zega sama kakak kelas itu. Terus kemarin, Dimas bilang ke gue kalo anggapan gue selama ini salah. Mereka deket karena sama-sama menyiapkan lomba debat! Oooh senengnya gueee!!!”
Tuh kan, hiper gue kumat lagi. Gue menjerit-jerit tertahan gegara perasaan senang ini. Gue memang kayak gini kalo kelewat senang hihi…
Sedangkan teman-teman gue mulai muak melihat tingkah sahabatnya.
“Kirain lo akhirnya ditembak Zega…” kata Iby kecewa.
“Amiiin…” gue mengamini. Gini-gini, gue mulai berharap demikian. Gak peduli dia semengesalkan apa, yang penting dia jadi pacar gue.
“Ah lo mah emang lebay banget Han.”
“Yah gapapalah, setidaknya suasana hati lo gak kayak kemarin-kemarin.” simpul Farlan. Ah sahabat gue yang satu ini memang paling mengerti gue.
Saat kami saling melempar candaan, tiba-tiba Iby mengalihkan perhatian gue.
“Eh, Han! Liat deh tu!” tunjuknya ke arah meja paling pojok di kantin. Gue langsung menoleh kesitu dan mendapati orang yang baru saja jadi topik pembicaraan kami duduk disitu. Dia gak sendirian. Yah, gue gak kaget sih ngeliat ada Kak Marka di sampingnya. Mereka tampak serius membicarakan suatu hal, membiarkan makanan di meja menganggur.
KAMU SEDANG MEMBACA
It HURTS
Teen FictionTeman-teman bilang, kisah cinta gue itu pasaran. Naksir tapi cuma bisa memendam (kalo lo bilang gue pengecut, itu artinya bukan hanya gue aja yang lo judge tapi juga jutaan cewek yang naksir diam-diam). Sebenarnya sih itu udah kelewat lumrah. Yang l...