Rasa 29

42 0 0
                                    

And i'm choking on the words
'cause I miss you'. - Middle of the night, The vamps.

°°°

"Ren!"

Lelaki itu berbalik, melihat seorang perempuan menghampirinya. Tatapan Rendi berubah, tak sedingin tadi, menjadikannya lebih teduh. Dan Acha benci tatapan itu. Tanpa berkata apapun, perempuan itu mengulurkan sebuah berkas yang telah rapih di jilid.

"Apa nih?" tanya Rendi. Dahinya mengkerut, menandakan bingung dengan isi laporan tersebut.

"Gue tadi ketemu Garen,"

"Gue juga."

"Dimana?" Kini Acha memiringkan kepalanya.

Rendi mendongak. "Dimana-mana, dia kan ketos." Kemudian lelaki itu tertawa. "Serius ini kenapa?"

Nyesel Acha nanya. Perempuan itu menghela nafas sebelum menjawab, "Valdo nitip, suruh kasih ke Garen. Garen suruh kasih ke Maura"

"Lo yang bikin susunan acara pensi?"

"Valdo yang bikin," ucap Acha tak sabaran. Decakan keluar dari mulutnya. Gadis itu melihat langit yang terlihat mendung.

Rendi mengikuti arah pandang Acha, kemudian kembali menatap wajah tersebut. "Kan bisa besok ngasihnya, Acha."

"Besok libur, ih."

"Yaudah nanti malem, ya. Gue temenin ke rumah Maura."

Mulut Acha terbuka. Jelas dia tak ingin. Tatapan dingin dipancarkan olehnya untuk Rendi. Dan lelaki itu hanya terkekeh sambil sesekali meneguk ludahnya. "Atau sekarang?"

Acha menggeleng. "Tolong kasih,"

Rendi ikut menggeleng kaku. "Pokoknya nanti malem gue jemput lo, ya?"

Acha kembali berdecak. Baru saja dia berbalik dan hendak pergi dari sana tapi sebuah tangan menahannya di tempat dan malah membuatnya berbalik badan kembali.

"Maaf. Maaf gue ga dengerin ucapan, lo." Rendi menariknya. Berkata dengan tatapan teduh kembali. Tangannya mengusap pelan rambut Acha. "Maaf juga karena akhir-akhir ini kita jauh."

Acha menggeleng, memilih diam.

"Gue takut Maura dijadiin pelampiasan, Ca," lirih Rendi.

Suasana di sana terasa lebih sepi. Padahal mereka berada di tengah-tengah lapangan. Apalagi bagi Rendi yang tak mendapat tanggapan apapun dari Acha.

Duh, ilah. Mati nih, batin Rendi.

"Gue balik," ucap perempuan itu akhirnya. Acha memilih memutar kembali tubuhnya, melangkah lebih jauh ke luar area sekolah.

"Hati-hati!" teriak Rendi yang dibalas ancungan jempol oleh perempuan itu.

Langkah kaki perempuan itu menaiki bus. Beberapa murid yang memang ikut pulang menaiki bus meliriknya, kemudian kembali berpaling seperti biasanya. Mungkin mereka melihat peristiwa di lapangan tadi yang jelas sekali terlihat dari kaca jendela bus ini.

Rendi masih menatap bus di mana Acha naik.

Acha duduk. Memilih mengenakan headset untuk menutupi kedua telinganya. Merasa diperhatikan, pandangan gadis itu beralih, langsung menemukan di mana orang itu menatapnya. Hanya beberapa detik tapi mampu membuat detak jantung orang di sana bergema. Acha kembali mengalihkan pandangannya pada jendela, menyenderkan kepalanya di sana.

Melenyapkan fikirannya tadi.

Beberapa murid mulai turun di tempatnya masing-masing. Menyisakan tidak lebih dari lima orang di sana.

"Tadinya gue berfikir ga akan bisa ngobrol bareng lo lagi, setelah malam itu." Bagas tau Acha tidak akan mendengarnya. Sebab itu Bagas tetap berbicara seperti orang gila di sana. Yang hanya berjarak beberapa meter dari gadis itu. "Tapi salah, gue malah membuat lo justru semakin jauh."

Yang tanpa di sadari Bagas, Acha menoleh padanya. Meskipun dia tak begitu dengar dengan ucapan lelaki itu, tapi Acha tau, Bagas sedang berbicara. Meskipun mungkin itu bukan untuknya.

Tangan Acha mengetuk jendela di kanannya.

Bus berhenti.

Gadis itu turun dari sana. Mengedarkan pandangannya dari komplek perumahan megah yang tidak jauh dari sana. Nafasnya seperti tercekat mengingat tujuannya ke sana. Kakinya melangkah, mulai menyebrangi jalan. Berhenti sejenak di tengah trotoar, sebelum matanya akhirnya menangkap seseorang yang berdiri hanya beberapa meter di depannya.

Bahkan ketika jalan telah sepi, yang dimanfaatkan sebagian besar pejalan kaki untuk menyebrang, Acha masih di sana. Berdiri terpaku di tempatnya.

Sosok di sana masih diam. Memilih memasukkan kedua tangannya di saku Hoodie birunya. Sudah pernah Bagas bilang, kan? Acha adalah pemandangan yang sangat ia sukai. Membuatnya akan tidur dalam waktu kurang dari sepuluh menit, bila saja di sana ada kasur.

Tapi kali ini saja, Bagas ingin mengatakan, dia benar-benar merindukan Acha.

°°°

8'09'18

Aftertaste (Hiatus?)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang