Rasa 16

155 7 0
                                    

"Beberapa orang tahu, cara mencintainya salah."

(Kata fana)

Paginya, SMA Parada Utara kembali dihebohkan kabar panas. Kebetulannya, Acha ada di koridor bersama beberapa murid yang sedang memenuhi mading-mading di sisi koridor.

Coba kalo kuping Acha itu dipasang, mungkin sedari tadi dia bakalan ngamuk-ngamuk soalnya berita panas udah ada pagi-pagi gini dan ngelibatin nama-nama dia.

"Cape gue," helanya lelah. Sambil tangannya melepas satu headset di telinga kanan.

Dengan begitu, dia kembali berjalan. Dan kebetulan yang sangat menjengkelkan, dia harus memasang beberapa lembar informasi pendaftaran yang ingin tampil di acara pensi beberapa minggu lagi. Tapi dengan mudahnya, Acha tak kesulitan untuk masuk pada kerumunan itu. Berapa siswa maupun siswi justru malah dengan segan langsung memberi jalan.

Kembali dia menghela nafas, ada enaknya si.

Dan,

Mata itu terpaut pada foto-foto di sana.

Berdiam diri. Tak mengerti dengan apa yang terjadi pada tubuhnya.

"Kepo ternyata gue. Ada apa si?"

Sebuah suara menyentak semua orang, dandanannya yang selalu tak rapih membuatnya berkharisma. "Anjir."

Bola mata Acha berputar bersamaan.

"Acha?" Perempuan itu berbalik, menemukan sosok Rendi di sana. "Lo yang masang?"

"Gila lo, ya?"

Rendi tersentak. Dinginnya suara Acha langsung menyentuh seluruh kulitnya. "Ya--" Rendi meneguk ludahnya sendiri. "Ya, lo di sini sekarang."

Acha menghela nafas kembali, menyerahkan begitu saja kertas yang ingin dipajangnya nanti pada Rendi. Pergi begitu saja meninggalkan kerumunan.

Jelas itu pemandangan yang tak biasa bagi para murid di sana. Yang mereka tahu, Acha tak akan marah begitu saja tanpa sebab. Dan yang mereka tahu, Acha mendukung Rendi dan Maura, bukan sebaliknya. Tapi yang jadi masalah, si ratu gosip ada di sana. Menyimpulkan sesuatu yang besar.

Lelaki itu terdiam sebentar. Tangannya memegang sembarang murid di sana, "Tempelin semuanya."

Rendi berlari.

Mengejar Acha.

°°°

Acha masuk begitu saja ke dalam ruang OSIS. Perempuan itu memang bukan anggota OSIS, tapi karena anggota jurnalis di sana memang akrab dengan anggota OSIS yang sering banget berterima kasih karena katanya anggota jurnalis itu membantu banget. Bukan tanpa alasan juga Acha masuk ke sana, dia hanya ingin mengambil bindernya yang kebetulan ketinggalan di sana gara-gara rapat OSIS dan jurnalis beberapa hari yang lalu.

"Ya, hati-hati makanya Mama."

Langkahnya terhenti. Lupa tak melihat ada orang sebelumnya di sana. Perempuan itu mendongak, terpaku sejenak.

Detik itu juga, nafasnya seakan mati begitu saja. Kaki Acha lemas. Dan tubuhnya seakan ingin tumbang.

"Iya, lusa aku kesana sekalian mampir ke rumah dia-e,eh." Lelaki itu mendekat dan menangkup perempuan itu dengan spontan ketika dia yang baru saja berbalik melihat Acha hampir tumbang. "Lo kenapa?"

Mata Acha memanas, "Ga-ren?"

"Fasha?"

Mata Acha beralih pada ponsel Garen yang terdengar. Garen ikut menoleh, "Halo mah? Nanti aku telpon lagi ya, Garen ada urusan. Mikum." Ponsel tersebut masuk pada kantong celananya.

Denyutan pada kepalanya tak terkendalikan, mata Acha perlahan menutup. Tumbang begitu saja di pelukan Garen.

"Ca, Acha?" Tangannya bergerak menepuk pipi berisi tersebut. "Oh, shit!"

°°°

Harusnya hari ini hari sibuknya para anggota OSIS karena harus menyebarkan formulir pendaftaran guest star. Tapi mana, sang Ketos yang memang ga becus itu malah ga hadir dan memberikan aba-aba kapan di mulainya penyebaran itu nanti.

"Udahlah, mumpung sekarang pelajaran pertama pasti masih pada fresh buat dengerin kita ngomong, sekarang aja kita bagiinnya."

Gladis angkat tangan, "Kalo kak Garennya marah gimana kak?"

"Ck," decak Maura. "Lo liat sekarang, ada dia gak? Kalo kita nungguin dia, emang kalian ga perlu belajar juga? Mau free seharian gitu?"

Semua diam.

"Banyak orang tua murid yang protes nilai anaknya menurun gara-gara ikut OSIS yang katanya sibuk banget. Kalian juga pengen kaya gitu? Nilai kian menurun. Cukup kakak angkatan gue yang kena semprot pak Alvin gara-gara kegiatan OSIS terlalu banyak, ya. Kalian ga usah."

Cape gue ngomong, batinnya.

"Sekarang, berangkat! Sampe jam pelajaran pertama selesai. Nanti dilanjutin kalo si Ketos kalian udah ngasih aba-aba lagi."

°°°

Dadanya bergemuruh, keringat bercucuran di dahinya. Kini bunga putih tersebut sudah tak lagi indah, layu dan lemah.

Bila memang menangis adalah hal mudah bagi para perempuan, tak ada salahnya lelaki menangis kan?

"Detak jantungnya melemah. Dia terlalu mengeluarkan banyak darah, sehingga menyebabkan perkembangannya kian menurun."

"Terus kenapa sampe sekarang dia belum sadar?"

"Dia mengalami koma, mungkin hingga beberapa hari ke depan. Mari kita nantikan kondisinya kembali, nanti."

Jika dulu ia telah berlari dari dunianya, apa sekarang saat yang tepat untuk masuk kembali pada hidupnya?

°°°°°


06'06'17

Aftertaste (Hiatus?)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang