Rasa 12

264 7 0
                                    

“The way he looked at her.”

(Damn)

Siang itu, hawa terasa panas bagi sebagian murid di SMA Parada Utara. Sebagian dari mereka menetap pada kelas ataupun ruangan yang terdapat air conditioner nya. Malas keluar apalagi berolahraga. Sebenarnya, terik matahari tak begitu panas, awan masih memburu selaut. Tapi yang membuat semakin panas ketika dengan tiba-tiba dari suara micropon, Ketua OSIS meminta bantuan.

"Okay, guys. Sorry banget gue bc siang-siang bolong begini. Eh," terdengar suara cengengesan pelan dari sang Ketos itu. "Maksud saya, guru-guru juga kalo mau bantu ga papa. Jadi, buku agenda Bu Rahma, wakil kepala sekolah hilang. Warna hijau tosca dan ada tulisan di cover-nya nama Bu Rahma. Jadi, bagi siapapun yang nemuin itu duluan, akan dituruti permintaannya oleh beliau. Terimakasih."

Bukan.

Itu bukan permasalahan jadi panasnya.

Garen mencabut kabel micropon tersebut. Tersenyum ramah pada Bu Rahma yang sedang menunggunya.

"Terima kasih Garen," ucap wanita itu sambil menepuk pundak Garen kemudian mulai masuk ke kantornya sendiri.

Lelaki itu mengangguk, ia keluar dari ruang guru. Langkahnya terhenti ketika melihat seorang lelaki sedang bermain basket sendiri. Tanpa bersuara, basket tersebut telah sampai di tangannya, memasukkannya ke dalam ring dengan sangat cepat. Bagas terlihat tak senang.

"Skill lo lumayan juga," Bagas bergumam, merebut bola tersebut. Mengelak dari kejaran Garen sebelum melakukan lay-up. Yang dipuji hanya tersenyum miring sekilas.

"Bagus, lo tau." Garen melakukan traveling, dengan gerakan cantiknya ia melakukan shoot.

Kini Bagas yang tersenyum miring, memperlihatkan lesung pipinya. "Tapi ada kelemahan, pasti."

Bola masih saling diperebutkan dan Garen tidak merasa harus menjawab pertanyaan itu. Sehingga dengan tiga kali poin di tangan Bagas, Garen hampir malas bermain lagi. "Gimana? Udah nyerah? Segitu doang?"

Garen menyelonjorkan kedua kakinya di lapangan, mendeprok di sana dengan cahaya matahari yang makin lama berterik. Suara bola memantul kini tak terdengar lagi, Bagas berhenti memainkannya, menatap sang ketos yang sedang bengong atau apalah itu ke arah lantai dua. Sampai membuat Bagas ikut menoleh, mendapati seorang perempuan sedang berjalan melewati beberapa kerumunan yang sedang melihat mading. Lelaki itu meneguk ludahnya sendiri, kembali menoleh pada Garen yang kini telah menatapnya.

"Kenapa lo ga coba bantu Bu Rahma cari bukunya?" Tapi Bagas tak mengerti raut wajah Garen. Mungkin karena lelaki itu tak dapat menerima kekalahan. "Gue tadinya mau cari di perpus, tapi keburu inget. Ada rapat buat pensi nanti di ruang OSIS."

Kemudian lelaki itu berdiri, menepuk sekilas celananya. Seperti biasa, senyum tipisnya mengembang tatkala melihat siapapun. Tebar pesona. Bagas masih diam, sambil sinyal tanya berkelana di otaknya. "Maksudnya gue suruh nyari gitu?"

"Bantuin orang tua sekali-kali ga dosa, kok," jawab Garen ga nyambung, tangannya bergerak menepuk pundak Bagas beberapa kali sebelum pergi dari sana. "Kali aja permintaan lo dikabulin."

°°°°°


14'04'17

Aftertaste (Hiatus?)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang