Rasa 21

83 4 0
                                    

Suasana di sana sepi.

Keduanya tidak menampakkan ciri-ciri ingin memulai pembicaraan. Sampai akhirnya, Rendi menatap ke depan. Tersenyum tanpa sadar.

Acha di sana.

Tertidur dengan pemandangan indah yang menghiasi.

Entahlah, Rendi berfikir mungkin ketika gadis itu bangun, ia akan menyesalinya karena melewatkan pemandangan bagus di atas sini. Bukannya was-was karena biang Lala itu bergerak memutar ke atas, Acha malah tidur dengan pulasnya. Kan, kocak.

Tapi Rendi memilih diam.

Jika waktu dapat berhenti, mungkin Rendi akan membiarkan dirinya ikut berhenti dengan pemandangan Acha di depannya.

"Acha?"

Gadis itu berbalik, mata bulatnya yang dulu sering berbinar kini tak lagi sama. Hanya tatapannya saja yang kali itu tajam. "Siapa?"

Oh, tidak. Lelaki itu salah menilai, dia kira, Sura Acha akan terdengar imut. Tapi kini semuanya terjelaskan, Acha tak lagi sama. Dinginnya suara itu menusuk kulit Rendi dengan cepat, membuatnya berdiam diri untuk sejenak. Kaget.

Suara-suara pekikan kaget terdengar. Menyadarkan Rendi kembali. Lelaki itu mengecek keadaan sekitar, bahkan menunduk untuk melihat kondisi di bawah.

Gerakan roda terhenti.

Seorang pria dengan baju kaos santai menenangkan para pengunjungnya untuk tetap tenang. Meskipun begitu, mereka masih tetap mengeluarkan suara-suara bising, membuat Rendi waspada menatap Acha, takut perempuan itu bangun.

Rendi malah tetap tenang di tempatnya, kembali mengamati Acha.

Hingga tanpa sadar kaki lelaki itu tertekuk, memilih berjongkok di depan Acha. Menatap gadis itu lebih dekat. Perasaan-perasaan itu menyeruak keluar, mengucapkan kalimat sakral yang sejak dahulu Rendi musnahkan. Rendi takut Acha membencinya dengan hal itu. Fikirannya tak menentu, dan jantungnya berdegup kencang hanya karena deru nafas Acha mengenai wajahnya.

Dia juga tak mengerti mengapa mereka bisa sedekat ini sekarang posisinya.

Tatapannya menyusuri tiap inci hadis di depannya. Poni yang saat itu sudah mulai panjang sedikit menutupi mata Acha, membuat mau tak mau Rendi menyingkirkannya. Lalu ketika tangannya mengangtung pada udara di samping bibir Acha, Rendi meneguk salivanya sendiri.

Berusaha menyingkirkan fikirannya yang tak sejalan dengan wajahnya sendiri yang memilih dimiringkan.

°°°

Yang Gita tak tahu, Bagas kembali ke tempat itu.

Setelah mengantarkan Gita pulang dengan selamat, Bagas kembali ke tempat permainan itu yang sangat dekat dengan kafetaria.

Setelah memarkirkan motornya, Bagas berlari menuju kafetaria. Melihat satu-persatu orang di sana. Sebelum berjalan perlahan ke arah bangku yang ia duduki tadi.

Tak ada Acha-nya.

Suara pekikan terdengar. Bagas menoleh ke sumber suara, melihat dari kaca biang Lala yang berputar, tapi kini terhenti.

Senyum lelaki itu berkembang kala melihat perempuan itu di sana. Biang Lala yang berhenti membuat perempuan itu kini berada di atas.

Bagas berlari ke arah tangga, menaikinya satu persatu. Sebentar-sebentar melirik ke arah kaca, memastikan dirinya tak kelewatan di mana gadis itu berada. Tapi ketika telah sampai lantai 3 kafetaria ini, Bagas tetap tak mendapatkan tempat yang pas untuk melihat Acha. Kurang satu tangga lagi.

Dan Bagas melihat ada pintu lagi. Ia menyadari bahwa kafetaria ini memiliki rooftop. Segera kakinya melangkah, berusaha mencapai kenok pintu yang ternyata tak terkunci.

Ketika membukanya, terpaan angin langsung menyentuh tubuhnya.

Seperti bersemangat, Bagas berlari menyetarakan dirinya dengan tempat yang Acha duduki.

Tapi tak berselang lama. Di setiap detiknya ia melangkah, kegusaran itu ternyata hadir. Pemandangan itu seharusnya tak hadir di sana. Ketika Bagas menemukan tempat yang pas untuk mengajak Acha-nya, pergi.

Oh, bukan lagi.

Bukan, Acha-nya.

Badan Bagas membeku. Membiarkan angin kencang menyerbu dirinya. Sampai akhirnya kakinya tak kuat menahan beban, ia terduduk di sana dengan deru nafas tak teratur. Dadanya terasa sesak dihimpit angin. Matanya terasa panas dan tenggrokannya terasa kering.

Amarahnya menggebu keluar. Ingin menonjok apapun yang dilihatnya. Dan Bagas ternyata sangat lemah hingga mengeluarkan air mata.

Brengsek Rendi.

Lelaki itu memanfaatkan momentum.

Ketika bibir mereka bertemu.

°°°

16'08'17

Aftertaste (Hiatus?)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang