13

1.4K 132 1
                                    

"Sehun, aku kan hanya bercanda.", Seulgi merengek meminta maaf memecah keheningan di rooftop.

"Tapi kau bisa membawa gosip disini. Bagaimana jika semua orang percaya? Dan tadi kau melakukannya di depan Irene? Irene kan anak baru, dia tidak tahu apa-apa. Jika sampai ia percaya kau dan aku... Tidak!", kataku panik masih memikirkan reaksi Irene tadi.

"Ah kau ini berlebihan sekali. Dia bukan tipe orang yang suka gosip ko. Lagipula kau kan memang suka padaku.", kata Seulgi sambil melakukan aegyo.

"Itu kan dulu saat kau dengan Kai. Sekarang aku tidak peduli lagi.", kataku mulai mencoba menenangkan diri. Aku tidak bisa marah terlalu lama padanya.

Dulu aku, Kai, dan Seulgi satu angkatan di sekolah. Memang dulu aku pernah menyukai Seulgi tapi ia menolak karena ia diam-diam sedang menjalin hubungan dengan Kai. Tapi sekarang mereka sudah putus, namun hubungan kami masih akrab karena masuk agensi yang sama. Aku tahu Seulgi masih belum melupakan Kai.

"Kai sekarang dengan krystal.", kata Seulgi agak sedih. Walaupun berita hubungan mereka belum tersebar, satu agensi sudah tahu dan menjadi rahasia agensi.

"Oh iya tadi kau sedang apa dengan Irene unnie?", kata Seulgi. Aku lega ia  mengalihkan pembicaraan karena aku tidak tahu harus merespon apa atas kesedihannya ditinggal Kai.

"Tadi aku sedang membujuknya supaya mau latihan denganku untuk SMTOWN. Awalnya ia terus menolak tapi akhirnya ia mau menemaniku latihan. Lalu tiba-tiba kau yang gila datang menghancurkan segalanya. Kau tadi lihat kan setelah melihatmu, ia langsung pergi begitu saja. Otokke.. hancur sudah karir SMTOWNku di hadapan BoA sunbae.", kataku teringat lagi kejadian tadi.

"Persoalan gampang itu Oh Sehun. Serahkan pada Kang Seulgi.", lalu ia beranjak ke pintu.

"Eh tunggu kau mau kemana?", tanyaku panik.

"Sudah ya. aku akan bicara dengan Irene unnie. Kau tunggu disini saja."

Aku menunggu di rooftop.
Salju mulai turun dan bodohnya aku hanya memakai sweater dan tidak memakai jaket.

Pemandangan dari rooftop begitu menenangkan. Walaupun dingin, aku masih ingin berada disini sebentar lagi untuk melihat kesibukan orang berlalu lalang di bawah sana.

Hidungku mulai gatal. Aku bersin-bersin dan badanku mulai kaku. Tapi aku harus menunggu kabar Irene disini.

Si bodoh Seulgi lama sekali. Sudah 1.5 jam aku disini. Awas saja jika ia membohongiku.

Tiba-tiba sesuatu mendarat di punggungku. Sebuah jaket. Jaketku. Tapi darimana..

"Aku menunggumu di ruang latihan sesuai jadwal latihanmu. Kenapa kau malah disini.", suara Irene dari arah belakang.

"Aku tidak ingin disalahkan jika maknae EXO sakit setelah latihan denganku. Cepat pakai jaketmu dan masuk ke dalam."

Aku terdiam. Aku pikir aku hanya terpesona melihatnya. Tapi ternyata aku diam juga karena beku kedinginan.

"Kenapa diam? Ayo latihan.", kata Irene. Karena aku masih diam, ia lalu mendatangiku dan memasangkan jaketku.

Ia merapikan kerah jaketku, "Ayo cepat. Jadwalmu padat dan waktu kita tidak banyak."

Kakiku terlalu lemas untuk berjalan. Aku mulai setengah sadar. Memalukan sekali jika aku jatuh di hadapannya.
Tapi itulah yang kulakukan.

Irene dengan refleks menangkapku namun tubuhnya tidak mampu menopang badanku yang lebih besar darinya. Alhasil kami berdua jatuh berlutut.

"Oh Sehun kau kenapa?", tanya Irene panik.

"Dingin.", adalah satu-satunya kata yang dapat kuucapkan dengan nafasku.

Tanpa kusangka Irene langsung memelukku.
"Sudah berapa lama kau diluar sini? Sekarang kau harus masuk ke dalam."

Irene mebopongku masuk ke dalam. Di tangga dingin namun tidak sedingin di luar. Aku tidak kuat berjalan dan memilih duduk di tangga.

Irene menyelimutiku dengan jaketnya sendiri dan sekarang ia hanya memakai sweater merah tipis.
Sekarang aku sudah pakai 3 lapis luaran dan aku masih kedinginan.

Aku mengambil vitamin ginseng di kantong jaketku. Aku meminumnya  dan tidak lupa kuberikan pada Irene juga.

Aku tidak serajin Suho membeli banyak vitamin. Sejujurnya aku tidak tahu vitamin ini darimana tapi seseorang selalu menaruh sekotak vitamin ginseng di depan dorm atas namaku. Mungkin dari fans dan aku sangat berterimakasih untuk itu.
Aku selalu membawa 4 atau 5 vitamin ginseng setiap hari.

Irene menggosok tangan lalu menghangatkan wajahku dengan tangannya. Tidak terlalu hangat namun cukup membuatku setengah sadar.  Ia juga menghangatkan tanganku dengan nafasnya dan menggenggamnya tanpa henti di bawah jaket.

Badanku mulai hangat. Rasa dingin  digantikan dengan rasa kantuk yang mendalam. Tapi akan sangat  berbahaya jika tertidur saat mengalami gejala hipotermia seperti ini. Aku harus mengalihkan perhatianku.

"Kau pantas memakai baju merah", kataku terlalu lemas untuk membuka mata. Aku hanya bisa bersandar di dinding dan bicara apa yang ada di pikiranku saat itu.

"Bukan waktunya bicara seperti itu sekarang", kata Irene masih sibuk memastikan aku tidak kedinginan.

"Lumayan cantik.", kataku tidak peduli.

"Diamlah.", kata Irene. Nadanya sangat menenangkan.

"Bagaimana bisa kau menjadi rookies di sini?", tanyaku lemas.

"Ceritanya panjang. Aku ditawari untuk bergabung saat aku ke Jepang bersamamu."

"Kenapa kau tidak membalas emailku?", kataku tanpa mencerna jawaban yang pertama.

"Ponselku kujual untuk bertahan di Jepang. Kau ingat aku tidak membawa apa-apa saat itu."

"Aku sangat merindukanmu.", kataku tanpa berpikir.

Irene diam. Aku tidak melihat reaksinya karena aku sudah setengah sadar.

"Aku khawatir terjadi sesuatu padamu. Aku benci pada diriku sendiri karena tidak ada yang bisa kulakukan untuk membantumu."

Aku menyadari ia menjawab, namun aku tidak mendengarnya karena kesadaranku yang menurun.

Sebenarnya aku tidak mengharapkan jawaban apapun. Namun, semua bebanku akhirnya kuungkapkan dan sedikit membuatku lega.
Lalu akhirnya aku benar-benar tertidur.

***

Aku terbangun di ruang latihan. Aku langsung melihat jam di ponselku.
Sudah jam 11 malam.
5 misscall datang dari Chanyeol, 3 misscall dari manager. 2 pesan dari papaku, dan 1 pesan dari Ibuku.

Aku melihat di sekelilingku. Hanya sebagian lampu di ruangan ini yang hidup. Lalu aku melihat seseorang meringkuk di pojok ruangan dekat kaca.

Irene tertidur disana bersandar di dinding sambil memeluk kakinya. Terlihat kedinginan dan pucat. Jaketnya masih menyelimutiku.

Aku mendatangi dan duduk di sampingnya. Memandang wajahnya ketika tertidur. Tanganku melayang untuk mengelus pipinya dengan hati-hati seakan ia terbuat dari kaca yang sangat tipis. Semakin kulihat wajahnya semakin cantik. Sepertinya setiap detik ia menabung kecantikan di wajahnya.

Aku merapikan rambutnya dan menyelipkan di belakang telinganya. Sepertinya Irene menyadarinya,  alisnya sedikit mengangkat lalu ia membuka mata.

Tatapan kami bertemu dalam jarak dekat.

Tangannya dingin menyentuh wajahku.

"Gwaenchanha?", tanya Irene pelan.

Aku mengangguk.

Ia tersenyum, memejamkan matanya kembali.
Lalu ia berkata pelan dalam kantuknya,
"5 menit lagi kita latihan."

To be continued....

SEHUN IRENE - Human NatureTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang