"Wow sepertinya kau terlalu terkenal untuk mengganggu latihan seorang rookie.", kata Irene.
Aku masih diam di tempatku. Tidak percaya apa yang kulihat. Selama berhari2 aku memikirkannya. Sekarang ia tepat di depanku.
Ia terlihat berbeda. Saat pertama bertemu dengannya di bandara Seoul ia berdandan berlebihan yang sungguh dibuat dengan terpaksa, saat di bandara Osaka ia terlihat memakai atribut seadanya yang bisa ia dapatkan di bandara untuk penyamaran.
Tapi sekarang ia disini, di ruang latihan SM entertainment hanya dengan kaos agak kebesaran dan legging, wajahnya tanpa riasan apapun bahkan tampak lebih manis dan pantas dengan umurnya. Rambut coklatnya yang panjang diikat ekor kuda dan memperlihatkan lehernya dan memperjelas bentuk wajahnya. Mata coklat sepertinya adalah bagian favoritku karena pandanganku tidak berpindah sedikitpun, bahkan untuk mengedip aku takut akan merusak segalanya.
Ia berjalan mendekat lalu mengambil sertifikat yang kujatuhkan.
"Wah! Sepertinya sekarang kita bekerja di tempat yang sama. Mohon bimbingannya, sunbae.", kata Irene menatapku tersenyum dari balik kacamatanya.
Setelah sadar dan melepaskan diri dari mata indahnya akhirnya aku berhasil mundur menjauhi Irene. Tanpa mengucapkan apa-apa aku berbalik berlari lalu mengunci pintunya dari luar.
Aku berdiri membelakangi pintu.
Apa yang aku pikirkan? Ini tidak benar! Irene tidak boleh disini! Jika ia ketahuan oleh para mafia itu bahwa ia bekerja di sini bisa gawat. Ini tidak boleh terjadi. Semakin banyak orang yang terlibat, sangat berbahaya.
Aku tersadar dari lamunan dengan suara ketukan pintu dan teriakan teredam di ruang latihan kedap suara.
Aku lari ke ruangan Lee Sooman. Chanyeol masih disana membaca majalah.
"Hyung, maaf sekali aku ada urusan sangat mendadak. Kalian pulang saja lebih dulu. Jangan menungguku. Aku akan pulang naik taksi. Aku pergi dulu.", kataku terburu2 dan langsung meninggalkan Chanyeol yang memanggilku dengan nada bingung.
Aku kembali ke ruang latihan nomor 3. Kubuka kunci dan pintu seketika terbuka dari dalam. Irene mencoba lari keluar namun aku menangkapnya.
"Hey! Kau gila! Apa yang kau lakukan!?", kata Irene marah.
Kutarik tangannya dan berjalan cepat. "Ya!! Lepaskan tanganku! Kita mau kemana?!", masih terdengar marah namun tidak teriak. Untungnya hari sudah malam dan kebanyakan karyawan sudah pulang.
Jadi aku tidak terlalu memikirkan kemarahannya dapat mengganggu banyak orang.Aku membawanya menuju lift. Genggamanku cukup kuat untuk menahannya meronta.
Lift terbuka. Kami masuk. Kutekan tombol lift. Pintu mulai menutup. Irene meronta berusaha melepaskan tangannya. Tangannya terlepas dari tanganku. Ia mencoba meraih tombol lift. Namun badanku menghalanginya lalu menangkap seluruh tubuhnya agar tidak bergerak. Tanpa sadar aku memeluknya.
Ia berusaha lepas dariku tapi aku menguatkan pelukan.
"Tetaplah seperti ini. Tunggu sebentar lagi. Ada yang ingin kubicarakan.", kataku merendahkan suara agar ia tenang.Irene diam di tempatnya. Sampai lift terbuka di lantai paling atas. Aku membawanya menaiki tangga darurat.
Sampailah kami di rooftop kantor SM.
Tempat aku melarikan diri dari latihan berat saat sebelum debut."Untuk apa kita kesini? Disini dingin!", kata Irene gemetar memegang lengannya. Aku tersadar ia hanya memakai kaus lengan panjang dan legging.
Aku melepas genggamanku.Hari mulai malam dan salju turun tidak deras.
Kubuka jaketku dan kutaruh di wajahnya. Aku jalan menjauh. Aku hanya meninggalkan kaus dan sweater berkerah tinggi di badanku.
"Apa-apaan ini.", kata Irene seraya memakai jaketku di badannya.
"Kau mengurungku di ruang latihan dan sekarang membuatku beku di atas sini. Sebenarnya apa yang kau lakukan? Apakah ini ujian anak rookie?", kata Irene marah.
Aku diam menatap cahaya kota dimalam hari.
"Kalau kau membawaku kesini untuk diam, lebih baik aku latihan dibawah.", kata Irene seraya berjalan menuju pintu masuk.
"Pergi dari sini. Jangan pernah kembali. Tempatmu bukan disini.", kataku tidak berani menatap matanya.
"Kau gila. Aku tidak mau dengar.", suara Irene gemetar kedinginan tidak pedulikan kata-kataku dan terus lanjut berjalan menuju ke arah pintu masuk.
Aku berbalik dan menangkap tangannya.
Respon terkejut membuatnya berbalik cepat dan tidak sengaja menjatuhkan kacamatanya. Memperlihatkan matanya yang indah telanjang begitu saja.
"Aku tidak dalam mood bercanda denganmu. Keberadaanmu dapat memancing mafia itu datang kesini. Kau akan membahayakan banyak orang tidak bersalah disini.", kataku merendahkan suara takut ada orang yang mendengar kami walau sepertinya hanya kami manusia yang ada di rooftop ini.
Irene melepas genggaman tanganku dengan kasar. "Itu bukan urusanmu. Kita hanya bertemu beberapa menit di bandara bukan berarti kau mengenalku dengan baik."
"Jika kau tidak keluar dengan sukarela, akan kuberitahu Lee Sooman kau pernah jadi wanita bayaran mafia judi.", kataku.
Bahkan aku tidak tahu apa maksud dari perkataanku. Sebelum aku menyesal sudah mengatakannya tiba-tiba sebuah tamparan mendarat di wajahku.
Mata coklat favoritku berkaca-kaca. Tatapannya tajam hanyut dalam kesedihan yang ia sembunyikan.
"Kau punya dendam apa kepadaku sampai kau berkata seperti itu? Kau bertemu denganku di bandara dengan keadaanku waktu itu, bukan berarti kau tahu seluruh kehidupan berat yang aku jalani selama ini. Aku tidak mengerti kenapa kau bersikap seperti ini. Apa kau ingin aku segera membayar tiketku sebelumnya? Aku akan bayar 2x lipat segera! Tapi jangan pernah menghalangiku untuk melakukan pekerjaan ini.
Sekali lagi kukatakan, ini bukan urusanmu. Jangan ikut campur."Sekarang ia benar-benar lari meninggalkanku sendiri di rooftop kantor SM yang dingin.
To be continued...
KAMU SEDANG MEMBACA
SEHUN IRENE - Human Nature
FanfictionWanita itu datang. Ada sesuatu yang tersembunyikan. Siapa? Keep vote for every chapter, guys! ❤ and also comments are welcome.