"Kau lihat? Kau datang dan mulai menari di pertengahan lagu only one. Lalu...", Irene menjelaskan dengan sangat teliti tarian only one yang kami tonton di laptop, dari awal Taemin masuk sampai keluar panggung.
Setelah selesai menonton videonya setelah 5x pengulangan akhirnya, "Cukup menontonnya. Sekarang kita praktekan.", kata Irene berdiri dan membantuku berdiri juga.
Kami sudah bersiap untuk latihan dan sudah mengganti baju kami dengan baju latihan masing-masing. Aku memakai sweater khusus latihanku dengan celana training.
Irene memakai kaos lengan panjang dengan celana training. Tidak lupa ia memakai kacamata yang kuberikan.Lagu dimulai di bagian pertengahan ketika aku masuk. Jika kalian lihat videonya pasti kalian tahu apa yang kulakukan pertama kali:
(Cr:on pict)
"Seperti ini?", tanyaku pelan.
Mata Irene membesar karena jarak kami yang terlalu dekat secara tiba-tiba.Dari jarak sedekat ini aku bisa melihat matanya yang berkilau di balik kacamatanya.
"Ini akan menjadi latihan yang berat. Kau tahu? Akan tidak nyaman jika memakai kacamata saat kau berkeringat.", lalu aku melepas kacamatanya.
Tatapan kami bertemu dalam beberapa detik. Aku bisa saja diam menatap matanya sepanjang hari tapi tidak lama Irene sadar dari lamunan lalu mengeluarkan batuk kecil.
"Ehm. Baiklah tanpa kacamata. K..kau kan artisnya. Terserah padamu saja.", kata Irene agak canggung."Okay.", kataku menahan senyum melihatnya canggung.
Lalu kami melanjutkan untuk semua gerakan. Walaupun awalnya kaku, tapi kami melakukannya dengan sangat baik setelah 3x pengulangan.
Kami menghabiskan sepanjang malam untuk latihan sampai akhirnya kami beristirahat jam 4 pagi.
Irene mengambilkan minum untukku, "Staminamu lumayan untuk orang yang habis pingsan karena kedinginan.".
"Jangan bahas lagi. Itu memalukan.", kataku sambil berbaring telentang karena lelah habis latihan.
"Kau latihan begitu gigih dan cepat. Apakah itu alasanmu sukses bersama EXO?", tanya Irene sambil minum.
"Saat menjelang comeback biasanya latihan kami lebih parah. Apalagi saat menjelang konser. Kami 72jam berada di venue untuk latihan dan check sound tanpa pulang."
"Aigoo, pasti menyenangkan bisa seperti itu."
"Tapi melelahkan juga. Aku tidak bertemu keluargaku dalam 7 bulan jika kami tour.", kataku menjelaskan sambil menghela nafas berat.
"Tapi bersyukurlah. Banyak orang yang amat sangat mendambakan posisimu sekarang di EXO.", kata Irene tersenyum.
Irene memang benar. Aku harus bersyukur dengan apa yang aku dapat sekarang. Begitu banyak cinta dari semua orang berikan. Aku selalu berdoa untuk setiap kebaikan yang kudapat dan berharap bisa membalasnya satu persatu.
"Terimakasih, noona.", kataku. Setelah dipikir-pikir Irene lebih tua dariku, aku harus memanggilnya dengan sopan.
"Panggilan itu membuatku merasa tua. Panggil Irene saja."
"Kalau begitu kau saja yang memanggilku oppa.", kataku
"Tidak mau.", lalu Irene tertawa. Aku tersenyum melihatnya. Senang bisa melupakan masalah-masalah yang dulu ia alami dan mengobrol dengan santai seperti ini.
Aku mulai mengantuk. Tentu saja setelah semalaman latihan tanpa tidur (walau saat pingsan aku tidur) badanku kelelahan.
"Tidurlah. Kau sudah cukup latihan hari ini.", kata Irene. Ia membuat jaketnya menjadi bantal dan menempatkannya dibawah kepalaku.
Tanpa sadar rambut-rambut kecil yang tidak terikat oleh ikat rambutnya menyentuh wajahku saat ia mengangkat kepalaku untuk memasang bantal.
Tanganku melayang merapikan rambutnya ke belakang telinganya ketika ia belum sepenuhnya duduk. Hal itu membuatnya membeku di jarak pandang yang sangat dekat untuk kedua kalinya setelah sesi latihan tadi.
Mungkin kalau di film-film ini adalah kesempatan bagus untuk menciumnya.
Tapi,
"Ah!". Tatapan kami terputus dan jarak antara kami menjauh digantikan dengan teriakan kecil Irene kesakitan setelah kusentil dahinya."Jangan coba-coba ambil kesempatan.", kataku.
"Siapa yang..? A.. aku tidak..!", kata Irene tidak menyelesaikan kalimatnya dan masih mengelus-elus dahinya yang kusentil.
Aku takut membuat Irene merasa tidak nyaman di dekatku, maka aku mencari hal lain untuk dibicarakan
"Kau ingat dulu kau membuat syal menjadi sebuah 'bayi'?", tanyaku teringat kejadian di bandara saat pertama kali kami bertemu.
Ia tersenyum dan mulai tertawa mengingat kejadian itu. "Dan bahkan kau memanggilku papa.", kataku melanjutkan.
Kami tertawa bersama. "Aku ingat ekspresi ibu-ibu yang ingin mengganti popok anaknya waktu itu. Ia mengira kita pasangan muda yang tidak mengerti caranya mengganti popok bayi. Ahahahaha...", kata Irene ditengah tawanya yang tiada henti.
"Kau tahu? Dulu aku sempat ingin menikah muda. Karena aku terlalu kesepian di rumah bersama papaku. Aku suka suasana ramai di rumah. Pasti akan seru."
"Kata Seulgi kau pernah ingin ikut acara We Got Married ya.", tanya Irene setengah tertawa
"Aku benar-benar membicarakannya di acara radio waktu itu. Tapi akan sulit jika dilakukan di tengah jadwal EXO yang seperti ini."
"Semoga kau mendapat pasangan yang baik untukmu.", kata Irene mulai kelelahan karena tertawa.
"Yang pasti siapapun yang kupilih pasti yang terbaik untukku.", kataku sambil menguap tak dapat kutahan karena terlalu mengantuk.
"Istirahatlah. Aku akan meninggalkanmu disini agar kau tidak terganggu."
"Tidak. Kau tetap disini.", kataku memegang lengan kaosnya.
Ia tetap berusaha berdiri.
"Aku janji akan tidur. Tapi berjanjilah kau tetap disini.", kataku.
Sepertinya aku sudah setengah tertidur tapi aku menyadari seseorang mengusap butir keringatku bekas latihan tadi dari pipiku.
Lalu akhirnya aku tertidur dan bermimpi. Mimpi yang sangat menarik karena Irene yang menjadi pemeran utamanya.
To be continued...
KAMU SEDANG MEMBACA
SEHUN IRENE - Human Nature
FanfictionWanita itu datang. Ada sesuatu yang tersembunyikan. Siapa? Keep vote for every chapter, guys! ❤ and also comments are welcome.