She is... just different

128 6 2
                                    


Author POV

Andira menatap Fian dengan tatapan penuh kebenciannya, seandainya matanya dapat mengeluarkan sesuatu yang tajam, Fian pasti sudah mati di sofa kebesarannya itu. Bagaimana ia tidak jengkel, lagi-lagi waktu istirahatnya harus berakhir mengenaskan. Ia harus membersihkan ruang osis yang seperti habis kena gempa. Ia tidak habis pikir apa yang dilakukan anggota osis itu sampai-sampai ruang osis sehancur sekarang. Dan karena Fian yang sangat mencintai kebersihan dan kerapian, akhirnya menggunakan otak pintarnya itu. Ia memanfaatkan kaburnya Andira kemarin. Ia tidak akan memberitahu kaburnya Andira pada keluarganya asal Andira bersedia membersihkan ruang osis.

" Apa kau pikir dengan menatapku, pekerjaanmu akan selesai?" Kata Fian sama sekali tak mengalihkan pandangannya dari buku yang ia baca.

" Apa pernah seseorang mengatakan padamu bahwa kau itu sangat menyebalkan?" kata Andira, kesal.

Fian tersenyum miring, " Bukankah itu dirimu?"

Andira cemberut mendengar jawaban Fian. Meski ia harus akui apa yang dikatakan Fian benar.

" Mereka seharusnya tahu bahwa kau itu sangat menyebalkan. Jadi mereka tak tertipu dan memuja-mujamu terus." Sahut Andira sambil mengepel lantai. Ia yakin jika ia dan Fian melakukan perang sungguhan bisa dipastikan ia hanya punya satu sekutu, yaitu dirinya sendiri sedangkan seluruh penghuni sekolah ini pasti akan berdiri dibelakang Fian dengan suka rela.

" Memuja?" Fian tersenyum sinis. Andira menatap Fian aneh.

" Mereka hanya tahu bagaimana memperlakukan seorang raja"

Andira mencibir terang-terangan, " Apa kau sedang membanggakan diri?"

Fian menutup bukunya. Ia menatap lurus ke depan dan kemudian menatap Andira.

" Apa kau pikir, jika kita berperang, mereka semua akan berdiri di depanku, membelaku?"

" Selain suka muncul kayak hantu, apa kau juga bisa membaca pikiran orang?"

" Aku yakin jika perang itu terjadi, sebagian besar dari mereka pasti akan mengarahkan pedangnya ke arahku. Melihatku jatuh terpuruk adalah hal yang paling mereka tunggu di hidup mereka" Kata Fian sama sekali tak menghiraukan pertanyaan Andira.

" Kau pasti tahu betul, tak ada teman di kalangan atas. Yang ada hanyalah koneksi dan mereka selalu siap menusukmu dari belakang saat kau lengah"

Andira terdiam memikirkan kata-kata Fian. Apa yang dikatakan Fian memang benar. Untuk orang-orang seperti mereka, sulit sekali menemunkan sosok teman sejati. Namun bukan berarti mereka tak bisa menemukannya. Baru saja Andira ingin membantah, saat tiba-tiba Fian mengatakan hal yang menyulutkan amarahnya.

" Setelah kau mengepel. Pastikan kau merapikan buku yang ada di lemari" Kata Fian santai lalu berjalan keluar.

" Dan akan aku pastikan aku adalah orang yang pertama kali menusukmu saat itu" Teriak Andira kesal.

Fian sama sekali tak merasa terganggu atau marah dengan teriakan Andira, bahkan meski samar, terlihat ia menarik kedua sudut bibirnya.

@@@

Fian POV

Aku tak membenci Andira. Percayalah, tak ada sedikit pun rasa benciku untuknya. Ya, meski kuakui, aku terkadang kesal dengan tingkahnya dan keras kepalanya. Tapi aku tak pernah membencinya.

Semua yang kulakukan untuknya yang ia sebut penyiksaan atau semacamnya hanya agar ia berhenti membantahku. Meski terkadang aku juga melakukannya hanya untuk membuatnya kesal. Mungkin ini terdengar aneh, tapi aku suka saat melihatnya kesal, caranya menatapku saat ia kesal, bahkan teriakan penuh amarahnya padaku.

High heels vs Sepatu ketsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang