Andira menghabiskan waktunya dengan menggambar sambil menunggui Alfa yang sedang bermain basket. Hari ini ia malas ke kantin karena Gina sedang rapat sama teman-teman kumpulan taekwondo-nya. Sebenarnya ia bisa saja makan bersama teman sekelasnya yang lain, tapi ia terlalu malas untuk makan di kantin. Ia lebih memilih membeli hamburger, sandwich dan beberapa cake untuk ia makan dibawah pohon dekat lapangan basket.
" Nggak makan di kantin, Ra?" Sapa seseorang.
Andira mengangkat wajahnya dan melihat siapa yang menyapanya. Dan ternyata itu adalah Kiana.
" Gina lagi rapat ama teman-teman taekwondo-nya, jadi aku malas makan di kantin" Kata Andira ramah.
" Oh... Hm... Boleh duduk di sini nggak?" Kata Kiana sopan.
" Boleh... boleh banget. Di sini free kok, santai aja" Canda Andira.
" Oh iya, aku tadi sempat beli cake di Joe. Silahkan dimakan" Kata Kiana setelah duduk. Ia menyodorkan kota makanan yang berisi cake pada Andira.
Mata Andira langsung berbinar-binar senang, " Beneran nih?" Kata Andira yang malah telah menggigit satu cake tersebut. Kiana pun hanya tertawa pelan melihatnya.
" Oh iya, kamu juga kenapa nggak makan di kantin sama teman-temanmu?" Kata Andira dengan mulut penuh makanan.
" Aku tadi habis pinjam buku di perpus dan kelamaan. Karena tidak mau membuat temanku nanti menungguku selesai makan, jadi aku memilih beli cake aja untuk kumakan" Jawab Kiana yang dianggukan oleh Andira.
Kemudian diam-diam Andira memperhatikan Kiana yang sedang melihat ke arah lapangan. Melihat Kiana membuatnya sadar betapa kurangnya dirinya. Kiana tidak hanya cantik, tapi ia juga pintar dan sangat sopan. Sedangkan dirinya... Andira pun hanya menghela nafas menyadari ia bukan siapa-siapa jika dibandingkan Kiana.
" Kamu lagi gambar apa?" Tanya Kiana tiba-tiba sambil melihat ke buku sketsa Andira.
" Oh ini... aku lagi buat sketsa baju" Jawab Andira kikuk karena tak sempat menyembunyikan gambarnya yang hancur.
" Kamu suka buat sketsa baju? Wah.. gambarmu bagus sekali" Kata Kiana takjub
" Hahaha... bagus apanya? Ini jelek banget. Aku sebenarnya tidak suka buat sketsa baju, ini cuma karena mau dikumpulin nanti di les"
" Kamu les desain baju?"
" Terpaksa. Omaku ingin banget aku jadi perancang busana dan punya merek baju sendiri. Sebenarnya sich awalnya ia ingin aku menjadi model sama seperti dirinya. Tapi karena waktu kecil aku sering jatuh saat lomba model catwalk, omaku akhirnya menyerah. Lalu ia melihatku suka menggambar dan akhirnya memaksaku untuk les desain baju. Padahal aslinya aku suka gambar bangunan dan ruangan karena aku ingin menjadi arsitek seperti ayahku, bukannya jadi perancang busana seperti yang diinginkan omaku. Eh... kok aku malah curhat ya?" Kata Andira malu.
" Nggak pa-pa lagi. Aku malah senang dengarnya"
" Aku juga dulu seperti itu. Papaku ingin aku menjadi jaksa sama seperti dirinya. Dari kecil ia pun mulai mengajariku tentang hukum padahal aku lebih suka belajar tentang kedokteran. Aku pun akhirnya diam-diam membaca buku tentang kedokteran karena papaku sering memarahiku kalau aku membaca buku lain selain buku pelajaran dan hukum. Sampai saat pertama kali masuk SMA, aku mengutarakan niatku tersebut. Awalnya papaku menentangku dengan keras, tapi akhir-akhir ini ia sepertinya mulai menerima keputusanku" Cerita Kiana.
" Aku jadi iri. Kalau dikeluargaku sangat berbeda. Semua ditentukan sama kakek dan omaku dan tidak ada yang memboleh membantah. Kakakku saja yang sebenarnya ingin jadi dokter spesialis jantung terpaksa harus kuliah di jurusan arsitek dan bisnis karena kemauan kakekku. Pokoknya semua hal tentang kami, mulai dari sekolah, kuliah, pekerjaan bahkan pasangan kami, mereka yang tentukan. Kami bahkan tidak punya hak untuk menentukan hidup kami" Kata Andira emosi.
KAMU SEDANG MEMBACA
High heels vs Sepatu kets
Teen FictionBagi Andira, Fian dan Alfa ibarat high heels dan sepatu kets. High heels dengan keangkuhan, kemewahan, dan kesempurnaannya mengingatkannya pada Fian. Meski menyebalkan, Andira mengakui Fian memiliki semua hal yang diidamkan cewek padanya. Ibaratnya...