Ketika melihat Fian telah berada di depan ruang guru, Andira pun mempercepat langkahnya. Ia langsung menarik Fian ke samping ruang guru. Saat berada di samping ruang guru, Andira menunduk sambil mengatur nafasnya yang tak beraturan karena lari tadi.
" Ada apa denganmu?" Kata Fian datar.
" Kau yang ada apa?!" Bentak Andira membuat Fian sedikit terkejut.
Andira menatap Fian dengan kesal. Saat menyadari kalau tangannya masih menggengam Fian, ia langsung menghempas tangan Fian dengan kasar. (author: yang megang siapa, yang kesal siapa)
" Apa benar kau mau keluar dari perwakilan pelajar itu?"
" Itu bukan urusanmu" Kata Fian, dingin. Membuat Andira ingin menggetok kepalanya sekarang juga.
" Kau ingin mengulang kesalahan lagi? Seperti yang kau lakukan saat olimpiade fisika" Kata Andira membuat Fian terdiam.
" Aku tahu. Sampai saat ini kau masih menyesali itu" Fian masih terdiam mendengar kata-kata Andira.
" Kau tahu, kan? Jika kali ini kau mengundurkan diri lagi. Sekolah mungkin tidak akan pernah lagi memberimu kesempatan mewakili sekolah ini lagi. Kau juga mungkin akan dikeluarkan dari perwakilan pelajar itu untuk selamanya"
" Tidak masalah bagiku. Lagipula sebentar lagi kita juga akan tamat" Kata Fian membuat Andira makin kesal.
" Kau pikir Fika bahagia melihatmu seperti ini?" Bentak Andira tanpa sadar.
Fian yang tadi berusaha untuk tak melihat Andira, kini menatap Andira. Andira tampak menghela nafas, berusaha menahan amarahnya.
" Apa kau tahu, apa yang selama ini Fika rasakan karena perbuatanmu yang seperti ini?"
" Dia pernah mengatakan padaku, kalau selama ini dia merasa seperti sebuah beban untukmu. Dia tak sengaja mendengarmu dan kakek Syarif bicara di rumah sakit tentang pengunduran dirimu di olimpiade Fisika" Kata Andira membuat Fian terkejut karena selama ini Fika tak pernah mengatakan apa-apa padanya.
" Saat itu ia menangis dan bertanya padaku, apa kau tidak punya teman karena dirinya. Karena kau harus menemaninya terus. Fika mungkin tak pernah mengatakan padamu, tapi selama ini ia merasa bersalah karena menjadi beban bagimu, membuatmu harus menjaganya selalu" Kata Andira dengan mata berkaca-kaca.
Andira memperhatikan Fian yang tertunduk. Meski Fian tak menunjukkan wajahnya tapi Andira tahu saat ini Fian berusaha menahan kesedihannya.
" Karena sikapmu yang seperti ini, kau membuat gadis sekecil itu dengan tubuh lemahnya berusaha menahan rasa sedih dan sakitnya agar kakak yang sangat ia cintai tidak khawatir padanya "
" Aku... aku tidak bermaksud seperti itu" Kata Fian dengan suara bergetar.
" Aku tahu. Aku tahu kau melakukan ini semua karena rasa bersalahmu. Tapi kumohon jangan membuat Fika merasa hal yang sama. Dia terlalu kecil untuk menanggung itu semua"
" Lalu... aku harus bagaimana? Apa yang harus aku lakukan?" Kata Fian menatap Andira dengan putus asa.
" Jangan membatalkan perwakilan pelajar itu. Bagaimana pun kau harus pergi besok. Soal Fika, aku yang urus. Aku yang akan menjaganya" Kata Andira dengan gaya seperti seorang ibu yang sedang menasihati anaknya.
" Dan satu hal lagi. Aku memang tidak bisa berharap pada wajah datarmu itu untuk mengatakan pada Fika kalau besok kau akan ke Jerman dengan wajah bahagia. Tapi setidaknya jangan mengatakan hal itu dengan wajah sedih apalagi dengan wajah bersalah seperti sekarang ini"
KAMU SEDANG MEMBACA
High heels vs Sepatu kets
Teen FictionBagi Andira, Fian dan Alfa ibarat high heels dan sepatu kets. High heels dengan keangkuhan, kemewahan, dan kesempurnaannya mengingatkannya pada Fian. Meski menyebalkan, Andira mengakui Fian memiliki semua hal yang diidamkan cewek padanya. Ibaratnya...