Bumi dan Langit

222 10 12
                                    

Author POV

Suasana ruang makan di rumah Fian tampak menegangkan. Andira yang biasanya cerewet hanya diam sejak tadi. Jangankan bicara, ia bahkan tak berani menyantap sandwich di depannya yang sangat menggiurkan itu. Begitu pun dengan Fian, ia yang memang tak banyak bicara, juga tak mengucapkan sepatah kata pun sejak tadi. Meski ekspresinya terlihat cuek, namun jika orang yang sangat mengenalnya melihatnya, seperti kakeknya, pasti tahu kalau saat ini ia juga tegang.

" Kenapa ekspresi kalian seperti itu?" Kata kakek Fian, memandangi Andira dan Fian yang duduk saling berhadapan.

" Kalian seperti sedang berada di depan guru BK saja" Canda kakek Fian, tertawa kecil.

Baik Andira dan Fian langsung menoleh melihat kakek Fian dengan pandangan heran. Andira bahkan sampai membuka mulutnya saking herannya. Maksudnya, hal yang wajar jika saat ini kakek Fian memarahi mereka. Setelah apa yang terjadi tadi di kamar Fian, ya meskipun mereka tak melakukan apa-apa. Tapi dengan posisi mereka seperti itu, Andira bahkan yakin kakeknya sendiri akan langsung menggantungnya hidup-hidup.

" Kakek tidak marah?" Tanya Andira, masih dengan ekspresi tak percayanya.

" Kenapa saya harus marah?" Kakek Fian balik bertanya heran.

" Kakek kan tadi liat kami... " Andira menggantungkan ucapannya karena ia tidak tahu kata apa yang harus ia pakai untuk menggambarkan posisi aneh mereka tadi.

" Lihat...? Oh... yang di kamar Fian tadi?" Andira langsung mengangguk cepat dan menatap Kakek Fian dengan mata bulatnya. Kakek Fian tersenyum melihat ekspresi Andira.

" Saya sudah mengenal kalian cukup lama. Jadi saya tahu betul itu tidak seperti apa yang saya lihat"

Baik Andira maupun Fian langsung terlihat lega mendengar kata-kata kakek Fian. Andira bahkan menghela nafas dengan sedikit lebay seperti baru saja keluar dari kolam setelah menahan nafas lebih dari 5 menit.

" Tapi kalau kalian melakukan yang iya-iya, saya juga tidak akan marah" Canda kakek Fian

" Kakek?!!!" Jerit Andira sebal dan langsung menutup mulutnya karena kelancangannya.

Tawa kakek Fian pun pecah melihat tingkah polos Andira.

" Kakek, ada perlu apa ke sini?" Tanya Fian, setelah kakeknya berhenti tertawa. Ia tahu persis, kalau kakeknya datang dadakan seperti ini pasti ada hal penting yang ingin ia sampaikan.

" Ada masalah dengan pabrik di Sumatera. Tapi bukan itu masalahnya" Kata Kakek Fian. Fian memandangi kakeknya, bingung. Sedangkan Andira, dia sedang menikmati sandwich buatan Fian, tanpa berminat sedikit pun ikut dalam pembicaraan bisnis kakek dan cucu tersebut.

" Besok malam adalah ulang tahun perusahaan W. Karena urusan kakek di Sumatera, saya sepertinya tidak bisa pergi. Jadi, saya memintamu untuk datang menggantikanku"

" Bukankah ada ayah?" Kata Fian terdengar tak suka, ia memang paling kesal saat harus menyebut ayahnya.

" Ayahmu akan datang. Tapi ia hanya mewakili Gaffar hotel, aset yang telah dimiliki ayahmu. Sedangkan untuk perusahaan akan menjadi milikmu. Jadi, lebih baik kau yang datang sekaligus untuk memperkenalkan dirimu pada orang di sana. Bagaimana pun mereka semua yang datang ke pesta akan menjadi teman dan sainganmu"

Fian tampak berpikir, melihat hal itu kakek Fian jadi ragu Fian mau pergi.

" Bagaimana kalau kau mengajak Andira? Andira kan juga akan menjadi pendampingmu kelak. Jadi kau bisa mengenalkannya pada mereka" Usul kakek Fian.

Andira langsung berhenti memakan sandwich ke empatnya saat namanya disebut. Ia memandangi kakek dan cucu tersebut secara bergantian.

" Bagaimana Andira, kau mau kan mendampingi calon suamimu ke pesta?" Andira hampir saja memuntahkan semua isi perutnya saat mendengar kata "suami", untung ia langsung minum dengan cepat.

High heels vs Sepatu ketsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang