Maaf ya untuk para readers yang telah lama menunggu cerita ini. Saya akhir-akhir ini baru bisa ketemu sama laptop tersayang saya. Jadi baru bisa upload sekarang.
Wish u like this story. Gomawo *nunduk ala Jepang
Andira POV
Aku sedang duduk manis di depan meja riasku. Hal yang jarang sekali kulakukan. Biasanya aku hanya lewat mengambil bedak tabur, menyapukannya di wajah lalu pergi. Tapi untuk saat ini aku telah duduk di sini lebih dari satu jam. Tidak, aku bukannya telah berubah menjadi cewek penggila make up. Aku masih Andira dulu yang sangat membenci yang namanya blush on, mascara, apalagi bulu mata yang membuat mataku sulit kubuka.
Tapi untuk saat ini aku terpaksa melakukannya karena oma dan mamaku sedang mengawasiku. Aku dapat melihatnya dengan jelas dari cermin. Mata mereka bahkan tidak lepas dariku.
" Itu jerawatnya yang di dahi, tutupi sebaik mungkin" Perintah mama pada mba-mba salon langganan mama yang khusus hari ini dipanggil ke rumah hanya untuk mendandaniku.
Diam-diam aku meringis mendengar kata-kata mama, karena aku tahu betul kelanjutan perkataan mama. Sebentar lagi ia pasti akan memarahiku.
" Kau lihat kan, Andira? Inilah kenapa mama selalu suruh kamu ke salon supaya wajahmu tidak kusam dan berjerawat. Nah lihat jerawatmu ada di mana-mana. Itu karena kau malas ke salon, selalu saja kabur tiap mama ajak ke salon" Aku hanya tersenyum mendengar omelan mama.
Tenang saja, itu belum selesai kok.
" Kalau pun kau malas ke salon, setidaknya kau pakai produk perawatan yang mama kasih. Bahkan kau tak pernah pakai masker yang mama beli. Semua itu mama beli bukan untuk di pajang, Andira " Kata mama menunjuk pada deretan produk perawatan dari wajah sampai kaki yang mama atur di meja riasku.
Dan percayalah, aku tak pernah sedikit pun memakai benda-benda itu. Tapi aku sering membukanya kok, ya... meski hanya untuk menghirup aromanya, apalagi kalau aromanya harum.
" Iya, ma. Iya. Entar Andira pakai" Ucapku mengakhiri omelan mama. Tapi meski mama tak bicara lagi, aku tahu mama tidak percaya padaku. Jangankan mama, aku saja tak percaya.
Kemudian aku melirik oma sibuk mengarahkan salah satu pembantu kami yang sedang mengeluarkan berbagai jenis gaun yang tadi dibeli oleh oma untuk kugunakan malam ini. Meski umur oma tak muda lagi tapi ia mengerti sekali soal fashion, maklum dia dulu seorang model. Semua pakaianku bahkan kebanyakan adalah pilihan oma. Tadi pagi oma langsung saja antusias saat aku bilang akan pergi ke pesta bersama Fian. Dan seperti dugaanku, ia pun membelikanku beberapa gaun dari butik langganannya, karena ia tidak sempat menyuruh desainer membuatkannya untukku.
Melihat pembantu kami mengeluarkan berbagai potong gaun, aku hanya menghela nafas. Setelah aku tersiksa di depan meja rias, sebentar lagi aku pasti akan tersiksa mencoba berbagai gaun yang dipilihkan oma. Ini adalah salah satunya alasan aku benci pesta. Ribet. Menyiksa.
@@@
Aku berjalan menuju ruang tamu setelah oma menjatuhkan pilihan gaun yang kupakai adalah gaun dark blue yang panjangnya di depan sedikit di atas lutut dan dibelakang panjangnya sampai menyentuh lantai. Jadi itu berarti aku harus jalan dengan hati-hati apalagi dengan high heels 5 senti yang kugunakan. Musuh bebuyutanku.
Aku memandangi Fian malas. Seperti biasa ia masih tampan, ya semenyebalkan bagaimana pun dirinya, aku tak bisa memungkiri kalau dia itu memang terlahir dengan wajah yang membuatnya tak perlu khawatir berdiri di samping artis setampan Robert Pattinson. Bahkan dengan pakaian formalnya sekarang, ia malah terlihat lebih tampan. Takdir memang tidak adil.
KAMU SEDANG MEMBACA
High heels vs Sepatu kets
Teen FictionBagi Andira, Fian dan Alfa ibarat high heels dan sepatu kets. High heels dengan keangkuhan, kemewahan, dan kesempurnaannya mengingatkannya pada Fian. Meski menyebalkan, Andira mengakui Fian memiliki semua hal yang diidamkan cewek padanya. Ibaratnya...