1

17.8K 1.1K 85
                                    

Satu hal yang terus Minseok lakukan selama perjalanan dari kampus menuju rumahmu adalah membiarkan satu tangannya menggenggam tanganmu, sedangkan tangan yang lainnya mengendalikan kemudi. Minseok tahu betul, dengan sikapmu yang terus menolehkan pandanganmu pada jendela mobil, dan berbicara seirit mungkin, menandakan bahwa suasana hatimu sedang tidak baik. Kesal, lebih tepatnya.

Bagaimana tidak?

Ini hari pertamamu menjadi mahasiswa baru, dan dengan kebetulan yang sangat menggembirakan, kau satu kampus dengan kekasihmu itu. Sudah menjadi kewajiban bagi mahasiswa baru untuk melakukan serangkaian kegiatan ospek yang disiapkan oleh pihak kampus, tak terkecuali kau yang harus menjalankannya selama tiga hari ini.

Suatu kebetulan lainnya, karena kau dan Minseok memiliki kegemaran yang sama dalam bidang arsitektur, kau berhasil masuk di jurusan yang sama dengan Minseok--itulah salah satu alasan mengapa kalian bisa bersatu. Minseok yang notabenenya adalah seniormu, selama tiga hari ke depan ia akan memimpin kegiatan ospek bagi para mahasiswa baru jurusan arsitektur. Dan sepertinya, kau baru saja menyesal karena telah menganggap semua kebetulan barusan adalah suatu 'kebetulan yang menggembirakan'.

Pasalnya, sejak pagi tadi hingga sekarang, kau merasa hari ini adalah hari terburukmu sebagai mahasiswa baru.

Pertama, kau bangun saat waktu menunjukkan bahwa setengah jam lagi ospek akan dimulai, sedangkan kau bahkan belum sempat mengumpulkan nyawa sama sekali dan langsung mandi tanpa menyiapkan apa saja yang harus kau bawa untuk ospek nanti. Kedua, kau dinyatakan telat tujuhbelas menit saat tiba di kampus, belum lagi kau lupa membawa almameter yang diwajibkan untuk dibawa selama kau menjalani ospek. Ketiga, Minseok yang mengetahui itu, langsung menghukummu beberapa detik saat kau tiba di kelas. Menghukum, sekaligus mempermalukanmu di depan mahasiswa lainnya.

Kau pikir, penderitaanmu akan berakhir di situ saja. Namun nyatanya, Minseok benar-benar menjalankan tugasnya sebagai senior super cuek. Tidak ada basa-basinya denganmu sebagai seorang kekasih, bahkan dengan kau yang menunjukkan sikap marahnya pada lelaki itupun, ia tak menggubrisnya sama sekali. Malah, ia terus meladeni dengan ramah mahasiswi ((kelewat centil)) angkatanmu yang berebut meminta tandatangan darinya--yang merupakan salah satu kegiatan dalam ospek. Belum puas sampai situ, Minseok memaksamu untuk pulang bersamanya dan kau harus berdiri selama hampir satu jam di depan gerbang kampus demi menunggu Minseok beserta mobil yang ia kendarai muncul di hadapanmu.

Buat apa ia memaksamu untuk pulang bersama kalau pada akhirnya ia tega membiarkanmu menunggu selama itu? Hell, kau sudah tidak tahu lagi bagaimana jalan pikiran Minseok.

"Marah-marahnya tahan dulu, sampe mobil ini berenti di depan rumah kamu."

Itu satu-satunya kalimat yang keluar dari bibir Minseok selama perjalanan menuju rumahmu tadi. Ya, Minseok paling enggan untuk membicarakan suatu masalah saat ia sedang mengemudi. Tidak baik, takut kalau-kalau ia tak bisa mengontrol emosi dan menimbulkan kejadian buruk lainnya. Ia akan membicarakannya saat tiba di tempat tujuan, dalam keadaan masih di dalam mobil. Karena itu, ia terus menggenggam tanganmu tanpa mengucapkan kalimat apapun selain kalimat tadi.

Sebenarnya, kau merasakan satu keanehan selama Minseok terus menggenggam tanganmu. Dalam kasus ini, kau yang sedang kesal padanya. Namun dirimu tak melakukan penolakan, atau memberikan balasan apapun saat Minseok mengambil satu tanganmu dan menggengamnya lumayan erat. Entahlah, rasanya tangan besar Minseok yang hangat sangat sayang jika tidak dinikmati.

"Nah, sekarang giliran kamu." Itu kalimat pertama Minseok yang keluat saat kalian tiba di depan rumahmu. Ia mematikan mesin mobilnya setelah berhasil memarkirkan kendaraan itu. Lalu menghadapkan tubuhnya ke arahmu.

Boyfriend MaterialsWhere stories live. Discover now