7

8.4K 792 121
                                    

'Kyung, lagi sibuk gak? Adek gue sakit, gue lagi gak bisa jagain dia. Bisa ke rumah?'

Kyungsoo langsung menyambar jas dan kunci mobilnya setelah mendapat pesan tersebut. Ia berlari melangkah tergesa-gesa keluar dari gedung tempatnya bekerja itu. Bahkan ia harus beberapa kali meminta maaf pada orang yang telah ditabraknya. Tak peduli dengan jam kerjanya yang belum selesai, ia langsung menancap pedal gas mobilnya. Kau sedang sakit, dan itu yang terpenting saat ini.

***

Setelah mendapat izin dari kakakmu, Kyungsoo langsung menaiki tangga menuju kamarmu. Kamar berpintu putih itu ia ketuk tiga kali, lalu tanpa menunggu lama ia langsung membuka pintu tersebut dan melenggang masuk. Dilihatnya kau yang sedang berbaring memunggunginya dengan headset yang tersumpal di kedua telingamu. Kyungsoo menghela napas sejenak, kemudian menghampirimu.

"Udah dibilangin, kalo lagi tidur tuh gak boleh dengerin musik pake headset."

Kau hendak protes saat seseorang melepas sebelah headsetmu dengan tiba-tiba, namun saat menoleh ke belakang kau justru dibuat terkejut dengan kehadiran Kyungsoo.

"Kyungsoo? Ngapain deh?" Kau langsung bangun dari posisimu saat itu juga.

"Mampir doang."

"Kamu baru pulang kerja? Gak biasanya langsung ke sini, kenapa?"

Kau merubah posisi menjadi duduk bersandar pada kepala ranjang, diikuti Kyungsoo yang duduk di sebelahmu.

"Menurut kamu?" Pria itu menjawab asal--lebih tepatnya balik bertanya.
Kau kadang agak bodoh untuk peka terhadap situasi. Melihatmu yang masih mengerutkan dahi, Kyungsoo menghela nafas, lantas menjawab.

"Kata kakak kamu, kamu sakit. Tapi kayaknya.. kamu gapapa."

Kyungsoo menelisikmu dari atas sampai bawah. Menurut lelaki itu, wajahmu tampak sehat, bibirmu tidak pucat, dan tubuhmu juga tidak panas saat Kyungsoo memeriksamu tadi. Sakit apanya?

"Tamu bulanan, Kyung. Sakit banget, aku sampe susah jalan. Anemiaku juga kambuh tadi."

Ah, Kyungsoo baru ingat jika anemiamu sering menyerang saat datang bulan--terkadang membuatmu lebih sensitif dari biasanya. Kyungsoo merasa ngilu jika membayangkannya. Melihatmu yang merintih kesakitan sambil memegang perut, ditambah lagi sulit berjalan karena perut yang terasa ditekan. Ugh, Kyungsoo benar-benar tidak bisa melihatmu seperti itu meski dalam bayangannya saja.

"Sekarang masih sakit?"

"Lemesnya masih kerasa, tapi perutku udah gak sesakit sebelumnya."

Pria itu tak menghindar saat kau beringsut memeluknya, malah ikut melingkarkan tangannya di tubuhmu. Demi apapun, pelukan Kyungsoo adalah tempat ternyaman bagimu. Bahunya tidak begitu lebar, namun kalau sudah begini, rasanya kau tidak mau melepaskan Kyungsoo barang sedetikpun.

"Udah ke dokter?"

"Kamu kan tahu aku paling gak mau di suruh ke rumah sakit."

"Bagus, lagi sakit aja masih bandel."

"Baunya, Kyung. Aku gak suka bau rumah sakit, ngeliat jarum suntik, darah, dan-ewh apapun itu. Lagian ya, ini cuma nyeri haid biasa. Semua cewek pasti ngerasain."

Kyungsoo mengangguk dua kali. Ingin rasanya lelaki itu menimpali alasanmu. Tapi percuma sepertinya, sama saja layaknya mengajak bicara seorang anak kecil yang tetap ngotot minta dibelikan banyak permen meskipun ia tahu itu tidak sehat. Jadi Kyungsoo tak mau ambil pusing, lebih baik ia diam.

"Udah makan?"

"Aku gak nafsu makan kalo lagi haid."

"Dari pagi?"

Boyfriend MaterialsWhere stories live. Discover now