Malam ini kau kedatangan tamu yang sudah lama tak kau lihat rupanya. Disebut tamu, tidak juga. Mengingat sebenarnya orang itu sudah terlampau sering mengunjungi unit apartemenmu. Namun selama satu minggu yang lalu, hampir tidak pernah kau melihatnya secara langsung dan sedekat ini. Sesekali hanya bermodalkan gadget dan aplikasi Skype untuk dapat berkomunikasi tatap muka dengannya.
Zhang Yixing, pria keturunan China itu mengikuti kunjungan penelitian selama seminggu dari kampus. Mahasiswa Arkeologi sepertinya memang selalu sibuk dengan penelitian di beberapa wilayah tertentu, dengan rentang waktu yang tidak menentu juga. Sebenarnya rasa egomu ingin sekali menahannya untuk tidak mengikuti penelitian itu sesaat setelah pria itu mengabarimu soal kegiatan tersebut. Yixing juga akan meminta keringanan pada dosennya kalau saja kau menahannya waktu itu--seperti mengadakan penelitian di daerah yang tak terlalu jauh dan tidak terlalu terpelosok, atau dengan waktu peneletian yang tidak lama. Sungguh, kau ingin sekali meminta Yixing untuk tetap tinggal saat itu. Tapi kemudian kau menyadari, kau bukan lagi anak kecil. Semua ini Yixing lakukan untuk pendidikannya, dengan maksud dan tujuan yang jelas. Jadilah kau harus bersabar dan menunggunya hinga kurang lebih seminggu lamanya.
Sebenarnya Yixing sudah menyelesaikan kegiatannya sejak dua hari lalu, tapi baru semalam ia bisa bertemu denganmu dan mengajakmu untuk dinner di sebuah restoran. Yixing, dengan rasa bersalahnya memintamu untuk pergi lebih dulu ke restoran tersebut dan menunggunya di tempat duduk yang sudah Yixing pesan untuk kalian berdua. Kau bukan tipe kekasih yang harus dijemput atau diantar setiap saat kalian berkencan. Jadi kau tidak keberatan sama sekali saat kau harus mengehabiskan beberapa uang untuk membayar argo taksi yang membawamu ke tempat tujuan.
Kau tiba di sana, dan sudah duduk rapih di meja yang sudah Yixing pesan. Hatimu berdegup, saking rindunya dengan sosok putih nan tampan seorang Zhang Yixing.
Sudah limabelas menit berlalu, namun sosok itu belum muncul juga. Kau terus menyugestikan pikiranmu, bahwa Yixing baik-baik saja. Ia tidak akan lupa dengan acara malam ini, dan ia pasti akan datang sebentar lagi. Namun satu jam sudah kau menunggu, kekasihmu itu tak datang juga. Kau mulai gelisah, bingung harus tetap tinggal atau pergi begitu saja. Pada akhirnya kau memutuskan untuk kembali ke apartemen dengan perasaan kecewa.
Dan di sinilah kalian sekarang. Di ruang tengah unit apartemenmu, duduk beralaskan karpet bulu berawarna merah marun dan laptop di hadapanmu dengan Yixing yang duduk di sebelahmu. Memandangmu tanpa suara sejak sepuluh menit lalu kedatangannya.
"Masih marah?"
"..."
Ah, rasanya kau ingin memeluk tubuh itu sekarang juga. Namun nampaknya rasa gengsi masih mendominasi dirimu.
"Say something. Aku kangen kamu, tau gak?"
Kau masih membisu. Menambah kecepatan mengetikmu, berharap tak tergoda dengan sosok Yixing yang sedang merindukanmu sekarang.
"Seriously, jangan bersikap kayak gini, Sayang. Kamu tau aku paling gak suka kamu yang kayak gini."
Huh.. stay cool. Stay cool. Inget, lo lagi marah sama dia sekarang.
BLAM!
Dengan cepat dan tiba-tiba, Yixing menutup layar laptopmu. Dan usahanya berhasil, kali ini kau membalas tatapannya yang terkesan.. kesal?
"Mau kamu apa sih?!"
"Aku udah bilang kalo aku gak suka dianggap gak ada sama kamu. Bukan salah aku juga kan?"
"Kamu tuh, kenapa jadi makin ngeselin sih?!"
"Aku kayak gini kan juga karena kamu."
Cukup. Ini sudah kelewatan. Kenapa akhirnya malah menjadi-jadi? Kau sudah tak mampu lagi menatap mata Yixing, dan memilih untuk menunduk. Membiarkan rambutmu menutupi wajahmu yang sudah mulai dibanjiri air mata.
Bukan ini yang Yixing mau. Yixing tak bermaksud membentak atau bersikap menjengkelkan. Ia jadi merasa bersalah. Ini pertama kalinya Yixing membentakmu, wajar jika kau begitu terkejut. Begitupula Yixing yang tak tahu harus berbuat apa.
Namun setelahnya, Yixing mengulurkan tangannya untuk menyelipkan helaian rambutmu ke belakang telinga. Menampakkan wajah sedihmu yang--oh, Yixing sungguh benci itu. Terlebih itu semua karena dirinya.
Kau merasakan ada benda yang tak asing yang Yixing pakaikan di telingamu. Sebuah headset, yang diikuti dentingan piano dan suara indah yang kau kenal yang dihasilkan dari benda itu.
You gotta go and get angry at all of my honesty
You know I try but I don't do too well with apologies
I hope I don't run out of time. Could someone call a referee?
'Cause I just need one more shot at forgiveness
I know you know that I made those mistakes maybe once or twice
And by once or twice I mean maybe a couple of hundred times
So let me, oh, let me redeem, oh, redeem, oh, myself tonight
'Cause I just need one more shot, second chances
YeahIs it too late now to say sorry?
'Cause I'm missing more than just your body, oh
Is it too late now to say sorry?
Yeah, I know-oh-oh, that I let you down
Is it too late to say I'm sorry now?I'm sorry yeah
Sorry yeah
Sorry
Yeah, I know that I let you down
Is it too late to say I'm sorry now?Kau tak dapat lagi mendengarkan lagu itu hingga akhir dan melepas headset tersebut dari telingamu. Air matamu sudah tak dapat kau bendung, dan isakanmu sudah tak dapat disembunyikan lagi.
Yixing menarikmu ke pelukannya, mencoba meredamkan tangisanmu di dadanya dan membelai suraimu dengan lembut.
"Maaf.."
"..."
"Kamu tau kenapa aku baru bisa ngajak kamu ketemuan semalem? Karena dua hari yang lalu aku harus nyiapin itu semua buat kamu. Dan soal yang kemaren.. aku gak nyangka jalanan bisa semacet itu."
Kau semakin erat memeluknya.
"Aku gak mau ketemu kamu dengan tangan kosong. Aku mau makan malam kita berkesan, meskipun akhirnya aku ngerusak itu semua. At least, aku bisa ngasih lagu itu ke kamu sekarang. Maaf."
Tak tahan dengan ucapan maaf Yixing, kau melepaskan pelukannya. Memberanikan diri untuk menatapnya dan siap mengatakan beberapa kalimat.
"Aku gak akan marah kalo kamu bilang itu semua dari kemaren.."
"Maaf. Aku udah bikin kamu nunggu lama semalem, aku udah ninggalin kamu selama seminggu, aku juga udah bentak kamu tadi.."
"Aku yang salah di sini. Kamu pasti udah kecewa sama sikap aku."
"No, never. Kamu gak pernah ngecewain aku, Darl. Aku kangen kamu."
"Hm, miss you too.."
Kau kembali tenggelam di pelukannya, kali ini lebih erat dan terasa begitu nyaman. Apalagi dengan dirasakannya bibir Yixing yang mengecup puncak kepalamu saat ini.
"How was that?"
"Your song? Nice, of course. Aku suka. Aku selalu suka kamu nyanyi dan main piano buat aku."
"Aku juga."
"Apa?"
Sekilas. Yixing mengecup bibirmu sekilas sebelum kembali berkata.
"Aku selalu suka sama kamu yang selalu ada buat aku."
.
.
.***
YOU ARE READING
Boyfriend Materials
Fanfictionbecause exo with their boyfriend-materials-thingy will explode your imagination