2

10.5K 972 110
                                    

Mungkin ini sudah keduabelas kalinya kau menggulingkan badanmu sejak kau tiba di ranjangmu setengah jam yang lalu. Berharap dengan cara seperti itu semua beban dalam pikiranmu ikut terguling dan terlindas oleh badanmu sendiri. Konyol memang, tapi apa salahnya berpikir positif untuk menghibur dirimu sendiri sekalipun dengan cara yang terlihat bodoh?

Kejadiannya berawal sejak tadi siang, saat Si Kumis--dosen sastramu mampir ke kelas hanya untuk menyuruh mahasiswanya untuk mengumpulkan tugas seminggu yang lalu. Menyenangkan memang, karena Si Kumis tidak akan mengajar pada hari itu karena ada keperluan mendadak. Namun rasa senang itu terbang entah ke mana saat Si Kumis menolak mentah-mentah makalah yang sudah kau buat.

Lagi buru-buru aja sempet-sempetnya ngehina makalah gue.

Kira-kira begitu umpatanmu pada pria itu sesaat setelah ia berjalan meninggalkan kelas.

Sakit hati? Pasti!

Kau butuh waktu berhari-hari demi mengerjakan makalah itu, minus bantuan Junmyeon--kekasihmu. Meskipun kau merasa ada sedikit penyesalan juga dalam dirimu, karena seminggu yang lalu saat pelajaran Si Kumis, kau tak menolak ajakan temanmu untuk bolos. Memang, kau tidak memiliki niat sama sekali saat mengerjakan makalah itu. Tapi sekeji itukah sampai-sampai kau harus menerima balasan dari pria paruh baya itu dengan dipermalukan di depan kelas? Heol, ini keterlaluan namanya.

Lantas sambil terus berguling, kau memikirkan hal lainnya yang bergantian mengisi otakmu. Memikirkan, apakah seharusnya kau meminta bantuan Junmyeon, atau memilih mengerjakan ulang makalah itu sendirian. Junmyeon pasti akan memarahimu kalau sampai dia tahu bahwa kekasihnya ini masih sering bolos. Namun tanpa bantuan dia.. kau bisa memastikan makalah itu akan ditolak untuk yang kedua kalinya.

Lama kau bergelut dengan pikiranmu, tiba-tiba ponselmu mendapati panggilan masuk. Mengambil benda tipis itu, terlihat nama Junmyeon tertera di layar itu. Oh, semoga kekasihnya ini panjang umur.

"Kenapa?"

"Kamu di rumah?"

"Hm."

"Aku ke sana."

"Hah? Kok tiba-tiba banget?"

"Limabelas menit lagi aku sampe."

Dan ia mematikan sambungan teleponnya. Junmyeon, lelaki yang selalu seenaknya saja berbicara dan bertindak. Dan kau, kekasih yang tak pernah membantah saat Junmyeon melakukan apapum sesukanya. Lagipula, sepertinya kedatangan Junmyeon ke rumahmu kali ini juga pada waktu yang tepat. Setelah melamun beberapa lama, akhirnya kau merelakan dirimu untuk dimarahi Junmyeon asal pria itu mau membantu membuat ulang makalahmu.

Junmyeon datang tepat limabelas menit setelahnya. Beres meminta izin pada ibumu, kau pun membawa Junmyeon menuju kamarmu. Meski bingung kenapa kau langsung membawanya ke kamar, namun Junmyeon tetap mengkuti langkahmu menaiki tangga.

"Kenapa lagi sama Si Kumis?" Tanya Junmyeon sesaat setelah kau menutup pintu kamar. Kau buru-buru menoleh pada Junmyeon, menghampirinya yang duduk di karpet bulu kamarmu dengan tatapan terkejut.

"Kamu tahu?"

"Menurut kamu ngapain aku ke sini sampe rela-relain ninggalin urusan kemahasiswaan?"

"Kengen kali." Jawabmu acuh sambil mengendikkam bahu.

Junmyeon membuang napasnya kasar saat itu. Memang, kadang butuh emosi yang tahan banting bagi Junmyeon untuk meladeni gadis sepertimu. Bertingkah seenaknya, cara bicara yang kurang sopan, masa bodo dengan sekitar, bersikap tak mau tahu jika dinasihati, dan cuek dengan penampilan sendiri. Apalagi menghadapi omonganmu yang sering kali nyeletuk dan jarang disaring. Entahlah, bisa-bisanya Junmyeon memintamu sebagai kekasihnya dengan kepribadian yang sangat bertolak belakang dengan lelaki itu.

Boyfriend MaterialsWhere stories live. Discover now