Secret

1.2K 78 4
                                    


'Neo-ege deo gipge ppajigo sipeo
Neoui sumsorireul deo gakkai neukkigo sipeo'

Huh, inilah aku. Menikmati keheningan jam istirahat dengan alunan musik ditelinga bersama earphone yang selalu menempel di telinga. Disaat semua orang sibuk dengan kegemaran mereka masing-masing, pergi kantin, perpustakaan, taman, ataupun lapangan. Tapi, aku lebih memilih untuk tak beranjak dari kursiku. Dengan setumpuk buku didepanku. Bukan. Aku akui aku bukanlah siswa rajin yang kutu buku dengan tumpukan buku untuk dibaca. Tapi sebaliknya, tumpukan buku justru aku gunakan sebagai bantalan kepalaku untuk tidur di jam istirahat. Sebenarnya bukan hanya jam istirahat aku tidur di kelas. Mungkin setiap saat. Tapi jam istirahat adalah waktu yang paling tepat untuk tidur. Bagiku. Hingga

dduk

Sesuatu, mengenai meja tidurku. Bukan meja belajarku. Hingga aku harus membuka mata dan melirik ke penyebab sumber suara.

"Mianhae, Jennie-ah"

Seorang pria tinggi, mengambil bola yang menghantam mejaku dan meringis menunjukkan gigi kelincinya. Salah satu penghuni kelas kami. Bobby.Tanpa merasa bersalah dan langsung meminta maaf sebelum aku mengatakan apapun.

"Mianhae, lanjutkan tidurmu Jennie"

Lagi. Pria berkulit putih, tak terlalu tinggi dengan sisiran rambut belah tengah menghampiriku. Jinhwan. Hingga membuatku melirik padanya sekali lagi. Rupanya mereka sedang bermain bola didalam kelas. Yunhyung, Donghyuk dan Chanwoo pun ikut serta meramaikan pertandinngan bola dalam kelas. Memang mereka berhasil meramaikan kelas. Dan tentu saja, itu membuatku terbangun dalam mimpiku dan kembali ke alam kenyataan. Tapi aku hanya diam. Membuang waktu saja jika harus berurusan dengan mereka. Pikirku. Jadi, kuputuskan untuk membenahi tumpukan bantalanku dan memasang kembali earphone ditelingaku. Dan yang paling penting, kembali ke alam mimpi.
Tapi
Hanya selang beberapa menit.

'dduk'

Aish... Jinjja. Aku belum juga kembali ke duniaku. Tapi bola itu beraninya menyerang kepalaku.

"Yaeddera, bermainlah di luar kelas. Pergilah ke lapangan jika kalian masih ingin bermain"

Lagi. Suara bising dari pria tinggi berkulit putih dengan penampilan berkharismanya, membuatku terpaksa membuka mata. Hanbin, si ketua kelas.

"Mianhae"

Dia lagi, si gigi kelinci

"yaakk" teriakku

Terpaksa aku berdiri hingga kursi yang aku duduki terdorong ke belakang terjatuh. Sontak, semua penghuni kelas kaget dan terdiam membisu. Suasana hening.

"Bisakah kalian tidak menggangguku??" lagi, aku berteriak. Membuat tenggorokanku sakit.

"Kkeureom, bisakah kau tidak datang ke sekolah saja??" balas Bobby. Aku terdiam.

Benar. Memang tak seharusnya aku disini. Mungkin sekolah ini sudah kesekian kalinya aku bersinggah dari satu sekolah ke sekolah lain. Benar. Aku adalah siswa pindahan yang selalu pindah kemana saja. Karena aku selalu dikeluarkan dari sekolah sebelumnya dengan alasan ulahku yang selalu saja membuat para guru dan mengeluh dengan tingkahku yang tak pernah patuh dengan mereka.

Ya, kini aku telah dicap sebagai siswa brandalan. Kurasa aku bukanlah brandalan, hanya saja aku lebih berani dengan siapapun termasuk guru. Dan seperti inilah jadinya, sekolah yang kutempati juga ikut tercemar buruk. Makanya mereka berniat untuk mengeluarkanku. Menyedihkan. Padahal, aku ingin hidup tenang disekolah baruku ini. Kuharap aku bisa lulus disekolah ini.

"yaakk...kau" kuangkat tangan kananku.

Aku sudah tak tahan dengan sikapnya. Ingin rasanya aku memukulnya seperti yang kulakukan selama ini. Bobby sudah menutup matanya rapat. Tapi ayunan tanganku terasa berat. Berhenti di depan wajah Bobby.

Entah dari mana dia muncul. Seorang pria tinggi berkulit putih dengan rambut hitam lebat belah samping kanan, menahan tanganku. Junhoe, pria yang selalu berdiam diri di bangku sudut dengan tarian pena dan gerakan tangannya yang cepat. Lancar jaya dalam mengerjakan apapun. Pria dengan konsentrasi tinggi hingga ia tak peduli lagi dengan keadaan disekitarnya. Tapi kini...

"bukankah kau ingin lulus dengan tenang di sekolah ini??"

Apa. Bagaimana?? Kurasa dialah satu-satunya yang tahu perasaanku.

"Ani. Wae?? Bukankah kau juga akan menendangku dari sini?? Ayo lakukan saja seperti mereka!!!"

Aku menentang keinginanku sendiri. Gengsi. Ah,...bodohnya. Kenapa aku lakukan ini. Bagaimana jika aku benar-benar dikeluarkan?? Pikirku.
Junhoe mengangkat tangan kanannya seperti apa yang kulakukan pada Bobby. Pria ini, apa dia benar-benar akan memukulku??.

'deg'

Tak kusangka, telapak tangannya yang cukup besar bersarang di pundak kiriku. Aku hanya terdiam, tak mengerti maksud tingkah anehnya itu.

"Berkencanlah denganku??"

Apa. Apa dia salah mengatakan sesuatu? Apa aku tak salah dengar? Atau aku yang salah mengartikan ucapannya?? Dia mengajak berkencan?

"Kkeurae,...mari kita berkencan"

Semua penghuni kelas bertepuk tangan, bersorak sorai ramai. Memangnya apa yang terjadi?

"CONGRATULATION" semuanya menyanyikan lagu selamat.

Beberapa orang menyalami dan memberi ucapan selamat padaku.

Bodoh. Apa aku menyetujui permintaannya untuk berkencan. Aish...apa yang kupikirkan. Malu. Aku langsung pergi ke kamar mandi.

Kurasa berita itu sudah tersebar luas ke seluruh sekolah. Setiap aku bertemu dengan mereka, mereka tersenyum dan saling berbisik. Hingga

"Yaeddera,...siapa yang bisa mengerjakan soal di depan??" kata Park ssaem.

Semua diam.
"Junhoe-yah" panggil Park ssaem.
"Nde ssaem" Junhoe langsung berdiri.
"Aniya, aniya. Bukankah kekasihmu ada disini?? Jenni-ah. Kerjakan soalnya"
"Mwo??"jawabku kaget
"CONGRATULATION" semua jadi menyanyikan lagu aneh itu.

Aigoo,...ini membuatku malu saja

Jam pelajaran sudah berakhir.
"Kau langsung pulang??"
Tiba-tiba Junhoe berada disampingku, membuatku terkejut
"Hhuh?? Hmmm" jawabku singkat.
"Kajja"
"Huh??"
"Mari kita pulang bersama"
"Hmm"

Speechless. Aku tak bisa mengatakan apapun padanya. Yang kulakukan hanya mengiyakan setiap ucapannya. Mengapa jadi seperti ini.

Junhoe berjalan di depanku. Menyusuri ladang yang panjang dengan semilir angin, terasa lebih panjang dan lama dari biasanya. Canggung. Berjalan dengan seorang pria, tanpa tahu alasan kenapa aku menyetujuinya. Gemericik aliran air sungai hanya memberikan kesejukan dalam keheningan yang tak masuk akal ini. Hingga akhirnya...

"Junhoe-yah"
"Hmm??" jawabnya singkat dan masih berjalan membelakangiku
"bolehkah aku bertanya??"
"Katakan" dia tetap dengan langkahnya yang panjang.
"Mengapa kau mengajakku berkencan??"

Aku berhenti dan memberanikan diri mengatakan apa yang ada dalam benakku selama ini. Junhoe berhenti, masih terdiam dan membelakangiku.

"mmm" berbalik dan berjalan mendekatiku.

Dia berhenti tepat di depanku. Tatapannya tajam menatap ke arah mataku. Membuatku mundur satu langkah ke belakang, tak tahan dengan tatapan tajamnya.

"Rahasia" jawabnya singkat.

Apa? Hanya itu saja jawabannya.

"Kkeureom, Mengapa kau menyetujui ajakanku untuk berkencan??" tanyanya dan maju satu langkah mendekatiku

Bodoh. Dia malah balik bertanya padaku.

"Itu rahasia" jawabku

That SECRET [Jennie x Junhoe]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang