Anyeoong..
Sorry late update..Author selalu mengucapkan banyak terimakasih buat reader yang sedikit waktunya untuk membaca Ff ini dan merelakan jarinya buat clik Vote..
Thanks..Happy reading
"Ayo pergi"
Lapangan.
Tempat parkir.
Koridor.
Dan.
Kelas.
Semua sudah penuh dengan siswa-siswa sekolah ini. Tak hanya penuh ditempati mereka, tapi juga penuh diisi oleh suara-suara mereka.
Guru Younha sudah meninggalkan kelas sejak duapuluh menit yang lalu dengan setumpuk buku tugas murid, yang akhirnya Hanbin kembali menjadi korban jasa antar hingga ke ruang guru. Jinhwan membawakan tasnya keluar agar mereka bisa langsung pulang meninggalkan kelas.
"Pergilah. Masih ada yang harus kulakukan"
Lisa menggendong tas ransel hijaunya dan mengajakku untuk pulang bersama.
Tapi buku-bukuku masih tersebar merata di mejaku. Hal yang tak biasa terjadi diatas mejaku, buku dektat dan buku tulis terbuka dengan pena menari di atasnya oleh jari-jariku.
"Baiklah. Tapi jangan memaksakan diri" kata Lisa sambil menepuk pundakku.
"Ini" Lisa memberikan sebungkus snack kentang kesukaannya padaku. "Makanlah saat kau bosan"
"Terimakasih"
Dia sangat tahu diriku.
Mengejar ketertinggalan untuk satu tujuan dalam waktu tiga bulan memang tidak mudah. Mungkin akan mudah jika mengejar dengan kecepatan otak yang ekstra ekspres. Sayangnya itu bukan aku. Cukup memakan waktu untuk seorang Jennie dengan kemampuan otak terbatas agar bisa memahami enam mata pelajaran dalam tiga bulan. Nampak mustahil. Tapi usaha tak akan pernah mengkhianati hasil. Semua tergantung pada usaha yang kulakukan agar bisa menerobos kemustahilan.
Entah sejak kapan, ruang kelas menjadi sangat sepi. Hanya desiran angin yang menerobos melalui jendela dan mengibarkan tirainya juga mengibarkan rambutku yang terurai. Sesekali aku merapikannya dibalik telingaku lalu kembali ke buku di hadapanku.
Ketukan jarum jam di dinding terdengar cukup keras karena tak ada seorangpun yang menganggunya. Hanya aku dan angin yang sibuk dengan tingkah masing-masing. Sesekali remahan snack kentang dari Lisa memudarkan pendengaranku dari detik jarum jam.
Tik
Tik
Tik
Tes
Tik
Tik
Tes
Detik jarum jam dinding mengiringi dua tetes cairan warna merah tiba-tiba terjatuh ke buku tulisku. Aku terkejut. Aku langsung beranjak membuat kursi yang kududuki terjatuh. Sontak aku menutup mulut dan hidungku dengan tangan kiriku, tangan kananku masih memegang pena.
Pi
Cairan merah itu berasal dari hidungku. Darah mengalir. Aku mimisan. Aku mendongakkan kepalaku agar darah tak mengalir lebih.
"Ha"
Aku kembali terkejut. Aku mundur dua langkah saat seseorang telah berdiri di hadapanku dengan menyodorkan sapu tangan setelah aku menurunkan kepala.
Sejak kapan dia ada di sini? Kenapa dia tidak pulang?
"Ini"
Dia menyerahkan sapu tangannya padaku. Aku mengambilnya.
"Geumawo. Aku akan membersihkannya di kamar mandi"
Syukurlah, jarak kelasku dan kamar mandi tidak terlalu jauh. Jadi aku segera membersihkannya dan mencuci wajahku. Kupikikir hanya diriku yang tinggal di kelas. Aku tak tahu sejak kapan Junhoe berada di sini.
Aku kembali.
"Apa kau baik-baik saja?" tanyanya
"Ya, kurasa sudah lebih baik. Sapu tanganmu jadi kotor. Aku akan mengembalikannya setelah mencucinya"
"Tak apa. Kau tak perlu mengembalikannya"
Aku kembali duduk di kursiku. Masih dengan banyak buku yang berserakan juga buku dengan noda darah di sana. Junhoe duduk di bangku depan yang telah kosong.
"Kupikir semua orang sudah pergi. Apa yang kau lakukan disini?"
"Aku.. Ada hal yang harus kubicarakan dengan guru Younha?"
"Hal besar? Olimpiade matematika lagi?" tanyaku penasaran.
"Ah ya, mungkin hal yang lebih besar lagi dari olimpiade matematika"
Aku mengangguk. Walau aku tak tahu hal besar itu. Namun jawabannya sudah cukup bagiku.
"Kau... Belajar?"
Aku sangat paham dengan maksud pertanyaannya. Seorang Jennie yang tak pernah melakukan belajar, adalah hal yang mengherankan sekaligus menakjubkan bagi yang melihatnya.
"Ya, kau lihat?"
Aku menunjuk sesuatu dengan penaku di belakang Junhoe. Junhoe menoleh pada pojok kanan papan tulis di belakangnya. Tertulis '91'.
"Hanya tiga bulan waktu yang kumiliki." "Ah.. Dan aku masih tak tahu apapun" aku mengeluh pada diriku sendiri yang tak tahu apapun. Belum.
"Perlu bantuan?" tawarnya.
"Kau bisa?"
"Kau meragukanku?"
Aku salah dengan pertanyaanku. Dia murid yang pandai, bukan diriku yang tak pernah rajin belajar. Apalagi menjadi pandai. Itu sangat sulit. Jadi kurasa aku salah meragukan Junhoe. Walaupun dia sangat mahir di pelajaran Matematika, bukan artinya dia tidak bisa mengerjakan soal Bahasa Inggris.
"Ah, tidak tidak. Bukan itu maksudku"
"Baiklah. Perhatikan ini"
Junhoe mengambil penaku. Dia menjelaskan latihan sial yang aku kerjakan. Mencoret, melingkari dan memberikan garis bawah dengan pensil pada setiap kata yang tidak aku pahami.
Junhoe memang berada di kursi depan yang terhalang oleh mejaku. Tapi aku bisa melihat dengan jelas gerakan tangannya yang lebar, tentu lebih lebar dari tanganku, menjelaskan soal-soal dengan cepat. Jakunnya yang menonjol naik-turun seiring dengan gerakan rahang. Bibirnya berkomat-kamit bersamaan dengan nafasnya yang hangat. Bola matanya bergerak ke kanan-kiri mengikuti gerakan tangannya.
"Aku memintamu untuk memperhatikan penjelasanku. Bukan untuk memperhatikan wajahku" katanya. Tatapannya masih menuju pada buku di hadapannya.
Kalimatnya sukses membuatku terkejut kembali. Dia merasa diperhatikan. Dan tanpa kusadari aku memang sedang memeperhatikannya.
"A-aku tidak sedang memperhatikanmu" aku gagap dengan kebohonganku.
"Lalu? Apa aku yang memperhatikanmu? Seperti ini?"
Junhoe mengalihkan pandangannya dari buku, kini padaku. Dia menopang dagunya di atas kedua tangannya secara tiba-tiba. Tepat di depan wajahku, dia menatap mataku dalam. Aku terkejut lagi dan tak bisa membuat alasan lagi. Aku gugup. Mataku mencoba mengalih dari pandangannya, tapi tak bisa.
"Jennie, kau di sana?"
Suara itu menyelamatkanku.
Vomment juseyo
KAMU SEDANG MEMBACA
That SECRET [Jennie x Junhoe]
Fanfiction"Mengapa kau memintaku?" "Rahasia" Aku hanya ingin menjadi bayangan. Ada diantara mereka namun tak terlihat. Keberadaan yang menjadi rahasia. Terinspirasi dari minidrama 'Puberty Medley' Highrank #40