Lelah. Aku menghempaskan tubuhku diatas kasur kamarku. Ya, dalam kamar baruku. Tidak, sebenarnya tak benar-benar baru. Hanya saja, aku baru menempatinya sejak 3 minggu lalu. Ya, aku pindah kesini, Gwangju, sejak 3 minggu yang lalu. Sendiri? Tidak. Aku bersama pamanku, Kwon Jiyoung. Seperti biasanya, orang tuaku selalu menitipkanku. Bukan di tempat penitipan anak atau bayi. Dan tentu saja aku bukanlah bayi. Beberapa kali aku pindah sekolah dan sebelumnya aku dititipkan dan tinggal bersama kakek, nenek, bibi, paman, sepupu bahkan pernah kepada teman dari ayahku. Orangtuaku punya banyak link untuk bisa mengurusku. Heh (smirk), dan mereka sendiri justru tak pernah mengurusku. Sangat menakjubkan bukan.Ya, tentu saja karena mereka memang sibuk dengan urusan mereka sendiri. Ibuku adalah seorang desainer yang sibuk menghasilkan desain desain baru di otaknya. Ayahku, aku tak tahu apa yang dikerjakannya selama ini. Yang pasti dia sangat sibuk dengan pekerjaan diperusahaannya. Dan beginilah aku akhirnya, menjadi anak asuhan orang lain.
“Jennie-ah. Cepatlah keluar, aku membawakanmu sesuatu yang enak”
Ah, suara paman Jiyoung membangunkanku. Rasanya aku enggan bangkit dari kasurku.
‘cklek’
Dia membuka pintu kamarku yang tak terkunci.
“Jenni-ah. Makanlah ini. Samchun akan segera pergi” katanya.
Tanpa jawaban dariku paman Jiyoung masuk kamar begitu saja. Ya, segeralah pergi. Kau memang seperti ayahku. Selalu sibuk dengan pekerjaanmu di studio.
“Jennie-ah. Apa kau sudah tidur??”
Dia mendekatiku dengan kotak putih ditangan kirinya.
“kurasa kau benar-benar lelah. Aku letakkan di mejamu. Makanlah setelah kau bangun”
Sebelum dia pergi, dia menarik selimutku. Bukan untuk membangunkanku. Tapi, menutup ke seluruh tubuhku di cuaca sedingin ini. Tentu saja, dia menjaga amanat dari ayahku untuk menjagaku. Walau ia tahu, aku adalah pembangkang.
Setelah ia pergi, kubuka mataku. Ya, memang aku tak benar-benar tidur. Aku hanya malas untuk berbicara dengannya. Mataku yang cepat menangkap apa yang otakku cari, terlihat kotak putih itu diatas meja kecil yang kugunakan untuk belajar. Bukan. Kau tahu aku tak pernah belajar. Maksudku, meja yang biasa mereka gunakan untuk belajar, bagi anak rajin. Tapi sayangnya, aku tak termasuk dalam kategori itu.
'Tung'
Ponselku mengetuk lamunanku. Sebuah pesan datang tak diundang.
‘kau sudah tidur?’
Secret. Tertulis dalam ponselku. Mengingatkanku padanya beberapa hari lalu.
‘mengapa kau mengajakku berkencan?’
‘rahasia’Jawaban singkat yang tak bisa ku mengerti. Jawabannya yang kubutuhkan justru menimbulkan sejuta pertannyan dan ribuan jawaban lain darinya. Tapi anehnya, aku juga mencopy jawabannya atas pertanyaan yang ia lontarkan padaku. Lalu, apakah jawabanku juga masih bisa diterimanya. Tunggu. Jawabanku. Sejujurnya aku sendiri tak mengerti kenapa aku juga menjawab seperti itu. Kurasa ingatanku harus kembali ke 2 minggu lalu saat dia mengajakku berkencan.
‘berkencanlah denganku'
Gila. Aku tak mengenalnya dengan baik karena aku hanya tahu dia hanyalah seorang yang hanya sibuk dengan bukunya. Dan dia, kurasa dia hanya mengetahui namaku saat aku memperkenalkan diri di hari pertamaku. Bagaimana bisa dia mengajakku berkencan. Dan bagaimana bisa aku menerimanya.
'Ya' balasku singkat.
‘apa kau membalas pesanku dari sinyal dimimpimu?’
Aish,..bodoh. mengapa aku tak memikirkan itu. Tentu saja orang yang sudah tidur tak mungkin dapat membalas pesan.
KAMU SEDANG MEMBACA
That SECRET [Jennie x Junhoe]
Fanfiction"Mengapa kau memintaku?" "Rahasia" Aku hanya ingin menjadi bayangan. Ada diantara mereka namun tak terlihat. Keberadaan yang menjadi rahasia. Terinspirasi dari minidrama 'Puberty Medley' Highrank #40