Chapter 18

5.2K 439 19
                                    

Setelah mendapatkannya, ia langsung memencet tombol hijau tanpa melihat siapa yang meneleponnya pagi pagi petang seperti ini, menurutnya.

"Hallo. Assalamuallaikum." Ucap (Namakamu) dengan suara serak khas bangun tidur.

"Waalaikumsallam. Heh, lo kok belum kesini? Lu sekarang dimana? Lo lupa harus ambil dawet? Fafa kagak masuk, anjir. Jangan-jangan lo baru bangun? Ya ampun (Nam..), cepetan kesini, eh tapi ambil dawetnya dulu baru kesini. Ini udah jam tujuh kunyuk."

"Astaghfirullah, Dhif. Ini masih subuh, jangan ganggu deh." Ucapnya dengan malas.

"Palelu subuh. Ini udah jam tujuh, (Nam..)."

Segera saja (Namakamu) menjauhkan ponselnya dari telinga, untuk melihat jam di ponselnya.

Oh shit! Udah jam tujuh.

Tanpa aba-aba (Namakamu) langsung mematikan sambungan telponnya secara sepihak. Tidak mau membuang-buang waktu dengan mendengarkan celoteh Nadhif. Dengan lari tergopoh-gopoh, (Namakamu) memasuki kamar mandi.

Tak membutuhkan waktu lama, (Namakamu) sudah bersiap menggunakan kemeja biru dongker, rok putih, dan juga jilbabnya. Ia berlari menuruni anak tangga menuju depan rumahnya.

"Bunda, (Namakamu) berangkat dulu ya. Assalamuallaikum." Teriak (Namakamu) sambil berjalan keluar.

(Namakamu) terkaget. Baru saja ia sadar kalau supirnya mengantar Bunda untuk ke butik. Otomatis mobilnya juga dipakai. Ayahnya pasti sudah berangkat kerja. (Namakamu) semakin bingung. Bagaimana ini? (Namakamu) berpikir keras, namun pikirannya tidak bisa bekerja dengan sempurna.

(Namakamu) menghubungi Nadhif, memberi tahu bahwa di rumahnya tidak ada kendaraan, jadi tidak ada yang mengantar.

"Kan lo bisa pake gojek atau engga grab gitu." Ucap Nadhif ketika (Namakamu) memberitahunya melalui telepon.

(Namakamu) menyengir tanpa sepengetahuan Nadhif, "Eh, iya iya. Kenapa gue goblok banget ya?"

"Cih, baru sadar. Cepetan kesini ya." Nadhif mengakhiri sambungan telponnya.

Nadhif kini sedang berada di kelas bersama seluruh siswa kelas XI MIA-1. Mereka sedang mempersiapkan apa saja yang akan dijual di bazar hari ini.

"Eh, gua izin keluar bentar ya. Ada urusan bentar. Assalamuallaikum." Ucap seseorang itu lalu menyambar kunci motor di atas meja guru.

"Iya, jangan lama-lama." Peringat Nadhif. Yang diperingat hanya mengacungkan jempolnya.

-oo-

(Namakamu) lelah mencari supir gojek. Udah sepuluh menit, tapi gojek gaada yang lagi deket. Yang deket belum tentu sayang, kan?

Ia sedang berdiri di depan gerbang sambil terus menunduk memandangi ponselnya yang sedang mendeteksi keberadaan gojek.

"Gojek mbak?" (Namakamu) langsung menoleh.

"Loh? Kok ada disini? Lagi ngapain?" Ucap (Namakamu) pada seseorang yang telah memberhentikan motornya di depan (Namakamu).

"Mau nganter bidadari ke tempat jualan dawet." Ucap lelaki itu genit.

(Namakamu) terkekeh geli, "Sepik banget, Baal. Anjir."

"Serius nih, ayok naik." Perintah Iqbaal menyuruh (Namakamu) duduk di jok belakang. Akhirnya (Namakamu) menurut dan duduk manis di jok belakang.

"Pegangan." Peringat Iqbaal pada (Namakamu). Alah modus. Tangan (Namakamu) terulur untuk pegangan pada kemeja bagian pinggang Iqbaal.

Between Us [IDR]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang