Jaya diberi waktu oleh Eyang Wiro demi menenangkan diri. Eyang mengetahui ada kegelisahan yang muncul dari permintaannya itu. "Masuk ke dunia yang sama sekali kita tidak ketahui memang berisiko." Kata Eyang.
Jaya pun masih ragu apakah ia mampu mengulang kembali pembukaan pintu alam lain itu. Rasanya ia hendak menolak, tapi Eyang sudah begitu berbaik hati menerima dan mempekerjakannya, membuka dan memoles bakat alami Jaya yang ajaib itu, membantu mengenal dirinya yang sejati. Belum lagi kucuran rejeki yang melimpah. Balas budi memang kadang terasa memberatkan. Namun Jaya tahu, dirinya bukanlah termasuk orang yang tak tahu terima kasih. Ya, dia akan mengusahakannya.
Meringis Jaya memikirkan kejadian-kejadian belakangan ini, kentara mistisnya. Awalnya memang dipikir menakjubkan dan keren. Tapi ia harus menelan ludah, kemampuannya membikin diri sendiri jadi keder.
Gadis itu, Sukma Ayu, apa-apaan bisa mengirim sukma orang dengan jentikan jari. Ngeri! Pikir Jaya. Dan kini dia tersesat di alam lain. Dan Jaya harus menjemputnya. Masalahnya, alam yang mana?
Diingat-ingat lagi dalam pengalaman singkat menegangkan mencekik napas itu, ada banyak sekali lubang pintu hitam. Yang meragukan adalah, bila Jaya masuk ke salah satu pintu, apakah nanti bisa keluar lagi?
"Ini memang akan menjadi tahap pengenalan jati dirimu yang paling berat. Membuka mata batin bukanlah perkara gampang." Kata Eyang. "Yang penting sekarang kau perlu meluangkan waktu untuk menenangkan diri. Ambillah liburan. Liburan jasmani dan rohani."
Eyang tidak memasalahkan para calon pelancong sukma yang masih menunggu giliran. Jumari sudah diberitahu untuk menyebarkan pemberitahuan itu. Sudah pasti akan banyak yang kesal, Jumari sudah kebal dengan amukan bacot para pelanggan.
Maka untuk sejenak Jaya menyingkirkan segala kepusingan ini. Menunggu kabar kapan kembalinya Amin yang pulang kampung. Jaya diam-diam sudah membeli sebuah apartemen di kawasan Lengkong Timur. Tenaga Amin dibutuhkan untuk proses pindahan. Meski Jaya bisa memanfaatkan fasilitas angkutan daring. Lebaran tiba dan Jaya bertamu di rumah Desi. Setelah sebelumnya ia menghabiskan hari-hari dengan berbelanja barang-barang mahal di Alam Sutera. Baju, sepatu, jam tangan, tas baru Jaya belikan untuk Desi. Kekasihnya itu terus-terusan meledeki Jaya dengan sebutan "Orang Kaya Baru"
Sembari menunggu kepulangan Amin, Jaya dan Desi bertandang ke rumah teman-teman kampus. Pertama yang paling dekat adalah rumah mas Teguh. Lalu keliling satu per satu ke rumah teman sekitaran Tangerang, Depok, dan Jakarta. Paling sering ketemu celetukan, "Dua Sejoli", "Pasangan Kasmaran", "Kapan nikah?"
"Wah keren sekali apartemen kau ini Jay." Kata Amin saat dia kembali dari pulang kampung, mengangkut berdus-dus barang dari kontrakan lama Jaya.
"Mau kau aku belikan satu? Di sebelah, biar tak usah jauh-jauh kau kalau mau main."
"Wah mentang-mentang tajir mendadak kau ya. Tapi tak usahlah, itu uangmu kau kirim saja ke orangtuamu di kampung." Amin langsung menutup mulut, kelepasan.
Jaya diam membatu, merenung. Orangtua? Siapa orangtua Jaya? Jaya merasa lupa sama sekali. Nanti sajalah. Ia tak mau dipusingkan lagi.
"Min, serius. Mau tidak?"
"Tidak usahlah. Kau terlalu murah hati." Amin tergelak.
"Ya sudah kalau begitu." Mereka kemudian lanjut membenahi tata letak apartemen Jaya. Sepenuh hari Amin cuma bisa geleng-geleng, kawannya itu koceknya luber, banyak perabotan mahal dibeli.
"Mantab ya pemandangannya dari sini." Kata Amin di hari kedua, menyesap kopi dari alat penggiling yang baru. "Aku merasa seperti eksmud. Padahal cuma buruh." Tergelak lagi si Amin.
KAMU SEDANG MEMBACA
ASTRAL TRAVEL AGENT
ParanormalSemenjak peristiwa yang hampir saja meregangkan nyawanya, Jaya tak mau lagi memejamkan mata. Karena bisa saja ia benar benar mati. Peristiwa itupun perlahan menyeretnya hingga lupa pada jati diri, sampai ia merasakan lubang menganga dalam tubuh. Seb...