Jaka Wiranggaleng telah meraih kembali segala yang ia kuasai. Kemampuan menyibak dimensi. Kekuatan bukan main-main yang perlu diiringi dengan kebijakan penggunaan. Bila ambisi sudah melenceng, maka bahaya membayangi.
Senjata pamungkas yang berbahaya adalah pengetahuan tentang rahasia. Disebut rahasia sebab tak boleh dibeberkan begitu saja. Ada sebab mengapa sesuatu harus tetap dirahasiakan. Tak semua insan mampu memaknai sebuah rahasia.
Apalagi rahasia itu berkaitan dengan dimensi makhluk. Semenjak dahulu sudah bergentayangan niat-niat jahat dalam aneka wujud. Mencoba membudaki makhluk dari dimensi lain. Menerobos masuk portal yang seharusnya tertutup.
"Harus dihentikan." Jaka Wiranggaleng menyibak satu pintu alam. Tujuannya jelas: Pusat Dunia. "Kemunculan diriku yang tak utuh, menyebabkan pintu-pintu terbuka. Maka aku harus menutupnya."
Pintu-pintu tersebut harus ditutup supaya terjadi keseimbangan. Alam gonjang-ganjing sebab banyak makhluk yang tak sepantasnya masuk ke alam lain. Jaka Wiranggaleng meluncur masuk ke dalam pintu yang berubah menjadi lorong dimensi. Sebutlah saja itu dengan lubang hitam. Jaka Wiranggaleng tersedot masuk, meluncur dengan kecepatan mengerikan sembari tangannya memutar-mutar membuat lingkaran di udara.
Lingkaran keseimbangan.
Sebuah ruang dunia berbentuk kubah. Yang menghampar sebagaimana kita melihat langit di atas kepala. Triliunan warna yang bakal membuat mata terhipnotis tersajikan di Pusat Dunia. Jaka Wiranggaleng harus menuju sebuah bola di pusat ruang dunia kubah ini. Di situlah berletak lubang kunci untuk mengunci semua pintu. Di situ pula tempat untuk mengetahui keberadaan siapa dan apa pun.
Ruang dunia itu dipenuhi dedaun pintu yang berbentuk bundar. Setiap pintu tersambungkan dengan yang lain melalui juluran kabel translusen hijau yang menyerupai akar pohon. Ke semuanya tersambungkan. Tidak ada satu yang putus terhadap yang lain. Disaksikan oleh Jaka bahwa sebagian banyak dari pintu-pintu itu lagi terbuka, pusaran kejadian tampak di sana. Kejadian yang harus dihentikan.
"Aku adalah anak kunci."
Bola di pusat alam itu sebesar bulan. Jaka mempercepat laju luncurannya. Ada sebuah kuil di bola yang bisa saja disebut planet. Kuil dengan puluhan tingkat menyerupai pagoda. Lingkaran bercahaya yang dibuat tangan Jaka membuka pintu lantai dasar kuil tersebut.
Tiap sisi dinding dalam ruang kuil itu menampilkan beraneka kejadian di alam para makhluk. Jaka melihat berkeliling, tak ditemukannya anak tangga untuk mencapai puncak kuil. Tempat lubang kunci Pusat Dunia berada.
Jaka tahu tempat seperti ini hanya mampu ditembus oleh para Wayah Kelana yang berkemampuan mumpuni. Sukma Ayu belum pernah sampai ke tempat ini. Sebab ia bukanlah Wayah Kelana, sebab ia hanya manusia biasa yang berambisi buruk.
"Bagaimana cara ke atas?" Jaka berkeliling mengawasi atap lantai pertama. Tidak ada celah jendela atau pun pintu di kuil ini, namun cahaya menyirami ruangan. Jaka melakukan gerakan menyibak dimensi, gerakan tangan melingkar lalu menggelombang di tengah. Lalu ia tapakkan tangannya di lantai.
Sesuatu menyembul di tengah ruangan. Ubin segienam yang menyala di pinggirannya. Jaka menerawang ubin itu menggunakan tangan. Merasa ubin itu bukanlah jebakan berbahaya, Jaka lantas menaiki ubin timbul itu. Mendongakkan kepala dan tangan menyatu diangkat ke atas, seperti orang hendak menyebur ke kolam.
"Aku adalah anak kunci." Jaka mengucapkan itu sebelum dirinya dibawa meluncur oleh semburan sinar dari pinggiran ubin segienam itu. Tubuhnya melesat menembus atap tiap lantai.
Lantai teratas kuil tersebut merupakan lantai tanpa atap yang dilintasi oleh delapan cincin emas raksasa yang saling menyilang dan berputar. Di badan cincin emas itu terdapat ukiran tulisan kuno. Ketika Jaka muncul dan menjejakkan kaki, delapan cincin itu berhenti. Kesemuanya langsung menyusut saling menumpuki. Menjadi satu keping besar koin dengan lubang di tengah. Keping koin besar itu menggelinding dan berhenti di hadapan Jaka.
KAMU SEDANG MEMBACA
ASTRAL TRAVEL AGENT
ParanormalSemenjak peristiwa yang hampir saja meregangkan nyawanya, Jaya tak mau lagi memejamkan mata. Karena bisa saja ia benar benar mati. Peristiwa itupun perlahan menyeretnya hingga lupa pada jati diri, sampai ia merasakan lubang menganga dalam tubuh. Seb...