Segala yang lalu-lalu belum sempat terutarakan pada akhirnya dengan lancar Jaya ungkapkan. Amin mendengarkan dengan seksama, tidak berujar bila Jaya belum usai bercerita.
Cerita itu tersaji di sebuah tempat makan Nasi Kucing di kawasan BSD pada malam hari. Tempat di mana seorang pelayan laki-laki bermuka lucu selalu menanggapi dengan bahasa Inggris. Tak ayal selalu saja membuat orang-orang terpingkal. Satu khas yang selalu ia katakan bilamana mengiyakan, "Alright." (diucap olehnya seperti 'olrait'). Tempatnya ramai, Jaya beranggapan bahwa mas-mas itulah yang membikin demikian.
Jadi Jaya bercerita mengenai awal mula deritanya. Kengerian nyawa hampir terenggut, insomnia, kelupaan jati diri, kerinduan yang tak tertuju, dan pesan mistis dari Eyang Wiro sampai pada bagaimana akhirnya ia mengiyakan tawaran Eyang nyentrik itu.
Amin meski sedang melahap dan sambil tertawa-tawa acapkali mas pelayan lucu itu mondar-mandir di antara meja berceletuk bahasa Inggris, ia mendengar dengan tulus. Jaya merasa ringan, ia tahu itu, karena bila keluh kesah disampaikan kepada pendengar yang tepat, beban terasa berkurang.
"Wah." Pertama yang diucapkan Amin ketika Jaya mengusaikan cerita, lalu menyedot es teh membasuh kerongkongan. "Aku tak tahu kau begitu parahnya Jay. Tapi syukurlah sekarang kau sudah mendingan. Dan sial... kau bikin aku iri dengan kerjaan barumu. Gaji ke-nol? Bos di kantor atau perusahaan mana coba yang ngasih macam gitu?"
"Ya kan? Aneh kan. Tapi namanya rejeki jangan ditolak kan Min. Aku juga sedang butuh. Dan ya, memang lagi menderita. Jadi, tidak ada ruginya aku terima."
"Betul Jay. Yang demikian itu tidak datang dua kali."
"Hmm. Tapi roman-romannya sih, Eyang Wiro ini bakal terus menggerecoki kalau misal aku tolak."
"Bisa jadi. Jay, kau perlu hati-hati olrait? Eh kok aku jadi ikutan mas-mas itu. Maksudku begini, dari yang kau ceritakan itu, aku kok merasa ada udang di balik batu. Kau merasa tidak?" Amin melahap sate usus yang habis dipanggang ulang. Sate itu disajikan oleh mas lucu dengan ungkapan, "gril-grilan is redi"
"Ada maksud tersembunyi begitu? Iya tentu saja ada Min. Aku sudah nebak-nebak dari awal. Dan dari yang Eyang Wiro bilang ke aku, ada pesan tersirat, bahwa aku memiliki kemampuan canggih. Ada hubungannya dengan Astral." Jaya mengusaikan santapan Nasi Kucingnya setelah bungkus keempat. "Astral Travel Agent. Bagaimana kedengarannya?"
"Astral. Perjalanan arwah begitu ya, perjalanan antar dimensi." Amin memuntir jenggotnya, menyipitkan mata berpikir. "Dia bilang kau bisa melakukan perjalanan astral?"
"Entahlah. Aku belum dapat bukti yang kuat Min. tapi Eyang Wiro menyiratkan begitu. Dia tahu betul deritaku Min. Heran aku dibuatnya. Seperti dia lebih kenal diriku daripada aku sendiri."
"Jadi bagaimana? Apa yang mau kau lakukan ke depannya?"
"Aku akan ikuti. Aku sudah terlanjur masuk Min. Akan kujalani pelan-pelan. Siapa tahu aku jadi tahu jati diriku. Dan yang paling penting, gajiku lebih gede dari kau!" Jaya ketawa kencang sambil menawarkan tos gelas es teh manis.
"Ya ya. Kaya dadakan kau ini ya." Amin menyambut tos gelas es teh manis itu.
Denting dua gelas dan seruan "Jaya Makhluk Astral!"
******
Si lelaki hijau duduk bersimpuh tunduk di depan Nyai Laksmi. "Maafkan hamba yang ilmunya masih ecek-ecek, Nyai."
Tiga pendekar abu-abu memperhatikan. Mereka meresah. Belum lama mereka bersama Nyai Laksmi mendapati sebuah fakta bahwa dunia mereka ada yang menyusup. Mereka-mereka yang tak seharusnya bertempat di sini. Jiwa-jiwa malang yang tercerabut paksa rohnya. Terombang-ambing di alam Watukayu.
KAMU SEDANG MEMBACA
ASTRAL TRAVEL AGENT
ParanormalSemenjak peristiwa yang hampir saja meregangkan nyawanya, Jaya tak mau lagi memejamkan mata. Karena bisa saja ia benar benar mati. Peristiwa itupun perlahan menyeretnya hingga lupa pada jati diri, sampai ia merasakan lubang menganga dalam tubuh. Seb...