Bab 25 - Menakar Moral

786 64 1
                                    

Relung hati yang dahulu berlubang-lubang kini tertambal. Tambalannya semakin kuat dan tebal seiring ciuman, pelukan dan cumbuan mereka teguk demi melegakan hausnya hasrat akibat rindu mendalam.

Obrolan panjang melarutkan malam. Bukanlah cuma obrolan enteng, lebih sering obrolan berat tentang panggilan jiwa dan timbangan moral. Pembicaraan yang terlalu serius untuk dilalui di atas ranjang.

"Menurutmu apa yang seharusnya menimpa orang-orang jahat?" adalah salah satu pertanyaan Sukma Ayu.

"Karma." Jawab Jaka.

"Jika kau menjawab karma, itu berarti ada campur tangan Tuhan?"

"Tentu saja. Karena Dia-lah yang memegang kuasa alam semesta."

"Kau percaya tentang perpanjangan tangan Tuhan?"

"Ya, aku percaya. Itulah cara kerjanya. Melalui tangan-tangan yang tak terduga. Melalui apa saja yang ada di alam ini. Balasan selalu berbanding lurus. Baik dibalas dengan baik. Jahat dibalas dengan jahat."

"Bagaimana kalau begini, katakanlah si fulan berbuat jahat. Dia adalah pejabat kaya raya yang mengendalikan orang-orang penting dengan sogokan harta. Segala urusan berharga selangit bila di tangannya. Dia berada di atas hukum. Karena itu rakyat jelata selalu tak berdaya di hadapannya. Dan itu membuat mereka menderita. Ada sebuah kasus yang mengaitkan dirinya, dan dengan bantuan sogokan itu ia mampu membalikkan fakta, membeli bukti dan menjebloskan orang tak bersalah. Orang-orang yang mengetahui kebenaran tentangnya, bila tidak dibungkam ya dihabisi nyawanya.

"Kau percaya tentang perpanjangan tangan Tuhan yang tak diduga-duga. Sebutlah ada seorang yang tak takut mati. Mengambil alih palu hakim dengan berondongan peluru panas. Orang itu membunuh si fulan kaya raya. Dengan matinya si fulan, maka penderitaan rakyat jelata berakhir. Bagaimana jika begitu?"

Jaka hening selama beberapa saat. Tentu saja hal yang baru disampaikan Sukma Ayu bertentangan dengan prinsip dirinya.

"Lagi. Pemuda hidung belang yang suka memburu gadis-gadis. Menjerat dengan bujuk rayu yang tak mampu ditolak. Segala kualitas keduniawian dia miliki. Harta dan fisik, sempurna. Penisnya adalah penis iblis. Menghujam liang kenikmatan dengan buas. Memberi lebih banyak rasa sakit daripada nikmat. Seringkali memberi akhir kematian bagi si gadis malang. Ceritanya sama dengan si fulan kaya raya, ia membeli palu hukum. Tak pernah terjerat satu kali pun. Malah hukuman yang mendera si korban. Apa balasan yang pantas buat si hidung belang?"

"Dia harus dihentikan." Jawab Jaka.

"Siapa yang akan menghentikan? Bagaimana menghentikannya?"

Jaka belum mampu menjawab. Dari banyak obrolan yang serupa seperti ini, ia sadari jawaban yang akan dia lontarkan tak mampu memuaskan Sukma Ayu. Bila ia salah ucap, kemungkinan Sukma Ayu akan diam seribu bahasa selama beberapa waktu, meski dia tahu nantinya ia akan menyerah sendiri dan meminta cumbuan tanda damai.

Maka sesudah dipikir masak-masak, Jaka menjawab. "Seseorang yang memiliki kekuatan lebih daripada si laki hidung belang."

"Kekuatan dari segi apa?"

"Apa pun."

"Kau kurang spesifik, Jaka. Hukum tak mampu menyentuhnya." Sukma Ayu memainkan rambut Jaka.

"Entahlah. Tapi kekerasan bukan jawabannya. Kematian bukan jawabannya." Jaka terpaksa membuat kecewa Sukma Ayu.

"Namun kau bilang harus dihentikan. Menghentikan total ya berarti harus dengan kematian."

Mungkinkah ini sesuatu kecil yang mengganggu batin Jaka? Sesuatu kecil yang tak melengkapi keping-keping pelengkap rindu. Sesuatu kecil yang bikin hati kadang menggigil.

ASTRAL TRAVEL AGENTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang