Rissa masih gadis remaja ketika mendapatkan pekerjaan sebagai pelayan di Adara Kafe. Sebuah kafe besar yang menyediakan berbagai kopi dari penjuru dunia. Bisa dikatakan tempat tersebut adalah surganya pecinta kopi. Desain bangunannya bergaya Mediterania yang mengacu pada konsep kerajaan Eropa pada tahun 80-an. Di mana terdapat pilar-pilar besar dan adanya lengkungan serta ornamen-ornamen hiasan pada dinding ini menambah kesan mewah.
Kini gadis itu tengah menunggu barista yang tengah meracik dua kopi, Americano dan Double Expresso yang telah dipesan oleh dua pemuda tampan yang bermata sipit memakai jas keluaran armani dan pemuda yang memiliki mata biru muda menggunakan setelan kemeja keluaran versace. Dilihat dari luarnya saja mereka pastilah orang kaya raya yang dengan mudahnya membuang uang hanya untuk segelas kopi yang harganya mampu meratakan dompet. Perlahan tapi pasti Rissa berjalan untuk mengantarkan dua gelas minuman itu. Namun, kakinya terasa kesemutan karena ia tak bisa menggunakan high heels meski sudah empat tahun bekerja di sana.
"Permisi, Tuan. Ini minumannya," ujar Rissa sambil meletakkan kedua gelas kopi hangat itu. Sang pria bermata biru muda itu terus mengamati setiap inci tubuh gadis cantik itu dengan senyuman misterius.
"Saya permisi dulu kalau ada yang dibutuhkan lagi bisa panggil saya." Gadis itu hendak pergi tetapi tangan kirinya digenggam dengan erat oleh pria bermata biru muda tadi.
"Tunggu kita belum kenalan. Perkenalkan namaku Fariz," ujar pria itu dengan senyum terang. Rissa tak menanggapinnya. Ia sibuk mencoba melepaskan tangan Fariz dari tangannya secara perlahan agar tak membuat lelaki itu tersinggung.
"Maaf, saya harus pergi." Rissa langsung pergi begitu saja meninggalkan pria itu.
"Riz, jadi lo ngajakin gue ketemuan, cuma buat nemenin lo cuci mata." Pria disebelah Fariz langsung menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Enggaklah, gue kangen sama sahabat gue ini yang baru pulang dari Jerman. Maaf, Ras insting berburu wanita gue keluar saat liat cewek hot kayak gitu. Enggak salah direktur gue rekomen tempat ini buat nongkrong."
Rasyid menyeruput sedikit Americanonya. Rasa shot expresso yang tak kuat itu ia nikmati seraya memejamkan matanya sejenak. Aroma yang menguar begitu menggodanya untuk mencicipinya lagi. Sebelumnya, ia belum pernah datang ke tempat itu, sehingga dirinya baru mengetahui betapa nikmatanya racikan kopi sang barista.
"Ya, benar tempat ini emang rekomen banget. Mulai saat ini kafe ini jadi favorit gue karena seumur hidup jadi penikmat kopi gak ada kopi seenak ini," jelas Rasyid sambi mengaduk-aduk kopinya.
"Tuh kan pilihan gue nggak salah kan. Apalagi, kalau waitress-nya mulus kayak porselen." Fariz tersenyum.
***
Beberapa menit lagi kafe hendak tutup Rissa langsung pergi ke ruang ganti untuk menganti pakaiannya. Sebuah kaos panjang berwarna biru tua dengan jeans tiga per empat yang kini ia kenakan. Pakaian itu lebih layak ia pakai daripada setelan kerjanya dengan belahan dada rendah dan rok satu jengkal diatas lutut. High heels yang ia kenakan pun sudah berganti sepatu kets bewarna putih.
Tepat saat ia keluar dari kafe kedua pria tadi juga keluar, membuatnya salah tingkah dengan tatapan Fariz yang seolah-olah ingin menelanjanginya. Fariz yang melihat gadis itu seperti baru saja mendapatkan emas. Lelaki itu tak akan melepaskan kesempatan untuk mengenal perempuan itu setelah tadi tak berhasil mengetahui namanya. Semakin ditolak maka semakin ia mendekat.
"Nona, kau juga mau pulang ya?" ujar Fariz basa-basi tak mempedulikan tatapan sahabatnya yang menyuruhnya secara tak langsung untuk menghentikan aksinya.
"Seperti yang Anda lihat," jawab Arissa malas.
"Kalau begitu bagaimana jika kuantarkan pulang. Tak baik jika seorang gadis pulang malam-malam sendirian."
"Lebih tak aman lagi jika Nona ini pulang bersamamu. Bisa tidak? Jika kau sedang bersamaku jangan mengganggu perempuan? Aku muak menyaksikannya. Ingat kau sudah mempunyai lima anak." Akhirnya, Rasyid mengeluarkan suaranya juga. Ia jengah dengan perilaku Playboy seperti Fariz yang membuatnya ingin muntah.
Rissa yang baru saja mendengar suara Rasyid langsung terpesona seketika dengan suara santai namun tegas yang terdengar lembut itu. Baru ia sadari pria rupawan itu sangat tampan. Entah kenapa cara kerja jantungnya berubah mendadak seperti tengah bersenam.
"Saya sudah terbiasa pulang sendiri jadi tak usah repot-repot." Rissa dengan berat hati melangkahkan kakinya meninggalkan pria bermata sipit itu.
"Ras, apa maksud lo gue punya lima anak. Cewek aja enggak punya gimana punya anak?" Fariz berdecak kesal dengan kelakuan sahabatnya itu.
"Emang lo punya lima anak, 'kan. Lima anak kucing, maksud gue," jawab Rasyid santai. Namun, langsung membuat Fariz bertambah kesal.
Tbc ....
Kalau ada typo & EBI yang tak tepat & sejenisnya ngomong, ya.
18 September 2016
Rewrite: 20 Juni 2017
KAMU SEDANG MEMBACA
Unintended Marriage (Lagi Buka Privat)
General FictionCERITA DIPRIVAT Follow=> masukin library baru bisa baca kalau gak di log out dulu. Sequel dari Hidden Husband (Remake from AIP) Dulu ketika kecil aku berharap dapat menikah dengan orang yang kucintai dan semesta mengabulkan. Aku Arissa Husein dapat...