10. Permintaan

25.3K 1.9K 132
                                    

Sesampainya di ibu kota Jawa Barat, Rasyid segera menata barangnya di kamar hotel Yokotel yang telah ia pesan sebelum menuju ke rumah sakit. Matanya mulai tak berkompromi karena hari semakin petang, mungkin akan berganti hari lagi. Namun, bagaimana lagi dia harus membantu adiknya yang sedang kesusahan.

Tak butuh waktu lama menuju RSI Sentosa Bandung karena jaraknya dari hotel hanya sekitar seratus meter. Qila terus menunduk ketakutan. Jemarinya terus ia remas untuk mengurangi rasa takutnya.

Di depan kamar nomer 219 terlihat gadis cantik terlelap dari tidurnya. Qila cepat-cepat mencari dokter jaga. Dibawanya Rasyid ke ruang dokter yang menangani perempuan yang terbaring di brangkar tadi.

Beruntungnya dokter itu piket sehingga masih ada di ruangannya. Dokter paruh baya itu langsung berdiri menyambut kedatangan Qila. Meski sudah berkepala lima lelaki itu tampak masih tampan. Ditambah lagi dengan senyum menawannya.

"Dok, bagaimana keadaannya?" tanya Qila takut.

"Dia sudah sadar tadi. Saya memberinya obat bius karena sedari tadi dia menangis karena kakinya lumpuh total."

Derai air mata membanjiri wajah Qila. Rasyid yang mendengar itu langsung mengelus punggung adiknya mencoba menenangkannya.

"Ayahnya akan datang besok."

"Terima kasih infonya, Dokter Vano." Rasyid membaca name  tag  dokter itu. Lalu, membawa kembali adiknya ke hotel.

***

Mentari akan segera tiba dari ufuk timur. Suara kokokkan ayam berselang-seling membuat Rissa tersadar fajar telah tiba. Dirinya bergegas mengambil air wudhu. Tak pernah ia sangka dia hanya akan berada sendirian di rumah. Mertuanya telah pergi sejak tadi jam dua dini hari.

Setelah membersihkan diri dan sholat, Rissa segera mengemasi barang-barangnya, sebelum menuju rumah yang akan ia singgahi bersama sang suami. Tak butuh waktu lama untuk mencapai rumah kediaman suaminya. Dirinya hanya membutuhkan beberapa menit menuju rumah bertingkat dua itu yang masih terlihat asri. Ditatapnya setiap penjuru ruangan terdapat oranamen-ornamen klasik yang membuatnya terasa di tahun delapan puluhan. Terdapat guci-guci tua di sana.

Rumah itu benar-benar tampak asing untuknya. Sebuah senyum terukir setelah Rissa memasuki kamarnya. Terlihat sebuah foto di nakas. Potret dirinya yang sedang bermain dengan anak panti asuhan. Ternyata waktu itu benar Rasyid mengambil gambarnya diam-diam.

Sebuah pesan singkat ia terima dari Rasyid.

To: Rissa
From: Rasyid
Assalamualaikum,

Kamu sudah makan?

To: Rasyid
From: Rissa

Walaikumsalam.
Sudah. Mas?

To: Rissa
From: Rasyid

Ini baru makan. Nanti Mas telepon lagi, ya.

***

Rasyid dan Qila sudah berada di depan kamar inap perempuan yang ditabrak Qila. Terlihat ayah gadis itu menangis sambil mengusap dahi anaknya. Tak sengaja lelaki tua itu memandang ke arah jendela yang tirainya setengah tersibak. Pria paruh baya itu langsung keluar menemui Rasyid dan Qila.

Tanpa basa-basi lelaki itu bertanya kepada kakak beradik itu siapa diri mereka.

"Kalian siapa?" tanyanya dengan tatapan tajam.

Qila hanya terdiam membisu.

"Maaf, Pak. Saya Rasyid. Ini Qila adik saya. Kami--" Belum sempat Rasyid meneruskan perkataannya, lelaki di hadapannya telah menyelanya.

Unintended Marriage (Lagi Buka Privat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang