Waktu sudah menunjukkan sepertiga malam, tetapi pekerjaan pria bermata sipit ini tak kunjung selesai. Sejak tadi lelaki tampan itu meneliti setiap debit dan kredit hasil usahanya yang mengalami penurunan dibandingkan satu bulan yang lalu. Ia menghela nafas sejenak. Melonggarkan dasi yang serasa mencekik leher putih bersihnya.
Rasa kantuk kian menjadi. Padahal lelaki ini sudah meminum tiga cangkir kopi, tetapi rasa kantuk tak kunjung menghilang. Wajahnya tampak sayu.
"Mikayla, bisa kamu pesankan bakmi goreng pedas di pertigaan dekat toko mebel. Beli dua ya. Satu untuk saya, satu untuk kamu," pinta Rasyid kepada sekertarisnya.
"Baik, Pak." Gadis cantik itu segera menata meja kerjanya sebelum pergi membeli bakmi goreng. Tak jauh dari perusahaan Rasyid terdapat sebuah kedai sederhana yang buka dua puluh empat jam. Pemilik kedai itu adalah sepasang lansia yang memiliki tiga puluh dua pekerja yang dikelompokkan menjadi empat. Setiap delapan pekerja, bekerja selama enam jam dalam sehari.
Sekitar dua puluh menit bakmi goreng level lima sudah tersaji di hadapan Rasyid. Aroma khasnya membuat lelaki yang dilanda kelelahan itu bisa tersenyum lagi. Rempah-rempah khas masyarakat Jawa sangat kental pada bakmi itu memberi kenikmatan yang tak terkira kepada para penikmatnya.
"Maaf, Presdir. Saya sudah menyelesaikan tugas saya. Boleh saya pulang terlebih dahulu?" tanya Mykaila ragu.
Rasyid hanya mengangguk mengiyakan. Lelaki ini masih terpaku dengan kelezatan bakmi yang disantapnya.
***
Pagi yang indah sama seperti senyum Aqila. Perempuan itu telah merapikan beberapa pakaian kerjanya karena akan pergi ke Bandung. Wanita ini langsung mencari-cari keberadaan ibu serta anaknya untuk pamit sebelum pergi ke luar kota dalam rangka perjalanan bisnis.
"Umi, Qila pamit mau berangkat ke Bandung selama satu sampai dua bulan." Perempuan itu langsung memeluk hangat ibu tercintanya.
"Iya, hati-hati." Nyonya Adelia tersenyum seraya mengelus-elus punggung anaknya.
"Umi, lihat Azmi enggak? Qila menatap ibunya lembut.
Belum sempat Nyonya Adelia menjawab suara nyaring cucu perempuannya sudah menjadi jawaban pertanyaan anak wanitanya.
"Umi! Aku di sini!" teriak Azmi di gendongan Rasyid.
"Sayang, Umi pamit ya." Aqila mengambil anaknya yang berada di gendongan kakak tercintanya.
"Umi tapi jangan ama-ama perginya, ya?"
"Iya, Cantik." Aqila mencubit gemas pipi anaknya.
"Mas, Ras. Tumben sore udah pulang?"
"Dari kemarin kan udah lembur. Mas capek kalau kerja terus."
"Makanya jangan jadi workaholic."
"Di rumah juga bingung mau ngapain kalau enggak kerja."
"Makanya cepet nikah. Kamu itu udah punya keponakan loh, Ras. Masak gak pengin gendong anak sendiri," sambung Nyonya Adelia dengan senyuman jahil.
"Umi, lupa ya calonnya baru ketemu kemarin."
"Ya udah, langsung lamar terus nikah." Aqila ikut mengompori. Perempuan ini senang sekali menggoda kakak yang terlahir beberapa menit lebih awal darinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Unintended Marriage (Lagi Buka Privat)
Fiksi UmumCERITA DIPRIVAT Follow=> masukin library baru bisa baca kalau gak di log out dulu. Sequel dari Hidden Husband (Remake from AIP) Dulu ketika kecil aku berharap dapat menikah dengan orang yang kucintai dan semesta mengabulkan. Aku Arissa Husein dapat...