Fariz yang melihat kondisi Jelina semakin memburuk tampak bersedih. Dirinya takut kehilangan temannya itu. Andai waktu bisa diulang lagi ia berharap masih bisa bersama Javier dan Jelina seperti dulu. Ruangan yang didominasi warna putih itu menjadi saksi seorang Fariz bisa menangis.
Perlahan-lahan Jelina membuka matanya. Di tatapnya Fariz lekat."Riz, kamu di sini?" tanya Jelina dengan suara parau.
"Seorang sahabat sejati tidak akan pernah meninggalkan sahabatnya bukan?"
Jelina tersenyum.
"Boleh aku minta tolong. Katakan pada Camelia kalau aku sangat menyayanginya. Aku minta maaf tidak bisa menjadi kakak yang baik."
"Aku tidak akan pernah mau mengatakannya. Aku ingin kau membuktikan ucapanmu sendiri dengan tindakan. Menjaga dan menyayangi Camelia."
"Riz, umurku sudah tak panjang lagi. Tinggal menunggu waktu saja malaikat maut menjemputku."
Fariz menggenggam erat tangan Jelina, "berjuanglah Jel. Waktumu masih panjang. Aku percaya itu."
***
Keluarga besar Rissa bisa berkumpul kembali meski dengan cara yang menyedihkan. Hari ini omanya meninggalkan dunia ini untuk selamanya saat sholat berjamaah di masjid. Perempuan baya itu selama hidupnya selalu mendedikasikan hidupnya untuk membantu orang yang berkebutuhan khusus. Dirinya sangat baik.
Javier terus menangis memandang nisan yang baru itu. Dirinya tak peduli waktu tetap terus berjalan. Namun, ia enggan pergi meninggalkan kuburan itu.
"Ayo, Res. Kita pulang mami dan papi sudah menunggu," ujar Adara sambil mengguncang tubuh kakaknya.
"Kau pulanglah bersama papi dan mami. Aku masih ingin di sini."
"Kak, apa dengan adanya kau tetap di sini semua akan berubah? Apakah yang sudah tak bernyawa bisa hidup kembali? Kita yang masih bernyawa harus tetap melanjutkan hidup."
Adara juga sedih tetapi mau bagaimana lagi memang semua yang bernyawa pasti akan mati. Dirinya harus ikhlas apapun yang terjadi.
"Kak Res, aku juga sangat kehilangan saat ayah, ibu, dan adikku meninggalkan dunia ini tapi aku sadar jika aku menangis terus seperti yang dilakukan kakak pasti hanya akan sia-sia. Ayo, kita pulang dan berdoa kepada Allah," ucap Rissa.
Akhirnya, Javier mau berdiri lalu kembali ke rumahnya. Meski dia masih sedih karena nenek tercintanya meninggalkannya selama-lamanya.
***
Satu setengah tahun kemudianHari terus berlalu rasa rindu selalu menemani Javier di setiap nafasnya hampir dua tahun. Semua orang yang ia cintai pergi meninggalkannya. Dirinya berharap waktu bisa diputar kembali tapi sayangnya tidak.
Di saat dirinya berjalan tak tahu arah ada sebuah mobil yang hendak menerjangnya tapi ada sebuah tangan yang menariknya jauh menyelamatkannya.
"Kau bodoh. Kalau mau bunuh diri jangan di sini!" Suara itu adalah suara yang ia rindukan. Ucapan Fariz itu membuatnya tersenyum. Setidaknya dia tahu lelaki itu masih peduli dengannya.
"Semua orang akan menjadi bodoh dan tak tahu arah saat mereka tak mempunyai tujuan," jelas Javier dengan senyuman yang terlihat begitu miris.
"Mas, kok tega sih ninggalin aku!" teriak seorang wanita sambil mendorong kereta bayi.
Javier langsung menoleh begitu mendengar suara itu. Dia begitu kaget melihat siapa wanita itu. Pandangannya dengan istri Fariz itu sulit diartikan. Tak pernah ia sangka Fariz akan menikah dengan wanita itu. Adik dari suaminya Rissa.
"Jangan menatap istriku seperti itu!" ucap Fariz dengan senyum mengejek.
"Lo nggak nikah sama Jelina?" tanya Javier tak formal seperti dulu ketika sekolah. Jadi, selama ini dirinya bodoh menganggap kalau Jelina akan menikah dengan Fariz saat gadis itu menelpon. Ingatannya kembali ke masa lalu."Jav, besok aku akan menikah dengan Fariz di Hongkong. Doakan kami, ya."
Tawa Fariz meledak membuat kesadaran Javier kembali lagi.
"Gue selalu menganggap Jelina itu sahabat. Sebaliknya pun begitu. Gue memang melamarnya waktu itu tetapi ternyata dia mencintai orang lain."
"Benarkah?" Javier tak percaya.
"Iya, kalau gak gue nggak mungkin nikah sama Qila yang paling manis ini," ujar Fariz sambil mencubit pipi istrinya.
"Mending kita ngobrolnya terusin di rumah saja," ujar Qila yang langsung mendapatkan persetujuan dari kedua lelaki itu.
Mereka pun pergi ke rumah bergaya Eropa milik Fariz yang terlihat jelas arsitekturnya begitu berkelas. Javier langsung duduk di kursi kayu yang panjang di sebelah Fariz sementara Qila menidurkan anaknya di kamar tetapi sebelumnya ia membuatkan minuman untuk suaminya dan Javier.
"Terus lo kok bisa nikah sama Qila?"
"Gue kan sering main ke rumah Rasyid terus sering ngobrol sama Qila tentang kucing. Kadang kalau gue ke luar negeri gue titip Erlise sama Qila. Jadi deket deh. Begitu sadar gue suka sama dia, langsung gue lamar dan diterima. Nikah deh."
Javier langsung paham.
"Sebenarnya Jelina cinta sama lo," ungkap Fariz dengan suara tegas.
Ucapan Fariz membuat Javier terdiam sejenak.
"Lo nggak bohong, kan?"
Fariz mengangguk.
"Iya, banyak alasan kenapa dia tak menunjukkan kalau dirinya mencintaimu. Sampai sekarang gue juga nggak tahu alasan itu."
"Lalu, Jelina di mana?"
Javier mengguncang tubuh Fariz dengan tatapan penuh harap.
"Gue gak tahu. Terakhir gue nemenin dia di rumah sakit. Namun, seminggu kemudian dia udah nggak ada di sana. Kemungkinan dia pindah keluar negeri untuk berobat atau udah tiada. Dia mengidap penyakit kanker darah, Jav."
Javier tak pernah menyangka kalau wanita yang ia cintai ternyata sakit keras. Pandangannya pun kosong.
Tamat tapi ada extra part.
C
inta itu sederhana tetapi keadaan membuatnya semakin rumit. Jangan salahkan keadaan tapi salahkan dirimu yang tak bisa merubah keadaan itu.
4 Februari 2017
KAMU SEDANG MEMBACA
Unintended Marriage (Lagi Buka Privat)
General FictionCERITA DIPRIVAT Follow=> masukin library baru bisa baca kalau gak di log out dulu. Sequel dari Hidden Husband (Remake from AIP) Dulu ketika kecil aku berharap dapat menikah dengan orang yang kucintai dan semesta mengabulkan. Aku Arissa Husein dapat...