22. Suara Hati

22.5K 1.7K 45
                                    

Cerita ini publish kembali didedikasikan untuk semua pembaca setia. Maaf, sempat menghilang dari peradaban. Saya balik prinsip awal. Cintai dan hargai apa yang kita punya meski orang lain membenci dan tak menghormati.

100 hari lagi jika Allah tidak mengambil nyawa saya pasti saya akan kembali lagi update cerita. Thanks.

Javier berhenti melangkah seketika tatkala, netranya menangkap seorang gadis yang amat ia rindukan tengah duduk bersama seorang pria yang tak lain pernah menjadi teman dekatnya, Fariz. Terlihat dari ujung jalan yang terbatas pintu kaca, Fariz mengeluarkan sebuah kotak cincin yang kemudian dipasangkan di jemari manis milik Jelina. Hati Javier terasa sakit sekali. Tak kuasa melihat pemandangan itu, dirinya menjauh seketika menahan air mata yang entah kapan akan menetes.

Jelina yang diperlakukan semanis itu oleh Fariz bukan tersenyum, tetapi malah menahan sesak di dada. Mungkin jika wanita lain dilamar oleh pujaan hati pasti akan senang bahkan tersenyum bahagia. Tidak untuk wanita berkulit malay ini, dirinya mengerti benar bahwa lelaki di hadapannya hanya kasihan kepadanya bukan mencintainya.

Jelina melepas cincin indah itu seraya tersenyum. Meski batinnya menjerit sakit.

"Maaf, Riz. Aku tahu kau tak mencintaiku. Kau hanya kasihan kan karena aku sakit?" ujar Jelina seraya mengambil tangan kanan Fariz. Dibukanya telapak tangan itu, ditaruh cincin itu di atasnya.

"Jel, tidak. Aku serius ingin menikah denganmu. Aku tak peduli, kau sakit atau apa. Maafkan aku selama ini memperlakukanmu dengan buruk." Fariz memandang lekat Jelina, mencoba meyakinkan gadis itu namun tetap sama hasilnya. Penolakan.

"Aku tahu sampai saat ini, kau hanya mencintai Camelia seorang. Jadilah temanku sampai akhir hayatku. Aku hanya butuh itu, Riz."

Fariz menggenggam kedua tangan Jelina dengan senyum manis, "baiklah kalau itu maumu. Jangan menyesal jika nanti aku menikah dengan orang lain. Aku janji sampai kapanpun kita teman. Berjuanglah Jel, aku yakin kau bisa sembuh. Kalau ada apa-apa kau bisa hubungi aku kapanpun."

Jelina mengangguk dengan senyuman yang jelas dipaksakan.

"Aku tak yakin kau akan menikah dengan wanita. Jangan-jangan kau menikah dengan Erlise," canda Jelina yang langsung ditanggapi dengan tawa Fariz.

"Kau tahu hanya Erlise  dan kau yang tulus padaku, tetapi kau menolakku."

***

Rissa yang tengah mencari jepitan di nakas tak sengaja melihat selembar kertas yang dilipat kecil. Dibukanya kertas itu. Setelah ia baca, bibirnya terangkat membentuk senyuman. Sebuah puisi cinta yang jelas ditujukan untuknya. Perempuan itu tahu dari satu baris yang menyebutkan namanya. Dirinya langsung mengerti kalau suaminya itu ingin membacakan puisi untuknya yang jelas bukan karya pria itu karena itu bukan tulisan tangan Rasyid. Rissa hafal sekali itu tulisan Camelia. Masih teringat jelas kalau gadis itu sering kali menulis puisi atau quote saat menonton drama.

Suara Camelia memanggilnya membuatnya terkejut. Cepat-cepat ia sembunyikan puisi itu.

"Masuk saja, Mel!"

Camelia masuk dengan kruknya.

"Mbak Ris, jadikan ngambilin ponsel Camelia di restoran?" tanya Camelia dengan senyum mengembang.

"Jadi, dong."

"Dandan yang cantik, ya. Soalnya restoran itu restoran sangat mewah," jelas Camelia yang sebenarnya tidak ada hubungannya dengan pakaian. Perempuan ini bingung mengatakan apa agar Rissa menggunakan pakaian yang indah karena malam ini adalah malam ulang tahun Rissa.

"Iya," jawab Rissa tanpa curiga. Dirinya mengerti setelah membaca puisi itu pasti Camelia dan Rasyid merencanakan suatu hal untuknya.

"Taksinya udah dateng loh. Jangan lama-lama ya, Mbak."

Rissa mengangguk. Camelia langsung kembali ke kamrnya.

"Malam ini aku bisa nonton drama Korea tanpa diledek mereka," Batin Camelia sambil terburu-buru menyalakan televisi.

***

Rissa melangkahkan kakinya di restoran yang begitu mewah. Suasananya begitu romantis. Suara gesekan biola dan lantunan piano mengalun, menghiasi malam itu. Kakinya terhenti saat melihat suaminya tersenyum sedang duduk menatapnya lekat.

Rissa yang tadi hanya menggunakan pakaian sederhana langsung menggantinya dengan gaun bewarna pastel lembut setelah tahu kalau suaminya membuat kejutan untuknya. Rasyid langsung melangkahkan kakinya menjemput sang istri. Ia gandeng wanitanya itu menuju kursi.

"Mas, ini indah sekali," ujar Rissa diakhiri dengan senyuman seraya memandang ke kanan dan kiri.

"Kamu suka?" tanya Rasyid lembut.

"Iya, terima kasih. Aku enggak menyangka Mas Rasyid ngerayain ulang tahunku seperti ini."

"Harusnya aku yang mengucapkan terima kasih sama kamu karena udah mau di sisi aku selama ini. Ngomong-ngomong kamu kok enggak keliatan terkejut?" tanya Rasyid yang merasa janggal dengan perilaku istrinya. Pasalnya Rasyid tadi bilang akan pergi ke luar kota kepada Rissa.

Rissa mengambil kertas berisi puisi yang ada di sakunya. Rasyid yang melihat itu langsung menepuk wajahnya pelan.

"Yah, ketahuan. Gak jadi kejutan dong. Padahal aku kan mau bacain puisi itu untuk kamu sekarang biar romantis ceritanya."

***

Javier membawa sebuah kotak kado untuk sepupunya karena ia tahu hari ini ulang tahun Rissa. Diketuknya pintu jati itu perlahan namun keras. Tak butuh waktu lama pintu itu terbuka memperlihatkan wajah Camelia yang sepertinya habis menangis.

"Siapa?" tanya Camelia dengan suara tak jelas karena di mulutnya penuh dengan makanan kepada Javier yang menghadap ke belakang.

Javier yang membelakangi Camelia itu langsung membalikkan badannya. Mata mereka saling bertemu. Tatapan Camelia berubah menjadi tatapan rindu sementara Javier memandang perempuan itu dengan perasaan yang campur aduk. Ini adalah pertemuan kedua mereka setelah Javier kembali ke Indonesia.

"Mel, aku mau ketemu Rissa," ujar Javier akhirnya dengan suara sedikit kaku.

"Mbak Rissa lagi makan malam sama Mas Rasyid. Ada apa?"

Javier langsung memberikan kotak kadonya kepada Camelia.

"Tolong berikan ini kepada Rissa! Bilang dari kakak sepupunya, Ares."

Camelia mengambil tas berisi kado itu. Ia gantungkan di kruknya.

"Baik. Kamu mau masuk minum dulu atau apa?"

"Enggak. Rasanya tidak enak sekali bertamu ke rumah seorang wanita bersuami tanpa ada suaminya di rumah."

Jelas ucapan Javier itu menyindir Camelia. Perempuan itu mengerti sekali dengan ucapan Javier.

"Kamu marah denganku, Jav? Maaf aku menikah tanpa memberikanmu kabar. Jujur aku masih mencintaimu."

Javier tersenyum getir.

"Tak pantas seorang istri mengucapkan cinta kepada lelaki lain. Semua tentang kita sudah berakhir. Kamu sendiri yang memilih menjadi istri kedua suamimu daripada menungguku. Terima kasih berkatmu aku sadar hanya Jelina yang patut aku perjuangkan," ucap Javier sebelum pergi. Camelia menangis lagi tapi bukan karena drama yang ia tonton melainkan kenyataan yang menyakitkan.

***
Maaf aku suka lupa ngasih notes. Kukasih di sini aja.

Tahi angin: gerimis
Laal: intan merah
Mileneris: pakaian pelengkap
Malay: kulit kecokelatan khas Asia Tenggara, sawo matang
Hazel: mata berwarna kecoklatan khas Asia

Tbc ...

Btw, nanti Javier sama Jelina punya lapak sendiri, tetapi enaknya judulnya apa, ya?
Mohon maaf jika tutur kata & perilaku saya menyakiti Anda.

   25 Desember 2016
M

eccaria

Unintended Marriage (Lagi Buka Privat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang