4. Kebenaran yang Tersembunyi

27.2K 2.2K 32
                                    

Assalamualaikum,

Terimakasih yang udah meluangkan waktunya untuk sekadar vomments.

Happy reading,

***

Salah satu desain rumah yang kerap dibawa pulang ke Indonesia adalah rumah bergaya Maroko, yang dipengaruhi oleh gaya arsitektural Moorish. Gaya arsitektur ini memiliki ciri khas ukiran rumit, pintu melengkung, dan kain berwarna-warni yang sedikit mencolok di dalam ruangan.

Moorish merupakan gaya rumah yang berkembang di masyarakat Moor di kawasan Afrika Utara dan semenanjung Liberia. Masyarakat Moor mengalami masa kejayaan pada masa kejayaan Islam di negara-negara tersebut, sekitar abad ketujuh hingga abad kesembilan.

Moorish Architecture juga kerap ditemukan di negara-negara Spanyol, Portugal, dan India. Namun, rumah khas Maroko memiliki ciri khas tersendiri.

Terletak di Afrika Utara, sebagai salah satu dari tiga negara yang memiliki garis pantai sepanjang Atlantik dan Mediterania, Maroko dikenal sebagai negara yang subur. Karena itu, mereka memiliki ciri khas arsitektur taman yang bernama Riad Maroko.

‘Riad’ berasal dari bahasa Arab ‘Ryad’ yang artinya taman. Tak seperti kebanyakan rumah yang menempatkan taman di bagian depan atau belakang, Riad Maroko menempatkan taman di bagian tengah. Sementara itu, bangunannya biasanya terdiri dari dua lantai mengelilingi taman dengan lorong penghubung antar ruangan terbuka.

Keindahan gaya bangunan tersebut yang disukai oleh keluarga besar Rasyid. Rumah megah mereka didirikan bergaya Arsitektural Morish meski berada di perumahan umum.

Kini Nyonya Adelia tengah terduduk di kursi jati berukiran teratai di riad. Menikmati cahaya matahari yang cocok untuk kesehatan tulang. Wajah tuanya tampak masih terlihat muda meski sudah berkepala lima. Tak jarang ia melakukan olahraga seperti jogging, yoga, dan senam.

"Assalamualaikum, Umi," ujar Qila yang baru sampai di ambang pintu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Assalamualaikum, Umi," ujar Qila yang baru sampai di ambang pintu. Ia berjalan mendekati ibunya. Mengecup singkat dahi perempuan paruh baya itu.

"Walaikumsalam, Qil. Kok cepet pengajiannya?" tanya Nyonya Adelia dengan senyum terukir.

"Ya, kan enggak mampir-mampir. Umi, aku tadi ketemu Arissa loh."

Nyonya Adelia langsung bangkit dari tempat duduknya tatkala mendengar nama gadis itu. Dahinya membentuk kerutan samar.

"Beneran? Seperti apa dia sekarang?"

"Cantik, Umi. Persis dengan ibunya waktu muda. Pokoknya sama kayak foto yang Umi pajang di ruang keluarga."

"Benarkah? Semirip itu dia dengan Kanaya?"

Aqila tersenyum, "jika Umi tak percaya tanya saja dengan, Mas Ras."

"Kalau begitu Umi mau ke kamar kakakmu dulu."

Wanita paruh baya itu bergegas menuju lantai dua untuk menemui Rasyid. Hatinya begitu senang mendengar kabar baik itu. Sudah sejak lama dia mencari berita seputar keluarga temannya itu.

"Assalamualaikum, Ras." Nyonya Adelia mengetuk pintu dengan semangat. Tak butuh waktu lama putra kesayangannya telah membuka pintu dengan menggendong Azmi.

"Wa'alaikumsalam, Umi. Ada apa?"

"Pokoknya ada hal penting."

Nyonya Adelia langsung duduk di sofa berwarna ungu tua.

"Umi, mau tanya bener kamu sama Qila udah ketemu Arissa?"

Rasyid mengangguk.

"Gimana kalian bisa ketemu?" tanya Nyonya Adelia antusias.

"Azmi, main dulu sama umi. Ayah mau cerita sama Eyang Uti."

Azmi mengangguk. Bocah kecil itu langsung turun dari sofa dan berlari keluar.

"Sebenarnya Rasyid mau cerita ke Umi dari kemarin tapi Umi kayaknya sibuk. Rasyid pertama kali ketemu Rissa di Bandara waktu itu dia enggak sengaja menabrak Rasyid. Terus untuk yang kedua kalinya kami bertemu di Kafe tempat dia bekerja. Rasyid merasa gak asing sama wajahnya mencari tahu dia  dari tempat kerjanya dan ternyata dia itu anaknya Tante Kanaya. Pantes kok wajahnya mirip."

"Lalu, keluarganya masih di Bandung?"

"Rissa udah enggak punya keluarga. Kedua orangtuanya dan adiknya meninggal beberapa tahun yang lalu karena kecelakaan."

"Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji'uun."

Air mata menitik begitu saja dari mata indah Nyonya Adelia. Ternyata sahabat karibnya telah meninggalkan dunia ini sejak lama. Betapa menyesalnya dia tak mencoba mencari tahu keberadaan mereka sejak lama.

"Lalu, Rissa tinggal dengan siapa?"

"Kalau sekarang sendiri, Umi. Dulu, dia tinggal di panti asuhan."

"Rabbana, kasihan sekali Rissa."

Nyonya Adelia tak kuasa membayangkan gadis itu besar tanpa keluarganya.

"Kapan-kapan kalau luang, kamu anter Umi ketemu Rissa, ya?"

"Iya, tapi Umi jangan kaget jika bertemu dengan Rissa. Dia tidak seperti yang ada dibayangkan Umi selama ini. Umi juga jangan berkomentar apapun saat bertemu Rissa."

Nyonya Adelia hanya mengangguk paham.

***

Rissa sedari tadi menangis. Ia tak kuasa mengingat kejadian tadi pagi. Di mana dirinya menyaksikan Rasyid bersama wanita yang ia kira istrinya Rasyid. Entah kenapa hatinya belum pernah sesakit ini mencintai seorang pria.

Sebuah panggilan telepon mengganggu aktivitasnya. Dia menoleh ke sumber suara. Ternyata tertera nama Rasyid di sana. Meski hatinya terluka ia mencoba menahan rasa sakit itu untuk sejenak mengangkat panggilan dari lelaki yang ia sukai.

"Assalamualaikum!"

"Waalaikumsalam. Ada apa ya?" tanya Rissa sambil menahan tangisnya.

"Kamu besok sibuk enggak? Kalau enggak boleh kita ketemuan?"

"Untuk apa?"

"Ibu saya ingin bertemu dengan kamu."

"Maaf, saya besok kerja lembur," tolak Rissa lalu mengakhiri panggilan tersebut.

Perempuan ini tak mau lagi bertemu dengan Rasyid apalagi keluarganya karena itu hanya semakin menyakiti hatinya. Dirinya tak sanggup melihat kebersamaan keluarga itu.

Tbc ...

Sorry typo. Hasil ngetik diparkiran soalnya anak2 belum pada pulang. Motor gak bisa keluar ya terpaksa nangkring di parkiran daripada nganggur aku mengetik.
Ada yg masih inget sama Kanaya gak?

22 November 2016
Rt: 22 Juni 2017

Unintended Marriage (Lagi Buka Privat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang