Kesabaran

552 31 0
                                    

Azmi POV

Hari demi hari tangan ini semakin memerah karena memar bahkan rasanya kini sangat perih, aku seorang perawat tentu aku tau apa yang harus aku lakukan tapi itu tidak mengurangi rasa sakit, sakit dihatiku kala Bang Sultan mengayunkan rotan itu pada tanganku.

Kutatap tanganku dan terlihat kulitnya mengelupas kasar, merah dan sedikit bengkak. Lalu kutatap wajah Bang Sultan yang masih tertidur.

"Apa aku harus melanjutkannya?"

Aku melangkah keluar kamar dan masuk kedapur untuk membuat sarapan. Tapi nyeri ditanganku menghalangi aktivitasku, sulit sekali menggerakkan tanganku karena bengkak.
Selagi aku berfikir bagaimana cara untuk membuat sarapan, pintu rumahku diketuk dan aku berfikir siapa yang pagi pagi datang bertamu. Kuhampiri pintu dan kubuka ternyata mertuaku datang.

"Assalamualaikum Ami"

"Waalaikumsalam Mah" jawabku dan seperti biasa aku segera mencium tangan mamah, tapi karena nyeri aku sedikit meringis.

Mamah membalik tangnku dan nampaklah telapak tanganku yang memar.

"Astagfirullah, kenapa tangan kamu seperti ini?" Tanya Mamah mertuaku kaget melihat kondisi tanganku yang memar

"Ga apa apa kok Mah, ini cuma memar" ucapku menenangkan

" Mana Sultan? Papah akan beri pelajaran dia" ucap Papah mertuaku dengan nada tinggi

"Pah, tenang ini bukan perbuatan Bang Sultan" (maaf aku berbohong) "Ami kemarin jatuh Pah, dan tangan Ami terkena batu batu jadi memar begini"

Papah mertuaku menghampiriku dengan tatapan tidak percaya, "Kamu yakin?"

"Ia Pah, Ami tidak bohong"

"Ya sudah Mamah bantu siapin sarapan ya, Mamah tadi masak nasi goreng sekarang kita siapin buat sarapan bareng bareng ya" ucap Mamah mencairkan suasana. Aku lalu mengikuti mamah menuju dapur sedangkan Papah memilih keruang tv sambil menunggu sarapan siap.

"Maafkan Mamah ya Ami"

"Maaf? Untuk apa Mah?"

"Untuk setiap sikap Sultan yang tidak baik terhadapmu "

Aku terdiam terpaku tapi lalu kusunggingkan senyumku "Bang Sultan kan suami Ami, sikapnya yang baik atau buruk harus Ami terima. Lagi pula Ami yang memilih Bang Sultan kan?"

Wajah Mamah terlihat memaksakansenyum, "Terimakasih ya Ami, semoga Allah segera merubah sikap Sultan terhadapmu"

"Amin" senyumku

Sarapan sudah selesai, Sultan sudah siap dimeja makan bersama Papah. Aku ingin mengambilkan sarapan tapi dicegah oleh Mamah, "Mamah yang ambilkan, tanganmu sakit kan?"

Sultan menoleh kearah Azmi yang menatap balik suaminya itu.
"Ami bisa kok Mah" sanggahku

"Sultan, kamu tau tangan istrimu memar??"

Bang Sultan diam tidak menjawab dan melirik kearahku.

"Bang Sultan tau Pah, nanti Ami kerumah sakit untuk periksa"

"Sultan kamu dengar, istrimu sangat baik. Jangan sia sia kan dia" nada bicara Papah seakan menyindir Bang Sultan. Tapi Bang Sultan hanya diam dan menikmati sarapannya.

"Sudah.. sudah kita sedang makan, jangan emosi Pah"

"Puluhan tahun kita menikah, apa pernah Papah main fisik sama Mamah?"

Mendengar itu seakan semua kebohonganku tergoyahkan, sepertinya Papah tau yang sebenarnya. Semua hening, hanya Bang Sultan yang masih melanjutkan makannya. Setelah selesai membereskan ruang makan, Mamah pamit nelanjutkan acaranya.

"Mamah berangkat ke Bandung 3 hari ya, kalau ada apa apa kamu kabarin Mamah" ucap Mamah padaku "Dan kamu Sultan, jaga istrimu. Kalian ini suami istri maka sudah sepantasnya kalian saling menjaga. Mamah mau setelah Mamah kembali luka ditangan Ami sudah sembuh" kini Mamah menasehati Bang Sultan.

"Kalau terjadi seperti ini lagi, Papah yang akan bertindak, kamu tidak perlu khawatir" ucap Papah sebelum pergi

Setelah mamah dan papah berangkat tinggallah aku dan Bang Sultan yang siap pergi ke kantor.

"Masuk ke mobil" ucapnya sekilas

"Apa?" Tanyaku bingung

"Cepat, masuk ke dalam mobil. Saya yang kunci rumah"

Aku masih mematung, tapi tatapannya membuatku sadar dan mengikuti ucapan suamiku untuk masuk kedalam mobil.
Tak lama Bang Sultan menyusul masuk ke dalam mobil.
Dalam mobil Bang Sultan membantuku yang kesulitan memakai sabuk pengaman.

"Kita mau kemana Bang?" Tanyaku tapi Bang Sultan tidak menjawab hanya fokus pada jalanan.

Beberapa waktu kami hanya diam sampai tiba tiba Bang Sultan bertanya sesuatu yang tidak pernah aku sangka sangka.

"Apa kamu menyesal? Tentang pernikahan ini?"

Aku terdiam mendengarnya tapi sedetik kemudia dapat ku kuasai pikiranku, "Mungkin aku ini bodoh, tapi kata kata menyesal itu baru terbersit saat Abang mengatakannya barusan. Kalau ditanya begitu mungkin bukan penyesalan seperti yang Abang pikir yang aku rasakan, tapi penyesalan yang berbeda"

"Penyesalan seperti apa?"

"Penyesalan bahwa suamiku bukan seperti yang aku bayangkan, bukan suami yang aku idam idamkan. Tapi dari semua ini aku bersyukur karena Abang mengajarkan banyak hal untukku. Salah satunya adalah kesabaran"

Mobil berhenti disebuah parkiran dan ketika itu aku baru menyadari bahwa Bang Sultan membawaku ke sebuah rumah sakit.

"Berapa lama kamu bisa bertahan dengan semua ini?"
Bang Sultan menatapku, akupun menatap matanya, "Selama Allah menentukannya"
Hening sejenak, sampai Bang Sultan menyuruhku turun.

"Tunggu disini, saya mau daftar dulu" Bang Sultan mendaftarkan aku sedangkan aku menunggu di ruang tunggu.

Aku masuk keruang UGD, dan Bang Sultan menemaniku.

"Wah, kenapa ini Bu? Tangannya sampai seprti ini?" Tanya perawat yang menanganiku

"Saya jatuh sus" ucapku berbohong

"Jatuh?" Perawat itu diam sejenak dan menatap Bang Sultan "Oh, ia sepertinya harus dijahit Bu" ucap dokter yang berada disebelah perawat tadi

"Jahit dok?"

"Ia Pak, tangan istri bapak robek karena sepertinya lukanya berulang, hanya 2 sampai 3 jahitan saja Pak"

"Sus lanjutkan ya, beri suntikan kebal lalu jahit 3 jahitan tangan yang kanan dan 2 jahitan tangan kiri " perintah dokter pada perawat lalu pergi meninggalkan kami

Saat itu juga Bang Sultan pergi keluar ruangan karena menerima telpon. Perawat yang menanganiku memberika edukasi dan mengajak mengobrol, ya aku dulu sangat ingin menjadi perawat karena aku bisa melakukan hal yang membantu tapi Bapak melarangku untuk bekerja.

"Ibu maaf kalau saya boleh tau, apa benar laki laki itu suami ibu?"

"Benar sus, dia suami saya. Ada apa ya sus?" Tanyaku balik

"Oh, ga apa apa Bu, cuma..." perawat itu tidak melanjutkan ucapannya, hanya tangannya yang cekatan memberika pertolongan pada tanganku

"Luka ini ya sus?"

Aku dan perawat itu bertatapan

"Sebenarnya..."

------------
Bersambung ya..
Makasih voment nya
20sept2016

3 DaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang