Bab 6

2K 240 12
                                    

Mark

"Lo yakin ini alamat rumahnya?"

"Yakin. 100%"

"Nggak salah?"

"Ya nggak lah! Masa gue bisa salah info?"

"Kan cuma nanya. Gitu aja udah bawel."

"Udah, udah." Kata Hans. "Lebih baik kita masuk aja."

Kami berlima--ditambah dengan Inspektur Garang--berjalan mendekati gerbang rumah yang sebenarnya lebih mirip seperti istana kerajaan--tentunya dalam skala kecil. Rumah tersebut pastilah rumah orang pejabat atau konglomerat tajir saking mewahnya.

"Permisi," sapa Inspektur Garang seraya menekan interkom.

"Ya?" jawab seorang pria dewasa dari balik interkom.

"Saya Inspektur Satu Calen Kosasih. Saya ingin menemui Vio Anyelir untuk menanyakan beberapa pertanyaan."

"Maaf, tapi apa hubungan Nona Vio dengan aparat kepolisian?"

"Sesuatu yang sangat rahasia yang tak bisa saya ceritakan. Saya mohon Anda untuk membuka gerbang dan mengijinkan saya untuk masuk."

"Dan anak-anak..?"

"Mereka membantu pekerjaan saya."

Sejenak tak ada suara apa-apa dibalik interkom. Lalu akhirnya terdapat respon, "Baik. Silahkan masuk."

Otomatis, pintu gerbang terbuka perlahan dan akhirnya berhenti begitu bukaannya sudah luas. Selama berjalan, aku sempat melihat banyak perkarangan bunga yang berisi variasi bunga-bunga yang ditanam--bahkan aku memergoki Neng sedang asik selfie dengan gaya mesra-mesraan.

Tak terasa, kami pun sampai di depan rumah mewah itu. Pintu mahoni itu terbuka, menampakkan seorang pria bertubuh sigap dan berpakaian ala pegawai kantoran.

"Mari, ikut saya."

Kami pun mengikuti pria tersebut. Perabotan-perabotan dan pajangan di sini sangat banyak dan mahal sekali. Bahkan hasil pekerjaanku sebagai Komisioner aja belum tentu mampu membeli satu barang-barang di sini. Sudah pasti orang ini benar-benar kaya--mungkin kekayaannya dua kali lipat dari kekayaan keluarga Hans.

Rupanya di belakang rumah terdapat sebuah beranda luas beserta air mancur yang ditengahnya ada patung Cupid kecil yang sedang memanahkan panahnya. Di dekat kolam air mancur, seorang gadis berpakaian casual terus menatap layar laptopnya dengan kegirangan. Sesekali dia mengambil cangkir di sampingnya lalu dituangkan ke mulutnya.

Sangat khas dari anak keluarga kaya.

"Nona Vio, ada tamu," ucap si pria terkesan sopan.

Gadia tajir yang bernama Vio itu cuma menatap pelayannya dengan tak peduli. "Oke, tinggalkan kami."

Si pelayan memberi hormat lalu pergi, meninggalkan kami bersama gadis sok kaya itu.

"Jadi," ucapnya tanpa merasa peduli dengan kehadiran kami. "Ngapain kalian ke sini?"

"Kami ingin menanyaimu tentang temanmu, Anna Natalia. Juga tentang Elise Hanayani." Ujar Sera serius.

Cewek itu menatap Sera seolah-olah baru saja bertemu dengan malaikat kematian. Refleks, kedua tangannya menyilang di depan dada. Kakinya mengetuk lantai perlahan-lahan lalu sementara matanya mulai melirik-lirik di sekeliling tempat. Jelas, cewek ini lagi gelisah.

"Gue nggak tahu banyak." Tukasnya sebisa mungkin menghindari tatapan Sera. Dia berbohong. "Kalo lo mau cari tahu soal Elise, mendingan tanya yang lain aja. Ngapain tanya gue?"

Kutukan Nada [2]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang