Bab 18

1.3K 183 5
                                    

Mark

Sera akhirnya mengumpulkan semua orang di dalam Ruang Musik. Tidak hanya kami berempat saja. Ada inspektur Cal, Bulan, Gita si Ketua OSIS, Lindy, Dave, Anton, dan--anehnya--Pak David si guru BK.

"Terima kasih karena kalian mau datang pada malam ini. Maaf bila aku menganggu kalian," ucap Sera memulai.

"Huh, asal lo tau, gue sibuk tau! Jadi mendingan cepetan!" ujar Anton.

Sera menutup matanya dan saat membukanya, memperlihatkan ekspresi keseriusan yang biasanya ia tampilkan ketika akan melakukan deduksi ala detektif di buku-buku fiksi itu.

"Sejauh ini, terdapat tiga korban dalam kejadian ini. Anna Natalia, Vio Anyelir, dan Emi Lestari. Semuanya berhubungan erat dengan Kutukan Nada, kutukan yang dimulai oleh bunuh diri seorang siswi bernama Elise Hanayani.

"Kita juga tahu bahwa Elise memiliki hubungan dekat dengan dua korban pertama dan seorang siswi yang meninggal setahun bernama Zeni Febriani. Dari data kepolisian, ada sebuah kebetulan yang mencurigakan. Inspektur, apa benar bila obat dosis dalam kandungan tubuh Elise melebihi kadar normal?"

"Benar," aku Inspektur Cal. "Dosisnya melebihi kadar normal. Belum lagi, hasil otopsi mayat Zeni mengatakan bahwa ada kandungan obat tidur. Jenisnya pun sama dengan milik Elise dan dibeli dari toko yang sama."

"Lalu apa hubungannya?" sahut Lindy.

Pertanyaan itu dijawab Hans secara spontan. "Jelas, dari fakta itu, bisa dikatakan bahwa Zeni ada hubungan lebih dalam pada kasus ini.

"Nah, sebelum kita ke tahap berikutnya, aku ingin menginformasikan sesuatu. Inspektur, apa Anda membawa bukti yang kuminta?"

"Ya. Kubawa."

"Nah, sebelum Anda perlihatkan, apa Bapak sudah melakukan pemeriksaan sidik jari?"

"Ya."

"Apa sidik jarinya cocok dengan orang-orang di sini?"

"Ya. Sudah saya periksa."

"Baik. Itu baru pertama. Yang kedua, Bapak sudah memeriksa kertas yang kita temukan di kardus?"

"Ya." Alis Inspektur mengerut heran. "Memangnya kenapa kamu bertanya lagi, Hans? Kan kamu sudah tahu jawabannya."

"Tidak ada, Pak. Oh, bisa Bapak perlihatkan bukti pertama kepada kami semua."

Inspektur hanya bisa menggeleng kepala dan mengeluarkan kantung vinil dari saku celananya. Di dalam kantung itu terdapat seutas tali sepatu berwarna putih.

"Tali sepatu?" gumanku lalu menatap Hans. "Han, apa mungkin ini--"

"Senjata pembunuh," tandas Neng. "Ini senjata yang dipakai pelaku untuk mencekik Anna, kan? Terbukti dari bekas berpola yang terdapat di leher Anna."

"Benar sekali. Tali ini ditemukan di tong sampah dekat gerbang sekolah. Beruntung inspektur sempat mengambilnya sebelum diambil oleh petugas kebersihan. Kalo nggak, mungkin bukti ini akan hilang untuk selamanya," ucap Hans melanjutkan "Dan inspektur, bisa beritakan hasil sidik jari di tali sepatu ini?"

"Ya. Ada dua sidik jari yang berbeda. Satu diketahui sebagai sidik jari korban sementara satunya lagi..."

"Ya?"

Inspektur menatap Dave dengan serius. "Satunya diketahui sebagai sidik jari Dave Arnold."

***

"Tu-Tunggu sebentar," sahut Dave tidak terima. Kepanikan tercetak di wajahnya. "Pasti ada semacam kesalahan. Mana mungkin gue mencekik Anna!"

"Tidak ada kesalahan, Dave," ujar Hans tajam. "Hasil pemeriksaan sudah terbukti benar. Dan lagi, lo memiliki motif dan sarana yang mampu melaksanakan rencanamu."

Kutukan Nada [2]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang