Mulmed: Moonlight Sonata, Beethoven
Jane
Pandanganku berubah menjadi linglung dan merasa pusing. Ada yang salah.
"Jen? Lo kenapa?"
Taylor datang menghampiriku dengan wajah cemas. Beberapa helaian rambutnya mengenai wajahku.
"Jane Steffanie Valinda Olivia, elo kenapa sih?! Kok muka lo merah gitu? Sakit?"
Aku berusaha untuk bangkit berdiri sembari menegakkan tubuh. Hari masih pagi. Jam menunjukkan pukul 6 pagi. Tapi keadaanku terasa tidak oke banget. Rasanya aku lelah, lemas, dan ingin tidur.
"Kayaknya... gue kena demam deh."
"Ya udah, lo ke Ruang UKS aja. Nanti gue kasih tau Pak Bill."
Aku mengucapkan terima kasih pada Taylor dan berjalan pelan menuju Ruang UKS. Berhubung kelasku terletak tak jauh darisana, aku pun langsung tiba kurang dari lima menit. Kalau jauh, bisa-bisa aku malah pingsan di koridor deh.
Saat aku membukakan pintu, aku melihat Bu Ratna selaku perawat di sekolah yang sedang berbicara dengan seseorang.
Bu Ratna langsung mengangkat kepalanya ke arahku. "Ah, Jane. Ada apa, Nak?"
"Hm, badan saya nggak enak, Bu."
"Demam?" tanyanya. Aku mengangguk kepala.
"Oke, kalau begitu, kamu tidur di kasur dulu ya. Ibu masih ada keperluan di luar. Kalau kondisi kamu nggak membaik, kamu pulang aja ya."
Aku mengangguk kepala dan Bu Ratna langsung beranjak pergi. Lalu aku pun tertidur pulas.
***
Entah berapa lama aku sudah tertidur. Yang pasti saat aku bangun, langit sudah gelap. Kucari jam dinding di dalam ruangan lalu menatap jam yang sudah menunjukkan pukul 5 sore.
Gawat! Aku ketiduran seharian! Matilah, ibu bakalan marah!
Tanpa banyak pikir, aku berlarian menuju kelasku unuk mengambil tas. Untung kelasnya belum dikunci. Saat berlari menuju pintu keluar, telingaku langsung mendengar alunan musik yang tenang sekaligus terkesan mengerikan. Suara itu tak lain adalah suara lagu Für Elise.
Siapa yang mau memainkannya pada jam segini?
Penasaran, aku bergerak mendekati asalnya. Tidak butuh orang jenius untuk tahu bahwa alunan tuts itu berasal dari Ruang Musik. Yah, soalnya sekolah ini cuma punya dua piano saja. Satunya merupakan piano lama yang disebut sebagai piano terkutuk. Sementara satunya lagi merupakan piano yang merupakan sumbangan dari pihak yayasan dan ditaruh di aula. Untungnya piano di sana tidak sebesar piano di Ruang Musik, jadi gampang untuk dipindahkan. Tapi yang membuatku terkejut adalah ada orang yang memainkan piano itu.
Kalau dilihat dari kejauhan, dia terlihat seperti cewek SMA. Oke, sebenarnya tidak juga. Roknya hitam, alih-alih berwarna abu-abu. Rambutnya lumayan panjang. Tangannya memainkan piano dengan lembut tapi terkesan seram.
Pertanyaannya, siapa dia?
Mengenalnya pun tidak. Dan lebih anehnya, rasanya ini bukan pertama kalinya aku melihat sosok cewek ini.
Tok! Tok! Tok!
Dia tidak menoleh. Hmm, apa dia tidak sadar kalau aku mengetuk pintu Ruang Musik? Aneh, padahal Ruang Musik bukan ruangan kedap suara kok. Jadi dia seharusnya menyadari suara ketukan pintu. Apa mungkin dia terlalu sibuk dengan permainan musiknya sampai-sampai tidak sadar?
KAMU SEDANG MEMBACA
Kutukan Nada [2]
Mystery / ThrillerThe Grudge Series #2 Lima bulan setelah insiden peneroran MOS, kehidupan SMA Jane, Sera, dan Mark terlihat santai-santai saja. Hingga suatu hari, seorang gadis meminta ketiganya untuk menolong masalah di klubnya secara diam-diam. Lalu di saat yang b...