Chapter 11

15.4K 1K 3
                                    

Dion menggeser tubuhnya hingga kini posisinya ada di samping Bianca. Bianca sudah tidak sadar. Mungkin kelelahan karena meronta-ronta dan perlakuan Dion padanya.

Tampang Bianca parah sekali, kemeja dan bra masih menempel di tubuhnya namun terbuka begitu saja, banyak tanda merah yang ditinggalkan Dion di leher dan payudaranya. Bibirnya pun agak sedikit bengkak karena ciuman Dion yang memaksa. Bagian bawah tubuhnya polos. Dion sukses membuka celana dan cd yang dikenakan Bianca, sisa-sisa sperma milik Dion bercecer di daerah selangkangannya.

Tampang Dion pun sama berantakannya. Ia tertidur di samping Bianca, bugil. Tidak tertutup selimut atau apapun.

Bianca tersadar, ia terbangun. Dan menyadari apa yang telah terjadi. Pukul 5 pagi, menurut jam di meja kecil milik Dion. Bianca berusaha menarik tangannya yang diikat Dion ke tiang kasur. Pelan-pelan ia berusaha. Cukup lama hingga ia baru bisa membebaskan sebelah tangannya. Dengan bantuan tangannya yang bebas, Bianca membuka ikatan dasi itu.

Ia bangkit dan memungut celananya. Dengan cepat memakainya dan merapikan bra dan kemejanya. Ia ingin segera lari dari tempat ini.

Ketika ingin keluar, ekor mata Bianca melihat cat semprot di pojok kamar Dion.

Bianca mengambilnya.

Ia menyemprot bingkai foto milik Dion dengan cat merah yang ada di tanggannya.

Lalu ia mencoret tembok Dion yang polos itu dengan cat yang sama. Bianca kemudian keluar, menyambar tas dan kunci mobil yang ia letakan di meja semalam. Lalu pergi.

****

Dion terbangun dengan kepala yang berat, ia pusing bukan main. Namun ia juga merasa ada suatu ketegangan dalam dirinya yang sudah tersalurkan.

Ia bangkit dan melihat kasurnya berantakan. Parah. Ia berusaha mengingat apa yang terjadi semalam sehingga ia tidur dengan keadaan telanjang seperti ini.

Dion memijat-mijat pelipisnya dan bangun dari kasur, seketika ia tersentak menemukan coretan di dinding kamarnya.

BFF?
BEST FUCKING FRIEND!!!
YOU FUCKING RAPIST!!!

Tertulis dengan cat merah di dindingnya.

Dion segera menyadari apa yang terjadi semalam.

'Oh Shit. Bianca maafin gue' ujarnya dalam hati.

Dion segera berlari ke kamar mandi. Membersihkan diri lalu mengenakan pakaian yang diambil asal dari lemarinya.

Ia keluar dan menemukan apartnentnya kosong. Lalu ia segera turun ke parkiran. Menuju apartment Bianca.

Ia harus minta maaf kepada sahabatnya itu. Ia mabuk, tapi itu bukan alasan untuk meniduri sahabatnya sendiri.

Di kepalanya terngiang-ngiang jerit tangis Bianca memintanya untuk berhenti.

'Anjis, kenapa gue kaya binatang banget semalem' umpat Dion

Sesampainya di apartment Bianca, ia langsung masuk tanpa berkata-kata. Apartment itu kosong. Dion segera membuka pintu kamar pribadi Bianca. Kosong juga.

Terlihat pintu lemari yang terbuka, sepertinya Bianca pergi. Tapi kemana dia? Tanya Dion dalam hati.

Dion lalu menghubungi ponsel Bianca. Namun nomornya tidak aktif.

Ia mengubungi satu-per-satu teman wanita Bianca. Namun semuanya tidak tahu dan balik bertanya. Malas menjelaskan, ia mematikan telfonnya.

Lalu Dion menelfon Raffi, sepupu Bianca yang tinggal di Bali. Menghubungi Raffi malah menimbulkan masalah baru.

Dion pusing bukan main. Ia mencoba menelfon Bianca lagi. Namun hasilnya sama.

"Anjing!!!" Maki Dion seraya membanting ponselnya ke lantai kamar Bianca.

****

Bianca mengendarai Toyota Crown miliknya menuju Bandung. Hatinya masih perih, begitu juga beberapa bagian tubuhnya. Terutama bagian tubuh bawah.

Bianca sadar, ia sudah tidur dengan beberpa pria. Namun bukan berarti Dion bisa seenaknya 'memakainya' seperti itu. Kuasa atas tubuhnya, sepenuhnya milik Bianca. Ia ingin tidur dengan siapa, itu hak nya. Bukan pemaksaan seperti yang di lakukan Dion semalam.

Air mata mengalir deras ke pipi, Bianca tak henti-hentinya menangis. Ia sangat tidak menyangka sahabatnya sendiri memperlakukannya seperti itu.

Bianca sudah sampai di rumah sederhana milik Bi Yanti. Asisten Rumah Tangga yang dulu di pekerjakan oleh Mamanya sewaktu di Bali.

Saat semua keluarganya meninggal dalam kecelakaan pesawat, Bi Yanti yang ada disisinya. Hingga Bianca memutuskan kuliah di Jakarta, Bi Yanti pun pulang ke rumahnya di Bandung.

Bi Yanti masih terbilang muda. Umurnya baru 38 tahun. Namun sejak umur 19 tahun sudah mengabdi ke keluarga Bianca. Mengurus Bianca dari kecil.

Dengan ragu, Bianca mengetuk pintu rumah Bi Yanti. Sosok yang begitu ramah terseyum ketika melihat Bianca berdiri di amabang pintu.

"Ya Alloh, Neng. Ko gabilang kalo mau mampir" seru Bi Yanti

"Iseng aja, Bi" sahut Bianca

"Ayok atuh masuk" ajak Bi Yanti

Bianca masuk ke dalam rumah sederhana milik Bi Yanti, lalu duduk di kursi rotan yang tersedia.

"Bentar yaa, Bi Yanti ambilin minum"

Bianca mengangguk, lalu Bi Yanti masuk ke dalam rumah.

"Ada angin apa atuh, Neng Bianca dateng kesini?" Tanya Bu Yanti seraya meletakan gelas berisi air putih diatas meja.

"Aku mau nginep sini, Bi. Boleh?"

"Ya atuh boleh pisan, Neng. Tapi seadanya, Neng Bianca mau emang?" Tanya Bi Yanti

"Gapapa, Bi" jawab Bianca.

***

Malamnya Bianca tidur di Lantai beralaskan kasur tipis. Ia merenungkan keadaannya saat ini.

Benarkah tindakannya sekarang? Menyepi untuk menenangkan dirinya.

Atau perlukah ia memaki-maki Dion secara langsung? Menjambak rambutnya, menamparnya, apapun.

Bianca menarik nafas panjang. Berusaha menenangkan diri. Berdamai dengan keadaannya.

*

4 hari bolos kerja, ketika datang Bianca dimarahi habis-habisan oleh atasannya. Namun Boss besar Bianca yang selama ini tahu kinerja Bianca tak bercela memahaminya.

Ia sudah pindah ke apartment lain. Nomor handphonenya pun ia ganti hingga keluarganya saja yang tahu. Untungnya nomor HP untuk bekerja tidak diketahui oleh orang lain selain di kantor.

Untuk sementara, Bianca bisa menghindar dari Dion

TBC

Dont forget to vote and comment. Thankyou

BFF [COMPLETED] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang