Chapter 20

12.7K 1K 2
                                    

Bianca, Evan, Dion dan Bi Yanti sudah mendarat di Bandara Internasional Soekarno-Hatta. Menunggu jemputan yang di minta Dion.

"Anterin Bi Yanti loh, Yon" kata Bianca mengingatkan.

Setelah mengantar Bi Yanti ke rumahnya. Mereka semua langsung menuju rumah milik Ayah dan Bundanya Dion.

"Makasih yaa, Mas Danu" kata Dion kepada sang supir yang mengantarkan mereka.

"Aku deg-degan. Yon" kata Bianca

"Relax, darl" kata Dion sambil berjalan santai menuju rumahnya sambil menggendong Evan dan menjinjing tas berisi baju Evan dan Bianca. Di belakangnya, Bianca berjalan hati-hati.

Dion sudah mengabarkan kepulangannya bersama Bianca dan anaknya. Bu Lidya dan Pa Wijaya menyambut mereka di teras .

"Akhirnyaaaaa...." hanya itu yang di ucapkan Bu Lidya.

"Hallo, Om, Tante" sapa Bianca seraya menicum tangan kedua orang tuanya Dion

"Eh ko Om sama Tante? Manggilnya Bunda aja sama Ayah" kata Bu Lidya.

Bianca hanya tersenyum

"Jadi ini? Cucu eyang?" Kata Bu Lidya

"Ayo Evan, salim sama Eyang" titah Bianca

Evan mengulurkan tangannya malu-malu dari balik gendongan Dion

"Eyang itu apa, Dad?" Tanya Evan polos membuat yang lainnya tertawa.

"Di dalem aja ayo ngobrolnya, masa di teras" kata Pa Wijaya

Akhirnya mereka semua masuk ke rumah Dion.

Rumahnya dari luar tampak sederhana. Namun dalamnya cukup luas dan sangat nyaman.

"Al, barangnya bawain ke dalem gih. Di kamar Marlo aja. Kamar kamu kan sempit" ujar Bunda

"Evan sama Bianca sini aja. Bunda pengen ngobrol-ngobrol" pinta Bunda seraya mengajak Bianca dan Evan duduk di sofa ruang keluarga.

"Kamu dari kapan di singapore?" Tanya Bunda

"Udah hampir 2 tahun, Bun" jawab Bianca

"Jangan gitu lagi yaa, pusing loh Al nyariin kamu" ujar Bunda.

Bianca menganguk

"Sini, Evan mau di pangku sama eyang-ti ga?" Tanya Bunda

"Mau ga sayaang?" Tanya Bianca.

Evan menatap Bianca, seolah meminta izin. Bianca mengangguk. Lalu Evan mengulurkan lengannya ke arah Bunda

"Bisaa yaa ni anak mirip banget sama Al" kata Ayah sambil duduk disamping Bunda

"Ya namanya juga anaknya" jawab Bunda

"Nama lengkapnya siapa, Bi?" Tanya Ayah

"Evan Wijaya Sambadha" jawab Bianca

Ayah tersenyum mendengar nama lengkap Evan

"Bagus yaa namanya. Makasih loh Bi. Kamu mau nyelipin nama keluarga ini di nama anakmu" kata Ayah

"Iyaa Ayah. Kan gabisa bohong juga soal bapaknya Evan. Jadi yaa menghargai nama keluarganya Dion" jawab Bianca

"Bisa dituker ga tuh?" Tanya Ayah

"Maksudnya?" Tanya Bianca heran

"Wijayanya jadi di belakang hehehe" jawab Ayah. Bianca bingung ini lelucon atau betulan

"Apaan sih Ayah. Udah untung Bianca mau nyantumin keluarga kita" sahut Dion dari arah kamar lalu duduk di samping Bianca

"Jadi kapan kalian mau nikah?" Tanya Bunda.

Bianca langsung menoleh ke Dion. Tak menyangka akan di todong pertanyaan seperti itu.

"Nanti lah Bun, baru 3 hari ketemu masa udah nanya nikah aja" jawab Dion

"Tapi kalian udah punya Evan loh" sahut Bunda

"Iya Bun, kalau bisa secepetnya. Tapikan harus liat kondisi. Bianca ada kontrak kerja di singapore. Mau nikah kan banyak juga yang harus diurus" ujar Dion

"Yaudah, pokoknya kalau bisa secepetnya yaa"

Dion menggangguk. Bianca hanya diam saja. Ia tidak mau berkomentar apapun. Ia belum siap menikah dengan Dion.

Makan malam selesai, karena kedatangan tamu spesial 'Bianca-Evan' Chef Wijaya mengambil alih dapur untuk membuat menu spesial.

Semua memuji masakan Ayah. Meskipun sudah pensiun, tangannya tetap ahli mengolah bahan masakan.

Bianca sedang merapikan meja makan, mengangkut piring-piring kotor.

"Taro aja sayang. Besok pagi si mbok surti dateng ko" kata Bunda yang sedang mengajak Evan nonton kartun

"Eh beneran nih, Bun?" Tanya Bianca.

"Iya gapapa"

Lalu Bianca ikut kumpul di ruang keluarga.

"Malem ini Evan bobo sama eyang-ti yaa?" Kata Bunda

"Eh gausah Bun. Repot entar kalo Evan rewel" kata Bianca

"Udah gapapa, Evan mau yaa?" Tanya Bunda pada Evan

Evan yang fokus nonton kartun pun hanya mengangguk.

"Evan biasa tidur jam berapa, Bi?" Tanya Bunda

"Jam 8an bun" jawab Bianca

"Yaudah Bunda bawa ke kamar yaaa" kemudian Bunda dan Ayah membawa Evan kekamar.

"Kita kamar ga?" Tanya Dion

"Baru jam setengah 9" jawab Bianca

"So? Emang kamu ga cape seharian ini?"

"Cape sih" jawab Bianca

"Yaudah ayok ke kamar" Dion menarik tangan Bianca. Membawanya ke kamar Mas Marlo.

"Aku belum ngantuk tauu" kata Bianca. Ia sudah duduk di pojokan kasur.

"Yaudah disini sama aku, pillow talk"

"Ngomong apaan?"

"Masa depan kita" jawab Dion

"Hah. Ngaco"

"Serius aku tanya, kamu mau ga nikah sama aku?" Tanya Dion

"Aku gatau. Sumpah aku gataa... emhhhh"

Dion menyela kalimat Bianca dengan ciumannya. Ciuman kali ini tidak kasar. Tidak menuntut. Tapi lembut dan hati-hati.

Bianca tidak merespon ciuman Dion, sehingga Dion mengigit bibir bawah Bianca. Reflex, Bianca membuka bibirnya. Lalu lidah Dion pun bermain.

Bianca mulai membalas ciuman Dion, yaaa biology win. Kebutuhan biologis mereka berdua sudah sampai ubun-ubun.

Dion melingkarkan lengannya di pinggang Bianca menarik Bianca untuk lebih rapat, sementara Bianca mengalungkan lengannya di leher Dion.

Ciuman Dion turun ke leher Bianca, sedangkan tangannya mulai bergerak mengelus-elus punggung Bianca.

"I love you" bisik Dion di telinga Bianca, kemudian menggigit kecil daun telinga itu.

'Shit, dion' Bianca sudah mulai mendesah ketika Dion meletakan kedua tangannya di dada Bianca

Dengan lembut, Dion meremas kedua payudara milik Bianca.

"Darl, will you?" Tanya Dion sambil mengecup dagu Bianca

"What?"

"Making love with me" Dion meneruskan kalimatnya

Bianca tak menjawab, ia kemudian merengkuh rahang Dion dengan kedua lengannya, lalu mencium bibir Dion.

Perlakuan Bianca dianggap sebagai jawaban 'ya' oleh Dion. Maka ia pun melepas blouse yang dikenakan Bianca.

Kali ini, tanpa perlawanan. Tanpa paksaan. Mereka berdua sama-sama menikmati apa yang mereka lakukan.

Detik berikutnya, hanya erangan dan desahan lah yang keluar dari mulut Bianca dan Dion

TBC

Dont forget to vote and comment. Thankyou

BFF [COMPLETED] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang