Chapter 15

11.8K 1K 11
                                    

Evan Wijaya Sambadha.

Umurnya sudah hampir 2 tahun. Sudah bawel sudah pandai berlari kesana kesini. Kulitnya sama seperti ibunya. Bianca. Tipe skin pale. Tapi fisiknya mirip sekali seperti Dion. Seperti replika-miniatur atau Dion Mini. Terserah pilih yang mana.

Bianca kesal sendiri karena anaknya tidak mewariskan apapun dari Bianca selain warna kulit dan warna mata Bianca, abu muda.

Hari pertama Bianca cuti, ia menghabiskan seharian waktunya di unit apartmentnya. Bermain bersama Evan. Semua yang ingin Evan mainkan hari ini, di penuhi oleh Bianca. Malam harinya Bianca berjanji besok akan mengajak Evan ke zoo park untuk melihat binatang. Evan setuju.

Malam ini, setelah dibacakan dongeng oleh Bianca. Ia tertidur dengan memeluk ibunya.

"Mommy. Mommy!!! Ayok bangun" seru Evan sambil berloncat ria diatas kasur

Bianca membuka matanya perlahan. Lalu bangkit dan memeluk Evan

"Good morning, my prince" sapa Bianca

"Morningg mom. Ayo mom. Kita ke zoo" ajak Evan

Bianca bangun dengan malas-malasan. Menggendong Evan menuju ruang makan. Sudah ada Bi Yanti yang menyiapkan sarapan untuk mereka.

"Pagi, Bi"

"Pagi, Neng. Pagi de Evan" sapa Bi Yanti

"Bi hari ini aku sama Evan mau ke kebun binatang. Bibi ikut yuu" ajak Bianca

"Engga ah, Neng. Bibi disini aja"

"Bener, Bi?"

"Iyaaa, Neng"

"Yaudah, Bi. Minta tolong mandiin Evan yaa. Aku mau mandi sekalian siap-siap"

Bi Yanti mengangguk. Bianca langsung masuk kamar dan bersiap-siap.

Setelah selesai mandi, ia mendengar ponselnya berdering.

Alejandro Dewanata calling

Terpampang di layar HPnya.

"Pagi, Bian. Bisa ganggu sebentar?" Tanya Pa Alo

"Iya, Pa. Kenapa?"

"Ini loh yang meeting sama Pa Alex. Saya masih belum ngerti konsep kamu. Bisa bantu saya hari ini pas presentasi sama Pa Alex?"

"Duh Pa. Saya kan lagi cuti" jelas Bianca

"Iyaa, mangkanya saya minta tolong banget sama kamu, Bian. Cuma sampe jam 11 siang ko. Kamu boleh langsung pergi abis itu"

"Duh gimana yaa, Pa" Bianca sibuk mencari alasan untuk menolak

"Udah usahain ya, saya tunggu kamu 1 jam lagi di kantor. Makasih loh Bian"

Sambungan telfon terputus.

"Shit. Pa Alo seenaknya gitu deh. Kesel gue" kata Bianca pada dirinya sendiri.

Ia siap-siap. Memakai pakaian semi-formal.

Saat keluar kamar, Evan sudah siap, mengenakan kaus biru kesukaannya dan celana jeans pendek santai. Memakai sepatu berwarna senada.

"Evan, sayaaang. Mommy ke kantor dulu yaa. Sebentar. Ada urusan penting" kata Bianca berlutut di depan anaknya.

Evan tampak kecewa. Dalam hati Bianca menyesal membuat anaknya kecewa seperti ini.

"Evan ikut Mommy, ke kantor. Gimana? Tungguin mommy sebentar. Terus kita ke zoo. Mau?" Tawar Bianca

Evan terlihat senyum kembali. Lalu ia mengangguk antusias.

"Bi, Bi Yanti. Bibi ikut yaaa. Jagain Evan pas aku meeting"

"Duh, Neng. Bibi belum ganti" sahut Bi Yanti

"Ganti bi sekarang. Aku tungguin"

Lalu ketiganya berangkat menuju kantor Bianca.

"Bibi sama Evan mau tunggu di ruangan aku apa di Lobby aja?" Tanya Bianca

"Ruangan, Neng dimana?" Tanya Bi Yanti

"Di lantai 7. Ini kita di lantai 2 Bi. Aku meeting disitu" Bianca menunjuk ruangan di pojok

"Yaudah. Tunggu sini aja" jawab Bi Yanti

Lalu Bianca membungkuk di depan anaknya.

"Tunggu sini yaa sayaang. Mommy kerja dulu"

"Yes. Mommy" jawab Evan sambil mengangguk lucu

"Kalo ada apa-apa telfon aku ya Bi" kata Bianca pada Bi Yanti.

Kemudian ia berjalan menuju ruang meeting. Pa Alo bersorak senang ketika Bianca masuk.

"Tinggal tunggu Pa Alex" sahut Pa Alo.

Bianca menunggu dalam diam. Pa Alex yang katanya akan jadi rekan bisnis belum datang juga. Bianca kurang tahu siapa Pa Alex ini. Katanya sih adenya temen Pa Alo.

Kemudian seorang pria masuk, diiringi dengan sekertaris dan mungkin ajudannya juga ikut masuk. Pa Alo menyambutnya dengan ramah. Saat Bianca bangkit dari kursi ingin menyambut juga. Seketika ia mati kutu. Ia sangat kenal dengan orang ini.

"Bianca, nih partner saya. Pa Alex. Alexander Wijaya" kata Pa Alo memperkenalkan.

Bianca berupaya menjaga ekspresinya. Ia mengulurkan tangan, yang di sambut dengan cengkraman kuat. Bianca menunduk. Tak berani menatap mata coklat muda yang berdiri di depannya itu.

"Ayo, Pa Alex silahlan duduk" kata Pa Alo.

Akhirnya. Tatapan tajam dari Dion Alexander Wijaya itu mereda.

Ia duduk di seberang Pa Alo. Bianca duduk persis di samping Pa Alo.

"Bian, udah siap yaa? Martha jangan lupa catet" kata Pa Alo.

Bianca maju ke depan. Berdiri di tengah. Mempresentasikan proyek yang akan di jalin bersama Dion.

Tatapan mata Dion tak lepas dari Bianca. Entah tatapan rindu, tatapan kesal, tatapan marah ataupun tatapan sayang. Semuanya mengamati gerak-gerik Bianca di depan, tanpa memperhatikan apa yang Bianca jelaskan.

Bianca sudah selesai. Ia kembali ke kursinya. Namun sepasang mata tajam milik Dion tidak beralih kemana-mana. Masih menatap Bianca.

"Jadi gimana, Pa Alex?" Tanya Pa Alo

Dion tersadar sebentar

"Ada yang mau di tanya, Pa?" Tanya Pa Alo, lagi

"Ga ada. Saya setuju. Kita partner" kata Dion singkat.

Pa Alo tersenyum. Tidak menyadari ada ketegangan antara bawahannya dan rekan bisnisnya ini.

"Ayo Pa, kita ke ruangan saya" ajak Pa Alo.

Kemudian ponsel milik Bianca bergetar

Bi Yanti Calling

Sudah ada puluhan missed call dari Bi Yanti sedari tadi. Namun Bianca tidak tahu

"Kenapa, Bi?" Tanya Bianca saat Pa Alo dan Dion sudah keluar

"Anu, Neng. Evan"

"Kenapa Evan?"

"Evan, ilang"

TBC

Dont forget to vote and comment. Thankyou

BFF [COMPLETED] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang