Part (2)

192 15 2
                                    

"Keluarkan peralatan MOS kalian!" Suara diktator Winda menggema di ruang kelas.

Para siswa segera mengeluarkan bolpoin dan kertas HVS. Jantung Michele berdetak dengan cepat. Dia tidak tau apa yang akan dilakukan oleh walas sementaranya ini. Diendus dari gerakan Kak Nanda, ini bukan hal baik, pikirnya.

"Kita akan bermain 'Mari Menggambar'. Pertama saya minta nama yang saya sebut maju untuk mengambil undian," Dito menjelaskan lalu mengisyaratkan Nanda untuk menyiapkan kardus berisi nama-nama.

"Jangan dibuka dulu," Winda berkata dengan galaknya.

Beberapa siswa yang ingin mengintip terdiam seketika. Wajah ketakutan mereka tampak lucu. Michel ingin tertawa andai saja Dito tidak menatapnya sambil menaikkan sebelah alis.

Siswa yang dipanggil kembali ke tempat duduk masing-masing.

"Loh, ini kok sisa satu. Ada yang nggak masuk?"

"Ada, Kak," salah satu laki-laki menjawab.

"Siapa?"

"Di--"

Brakk.

Pintu terbuka lebar menampilkan laki-laki berambut acak-acakan yang menatap malas ruang kelas.

"Pagi, Kak. Maaf telat," ujarnya santai seraya berjalan untuk duduk.

Ketiga kakak kelas yang berada di depan hanya melongo. Satu lagi calon bad boy di SMA Permai. Entah akan jadi apa sekolah ini jika kebanyakan bad boy.

"Hei, kamu. Siapa yang nyuruh duduk?" Winda mengeraskan suaranya.

"Nggak ada."

Winda memijat pangkal hidungnya. Urusan bisa panjang kalau meladeni bad boy macam dia.

"Baiklah kalian boleh membuka kertas yang kalian bawa," Dito menyela perdebatan yang hampir meledak.

Serentak anak-anak yang mendapat kertas langsung membuka. Sorakan dan keluhan terdengar. Ada beberapa perempuan yang berpasangan dengan laki-laki.

"Yang namanya Michele yang mana ya?" Nanda berujar sambik mengangkat sisa kertas tinggi-tinggi.

Michele mengangkat tangan kanannya.

"Good, sekarang pasangan kamu anak yang baru dateng itu. Hei, lo," Nanda menunjuk anak itu, "lo gabung sama Michele."

Dengan langkah gontai laki-laki itu berdiri di samping Michele. Michele sedikit takut dengannya. Bukan karena penampilannya tapi karena kelakuannya membuka pintu dengan kasar. Michele bergidik membayangkannya.

"Sekarang kalian pikirkan apapun yang akan kalian gambar," instruksi Winda.

Michele mengetukkan jari telunjuknya pada dagu. Em, bikin yang gampang apa ya? Aha, bikin rumah aja, deh, batin Michele.

"Lanjut, pegang bolpoin bersama pasangan kalian. Setelah itu kalian gambar apa yang ada di pikiran kalian. Yang gambarnya paling 'bener' bakal dapet hadiah," Winda melanjutkan.

Michele mengikuti arahan walasnya. Tangannya berada di bawah tangan laki-laki tadi.

"Hitungan ketiga mulai menggambar ya. 1 ... 2 ... 3 ...."

Semua sibuk menggambar. Michele dan laki-laki itu menggambar dengan mudah. Sementara yang lain pusing menggambar, gambar Michele sudah jadi lalu ia menyerahkan gambarnya kepada Dito.

"Cepet banget jadinya. Jangan-jangan kalian sekongkol," canda Dito.

Michele terkekeh pelan. Dia kembali ke tempatnya semula namun laki-laki tadi masih berdiri di samping bangkunya.

MASKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang