Part (20)

129 10 0
                                    

Dia berdiri tepat di tengah gerbang sekolah. Waktu baru menunjukkan pukul enam. Belum ada satu pun murid yang datang selain dia. Sebuah senyum kecil terukir di bibir tipisnya.

Perlahan, kakinya melangkah lebih masuk. Sembari mengingat beberapa kenangan yang dilakukannya di sini. Satu setengah tahun lagi. Dan dia akan meninggalkan sekolah ini.

Michele berhenti di depan pintu kelasnya. Melirik beberapa kelas yang tadi dilewatinya. Dia menghela nafas lalu masuk kelas. Tiga hari ditinggalkan kelasnya tidak berubah. Ada namanya di papan daftar hadir. Dibubuhi huruf 'A' di kolom absen.

"Michele ..."

Dion di sana. Tercengang melihat Michele kembali ke sekolah. "Lo dari mana aja?"

Satu langkah Dion mendekat, satu langkah pula Michele menjauh. Dion bingung melihat tingkah Michele. "Lo kenapa?"

"Gimana hubunganmu sama Kak Winda?" pertanyaan Michele meluncur begitu saja.

"Gue balikan sama dia kemarin. Rencananya, sih, pengen ngasih lo PJ. Berhubung lo nggak nongol-nongol, ya udah, PJ-nya diundur."

Michele tersenyum sedikit. Sedikit sekali. Entah Dion menyadarinya atau tidak. Setidaknya satu masalah sudah selesai.

"Tentang berita itu–"

"Udah," Dion memotong,"nggak usah dipikirin. Udah gue urus sampe akar-akarnya. Tuntas-tas-tas. Lo nggak perlu mikirin itu lagi."

Michele tercekat. Dia tidak tahu kalau masalahnya akan selesai secepat ini. Padahal, Michele sudah menyiapkan diri jika nanti ada yang berkata sesuatu tentang dirinya.

"Makasih," ucap Michele lirih.

Dion tersenyum lembut. "Lo nggak perlu berterima kasih. Ini semua bukan salah lo. Salah orang itu aja bawa nama gue. Ya gue marahlah. Gue tahunya juga telat. Sial. Terkutuk orang-orang yang nggak ngasih tahu gue. Selain lo sama Winda tentunya."

Michele terkekeh geli. Dion masih sama. Pelawak garing, tapi bisa membuat Michele tertawa. Dia duduk di bangku yang biasa didudukinya. Dion mengikuti. Mengambil tempat di sebelah Michele.

"Lo ke mana aja tiga hari ini?"

"Ceritanya panjang. Kapan-kapan aja aku cerita di apartemenku."

Mata Dion terbelalak. "Lo tinggal di apartemen?"

Pertanyaan itu hanya dijawab anggukan oleh Michel. Selanjutnya, dia memasang earphone di telinga kanannya. Menyodorkan yang lain ke Dion. Laki-laki itu menyambutnya dengan senang hati.

Alunan lagu Starving milik Hailee Stainfeld merembet di telinga mereka. Michele bersenandung kecil. Lagu kesukaannya.

"Suara lo lumayan juga," kata Dion memecah keheningan.

Telinga Dion mungkin bermasalah. Suara sebagus Michele dikatai lumayan. Terus yang bagus seperti siapa? Taylor Swift? Michele hanya terkekeh kecil.

"Gue becanda, Chele. Kalo suara lo lumayan, mana mungkin lo juara di berbagai lomba. Suara lo setingkat sama selingkuhan gue, Raisa."

"Oh, selingkuhannya Raisa. Pacarnya siapa?"

"Isyana Saraswati."

Ups ...

Michele tertawa tanpa suara. Sungguh, tadi yang bertanya bukan Michele. Winda sedari tadi sudah berdiri di samping Dion. Mendengarkan semua yang dikatakannya.

Dion menoleh pelan. Merasa kenal dengan suara yang menyelanya. Cengirannya muncul begitu melihat Winda menyilangkan tangan di depan dada. "Tadi becanda kok, beb."

Winda mengacuhkan Dion. Dia menarik kursi menghadap Michele. "Jadi tiga hari ini lo ke mana aja?" tanya Winda antusias.

Michele mendengus lalu menjawab, "Aku cuma ke luar kota."

"Ke luar kota lo bilang cuma?!"

"Udahlah, say. Michele juga baru masuk sekolah. Jangan dimarahi," ucap Dion menjawab pertanyaan Winda.

"Tapi dia ke luar kota nggak bilang-bilang. Berkali-kali gue dateng ke rumahnya buat benerin berita sinting itu. Taunya malah liburan ke luar kota," cerocos Winda.

"Em, aku sebenernya nggak liburan. Mulai tiga hari yang lalu aku emang udah tinggal di apartemen di luar kota."

"Terus lo tinggal sama siapa? Gue lihat Andre di rumah. Jangan bilang lo tinggal sendiri."

Michele nyengir. Membetulkan ucapan Winda. Dia tidak masalah tinggal sendiri. Toh, dia juga bekerja. Walaupun tidak setiap hari.

Murid-murid berdatangan silih berganti. Dion sudah mengusir Winda dari tadi. Dia masih duduk di samping Michele. Menatap garang siapa pun yang melihat Michele aneh. Dion jarang seposesif ini. Dia selalu merasa bodo amat jika orang lain menatap apa yang ada padanya. Tapi kali ini, dia berbeda. Dia melindungi Michele selayaknya melindungi seorang adik. Dia tahu, Michele butuh sandran. Dan Dion mengabulkannya.

***

Tok ... Tok ... Tok ...

Pintu rumah itu terbuka sepuluh detik setelah ketukan. Menampilkan sesosok laki-laki berahang tegas yang memakai kaos putih. Mata laki-laki itu melebar tatkala melihat siapa yang mengetuk pintu.

"Michele! Kamu balik?"

Andre maju selangkah. Mendekati Michele lalu merengkuh tubuh itu ke dalam pelukannya.

"Maaf, aku hanya mau ambil barang-barangku."

Dingin. Tegas. Suara Michele berubah. Sama seperti orangnya.
"Apa maksudmu? Kamu mau balik ke sini lagi, kan?"

"Enggak. Aku mau ngambil barang. Jadi, tolong menyingkir sebentar."

Tidak ada respon dari Andre. Michele menerobos masuk. Menuju kamarnya. Mantan kamar maksudnya. Dia mengambil buku-buku pelajaran. Hanya itu. Selebihnya, Michele meninggalkan pakaian di sini.

"Makasih udah ngasih aku tempat tinggal. Makasih juga telah menjagaku selama ini."

Andre mematung. Adik kecilnya memilih jalan sendiri. Dia menatap punggung Michele dari tangga.

Michele berhenti di pintu. "Salam buat Mama Papa. Aku tahu ini nggak mudah, tapi ... Michele sayang Kak Andre."

Blam ...

Pintu tertutup. Andre masih berdiri di sana. Air matanya berkumpul. Siap menetes kapan saja. Tiga detik. Andre meneteskan air matanya. Dia menyesal. Dia tidak bisa menjaga adiknya.

Sekarang Andre sendiri. Tidak ada lagi Michele yang merengek minta ditemani nonton film. Tidak ada lagi Michele yang merayunya untuk mengantarkan jalan-jalan. Tidak ada. Andre merasa kosong.

------------------------------------------------------

A/N:

Welcome to my paradise. Wohooo ... Part depan udah epilog (mungkin). Tapi kalo ada ide yang perlu dimasukin, ya diundur.

Whoa ... Gue jarang update. Sori-sori. Banyak tugas numpuk yang harus diselesaikan. Minta maap, ye. Ehem.

Tertanda,

Si Syantik yang jarang update

MASKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang