Hari Sabtu adalah hari yang melelahkan bagi Michele. Lomba menyanyi dari pukul delapan pagi sampai dua siang. Dilanjutkan menghadiri acara peresmian. Tapi Michele tetap menunjukkan senyumnya. Tidak sedikit pun mengeluh.
Michele mengenakan dress di atas lutut berwarna putih gading. Rambutnya dia gerai serta make up ringan untuk riasan wajahnya.
Ditengah pesta yang meriah, Michele beringsut duduk. Kakinya tidak kuat lagi memakai high heels setinggi tiga sentimeter. Jari kelingking kaki kirinya lecet. Ingin rasanya Michele berendam air hangat selama berjam-jam. Namun, Michele harus mengubur keinginan itu jauh-jauh. Tidak mungkin dia berendam disaat orang tuanya sedang ada acara.
"Capek, Chele?"
Andre mendekat. Tampak tampan dengan tuxsedo biru gelapnya.
"Iya, Kak. Tapi Michele masih kuat kok," ucap Michele sambil tersenyum.
"Ya udah, Kakak mau nyari Papa dulu."
Andre berlalu dari hadapan Michele. Meninggalkan Michele seorang diri dengan kaki nyut-nyutan. Andai Michele tidak ikut, pasti sekarang dia sedang tidur di kamar, menonton drakor, atau bermain game di laptop. Tapi itu hanya perandaian Michele. Nyatanya dia sedang menghadiri pesta yang entah kapan selesainya.
Pandangan Michele mengedar ke seluruh ballroom. Sampai seseorang menghalangi pandangannya. Michele mendongak. Sepersekian detik berikutnya, Michele membulatkan bola mata.
"Kak Randi! Kakak ngapain ke sini?" tanya Michele dengan suara tertahan. Jika dia terlalu keras, Andre akan mendengarnya walaupun suara di ruangan ini mungkin lebih keras.
"Aku kangen sama kamu, Chele."
Michele celingak-celinguk, takut Andre melihatnya. Setelah dirasanya aman, Michele menarik Randi keluar menuju taman di samping tempat parkir.
"Kak Randi, kok bisa masuk?"
Sebelum menjawab, Randi mengeluarkan undangan berwarna hitam. Undangan resmi yang diturunkan dari papanya Michele. Kening Michele mengerut.
"Aku dapet ini langsung dari Pak Robert. Aku salah satu penanam saham di perusahaan Papa kamu." Randi memasukkan lagi undangan tersebut ke kantong jasnya. Dia menatap Michele dalam. "Kamu nggak mau meluk aku?"
Tanpa menjawab Michele berhambur ke pelukan Randi. Menyalurkan rasa rindu dan juga senang. Seolah bertahun-tahun mereka tidak bertemu.
Cerita mereka seperti Romeo dan Juliet versi KW. Di mana kisah mereka harus dipisahkan karena larangan Andre. Tapi di sini, Romeo tidak mati. Juliet tidak akan bunuh diri karena Romeo.
Pelukan itu terurai setelah Michele melepaskan. Dia menatap Randi teduh. Mengobati rasa rindunya kepada mata coklat yang selalu berbinar.
"Masuk yuk, Kak. Nanti Kak Andre bisa curiga kalau Michele nggak kelihatan."
Randi tersenyum lebar. Lalu dia menarik lengan Michele lembut. Setelah mereka menjejakkan kaki di ballroom, Randi meninggalkan Michele yang pipinya masih memerah. Michele tak menyangka jika dia bisa bertemu Randi lagi.
Maafin Michele, Kak, batinnya.
***
Dari sekian banyak orang yang Michele harapkan untuk menghubunginya, Dionlah yang mengabulkan itu. Sebuah pesan mendatanginya disaat Andre sedang bermain game di kamar Michele.
"Siapa?" tanya Andre. Dia menjadi posesif sejak Michele ketahuan berhubungan dengan Randi.
"Dion."
KAMU SEDANG MEMBACA
MASK
Teen FictionThe amazing cover by @fazafalah21 ------------------ Hidup Michele semula baik-baik saja. Keluarga yang sayang padanya, teman-teman yang mendukung keputusannya, dan sesosok laki-laki yang selalu ada di sampingnya. Namun, bagaimana jika semua itu dir...