Robert dan Natasha berlari menyusuri koridor rumah sakit. Tidak menghiraukan pekikan orang yang berlalu lalang. Hanya satu tujuan mereka. Memastikan keadaan Andre. Sampailah mereka di kamar bernomor 204.
Natasha berhambur mendekati Andre yang belum siuman. Sedangkan Robert, wajahnya terlihat frustasi dan lelah. Memandangi anak laki-lakinya terbaring lemah di brankar rumah sakit.
Di ujung kamar, Michele mengumpulkan kekuatan untuk menyapa orang tuanya. "Pa ..."
Dua orang di dekat brankar menoleh bersamaan. Randi memang sudah meninggalkan rumah sakit sejak pukul empat sore tadi. Michele menjaga Andre seorang diri. Sambil menunggu orang tuanya.
"Michele ..." Suara Michele tercekat.
"Kamu!" Robert menunjuk Michele. "Gara-gara kamu anak saya jadi begini."
Michele bergeming di tempat. Tidak menyangka respon Robert seperti itu. Sekali lagi Michele mengumpulkan kekuatan untuk menjelaskan semua.
"Pa, Michele nggak–"
"Apa?!" gertak Robert,"kamu mau bilang kalau ini bukan salah kamu?"
Michele tidak tahu apa yang harus dikatakannya. Kata-kata yang sudah dirangkai hilang begitu saja. Michele menunduk.
"Tapi Michele–"
Plak
Sebuah tamparan keras mendarat di pipi kiri Michele. Menyisakan jiplakan tangan berwarna merah. Dan kali ini air mata Michele meluruh dengan sendirinya. Bukan karena sakitnya tamparan. Lebih karena sikap Robert yang kasar padanya.
"Saya nyesel ngangkat kamu sebagai anak. Kalau bukan karena Andre, kamu tidak akan bergabung dengan keluarga ini."
Kalimat yang diucapkan Robert tambah mengiris hati Michele. Itu kalimat tertajam yang pernah didengarkannya. Natasha, hanya melihat adegan itu dari kejauhan. Tidak berniat sama sekali untuk mendekat, bahkan melerai.
"Pa, Michele minta maaf," lirihnya.
Robert menatap Michele nyalang. "Kamu pikir dengan kata maaf bisa menyembuhkan Andre?! Tidak!"
Michele tahu itu. Permintaan maafnya tidak bisa berbuat banyak. Andre terlanjur kecelakaan. Robert terlanjur marah. Tidak ada yang dapat dilakukan Michele.
"Pa, Michele bener-bener minta maaf."
"Saya nggak butuh maaf dari kamu! Pergi dari sini, dan jangan pernah kamu menampakkan wajahmu di depan saya!" kalimat itu menjadi penutup.
Michele menuruti kata Robert. Tidak mau membuat keributan yang lebih dari ini. Hari sudah beranjak malam dan dia berjalan menyusuri trotoar tak tentu arah. Michele benar-benar pergi.
Tatapannya kosong. Ucapan Robert masih jelas terngiang di telinganya. Bagaimana pipinya terasa perih akibat tamparan. Juga tatapan mata Robert tidak selembut biasanya.
Dan hari ini, Michele menangis. Setelah bertahun-tahun tidak menangis. Sebenarnya dari dulu Michele sangat ingin menangis. Namun, ia teringat akan janjinya kepada Andre bahwa dia tidak akan menangis.
"Michele?"
Suara itu ...
Michele menoleh. Benar, Randi di sana. Menatapnya penuh tanya. Sebelum Randi bertanya, Michele berhambur memeluk laki-laki itu. Dia terisak. Ini pertama kalinya Randi melihat Michele menangis. Selama mengenal Michele, Randi tidak pernah melihat gadis itu menangis.
"Kak Randi ...." Suara Michele serak karena menahan isakan.
"I'm here, baby."
Michele menangis lagi. Kali ini bukan isakan lagi yang terdengar. Untung hari sudah malam. Tidak ada orang yang melewati trotoar itu.

KAMU SEDANG MEMBACA
MASK
JugendliteraturThe amazing cover by @fazafalah21 ------------------ Hidup Michele semula baik-baik saja. Keluarga yang sayang padanya, teman-teman yang mendukung keputusannya, dan sesosok laki-laki yang selalu ada di sampingnya. Namun, bagaimana jika semua itu dir...