Michele duduk di salah satu kursi di kantin. Matanya tak dapat lepas dari novel yang ia pegang. Suara-suara ribut tidak mengacaukan konsentrasinya, itu malah membuatnya semakin fokus pada novelnya.
"Hai."
Michele mengangkat kepalanya. Di depannya, Dito nyengir sambil membawa dua gelas jus melon.
"Nih, buat lo." Dito menyerahkan satu gelas jus melon kepada Michele.
"Ini jus melon ya?" Michele bertanya.
Dito mengangguk lalu menyeruput jusnya. Wajah Michele pias. Ouh, kenapa harus melon? batinnya.
"Kenapa nggak diminum?" Dito memandang Michele heran.
"Mi-michele ng-ngak su-suka jus melon," ucapan terbata-bata Michele membuat Dito mengangguk-angguk.
"Maaf, soalnya gue nggak tau." Dito menarik jus melon di hadapan Michele. Wajahnya bersalah.
Setelah dirasa cukup jauh dari jangkauan hidungnya Michele tersenyum lebar. "Nggak papa kok, Kak."
Keheningan kembali menyelimuti. Michele terfokus ke novelnya lagi meninggalkan Dito yang bermain handphone sambil meminum dua gelas jus melon.
Bel tanda masuk berbunyi. Michele menutup novel yang sedari tadi dibacanya.
"Ke kelas yuk, Chele." Dito mengajak Michele.
Michele tersenyum lalu mengangguk. Mereka berjalan menuju kelas. Di koridor Dito lurus sedangkan Michele belok ke kiri.
Sampai di kelas, Michele duduk di bangkunya. Suasana kelas masih jaim. Mungkin virus AMuBa alias Anak Murid Baru masih melekat di badan mereka.
Seorang wanita hampir setengah baya memasuki kelas. Senyum yang ia perlihatkan membuat suasana yang tadinya tegang menjadi sedikit rileks.
"Halo, Anak-anak. Perkenalkan nama saya Renata. Kalian bisa memanggil saya Bu Rena atau apapun yang kalian inginkan. Saya mengajar Matematika di sini."
Bola mata Michele membesar. Dulu dia selalu benci Matematika karena guru matematikanya yang killer. Sepertinya mulai sekarang Michele akan suka dengan Matematika.
"Perkenalan dulu atau langsung pelajaran?" senyum Rena masih menghiasi wajah cantiknya.
"Perkenalan," seperti dikomando, seluruh siswa menjawab bersamaan.
"Baiklah, dimulai dari nomor absen pertama. Silakan memperkenalkan diri."
Sesi perkenalan itu berlangsung seru. Kadang ada yang memberi pertanyaan konyol, kadang ada pula yang menjawab seenaknya.
Tak terasa jam pelajaran Matematika sudah habis. Para siswa bersorak rendah. Jam yang menyenangkan harus habis.
"Baiklah, pelajaran akan dimulai minggu depan. Silakan baca-baca dulu buku yang sudah dipinjamkan." Bu Rena berlalu sambil tersenyum.
***
Michele mengetuk ujung bolpen pada dagunya. Sudah sepuluh menit dia tiduran di karpet kamarnya. Mencoba memecahkan soal Matematika. Sampai kakaknya datang.
"Serius banget. Ngerjain apa?" Andre duduk di samping Michele.
"Matematika, Kak," wajahnya cemberut, "ajarin dong."
Andre melihat soal yang diberikan adiknya. Mengernyitkan dahinya sebentar lalu mengangguk-angguk.
"Yang ini diubah ke bentuk ini dulu terus baru diselesaikan pake cara ini."
KAMU SEDANG MEMBACA
MASK
JugendliteraturThe amazing cover by @fazafalah21 ------------------ Hidup Michele semula baik-baik saja. Keluarga yang sayang padanya, teman-teman yang mendukung keputusannya, dan sesosok laki-laki yang selalu ada di sampingnya. Namun, bagaimana jika semua itu dir...