Part (18)

110 11 0
                                    

Besok Andre sudah boleh pulang. Dia akan mencari Michele. Meminta bantuan kepada semua orang untuk menemukan adiknya. Nomor handphone Michele pun tidak aktif.

Andre menutup matanya dengan lengan. Tiba-tiba saja bayangan Lydia menelusup di dalam kepalanya. Dia tidak mengabari pacarnya jika dia tabrakan.  Dan semoga saja Lydia tidak tahu.

LDR. Andre tidak menyangka dia akan LDR-an dengan Lydia. Gadis itu mendapat beasiswa di Australia. Mengharuskannya meninggalkan Andre.

"Andre ..." Suara Natasha mengalun lembut. Terselip nada khawatir. "Makan dulu, ya."

Andre menggeleng pelan. Tanpa menjawab. Dia masih kecewa terhadap kedua orang tuanya. Tega-teganya mereka mengusir Michele. Andre menghela nafas lelah. Dia tahu pasti bagaimana perasaan Michele. Walaupun anak angkat, Andre tidak pernah membahas itu kepada Michele.

Terdengar isakan kecil di samping Andre. Dia membuka matanya dan menemukan Natasha menutup wajah. Lagi-lagi dia menghembuskan nafas. Tidak kuat mendengar isakan mamanya, Andre memeluk wanita berusia awal empat puluh tahun itu.

"Maafin Mama."

Andre mengusap punggung Natasha. Menenangkan mamanya. Bagaimana pun Natasha adalah ibunya. Andre terenyuh melihat ibunya menangis.

"Andre maafin Mama, kan?"

Pergerakan tangan Andre terhenti. Dia mematung beberapa saat. Memikirkan apa yang harus dilakukannya. Akhirnya Andre mengangguk.

***

Pagi ini mendung menggantung di langit. Terlihat kelam. Persis suasana hati Andre. Dia berdiri di balkon kamarnya. Memandangi awan hitam yang berarak.

Handphonenya berdering. Bergegas dia mengangkat. Dia menghela nafas begitu membaca nama yang tertera di layarnya.

Lydia.

Andre sedang tidak ingin berbagi kesedihan dengan siapa pun. Dia mengabaikan panggilan dari Lydia. Mungkin dia akan mengangkatnya lain kali. Dia harus mempunyai alasan dulu.

Lagi-lagi handphonenya berdering. Kali ini bukan Lydia. Pak Tonilah yang meneleponnya. Andre buru-buru mengangkatnya.

"Bagaimana, Pak?"

"Maaf, Tuan. Kami belum berhasil menemukan Nona Michele."

Andre menghembuskan nafas dari mulutnya. "Nggak pa-pa, Pak."

"Tapi pukul enam tadi saya menuju SMA Permai. Tidak sengaja saya melihat papan pengumuman. Sepertinya Nona Michele pergi juga gara-gara artikel itu."

"Artikel apa?" tanya Andre penuh selidik. Nafasnya memburu.

"Kalau tidak salah judulnya 'Di Balik Putusnya Hubungan Win-Di'"

Andre tahu masalahnya. "Terima kasih, Pak. Kabari saya jika ada perkembangan baru."

Setelah sambungan terputus, Andre melirik jam. Empat puluh menit lagi SMA Permai mengakhiri jam belajar. Andre harus segera ke sana. Dengan menyandang nama papanya pasti dia bisa masuk dengan mudah.

Secepat kilat Andre mengambil kunci mobil lalu bergegas ke sekolah adiknya. Dia harus melihat artikel itu untuk mencari tahu siapa yang menempelkannya.

Lima belas menit kemudian Andre sudah sampai di SMA Permai. Belum ada tanda murid-murid akan pulang. Andre masuk dengan mudahnya. Dia parkir di antara mobil guru. Sekarang Andre harus mencari artikel itu.

Dia mengelilingi sekolah. Dan menemukan artikel di papan pengumuman. Benar yang dikatakan Pak Toni. Michele disangkutpautkan dengan putusnya Winda dan Dion. Ada beberapa foto Michele dipeluk oleh Dion. Andre mengepalkan tangannya.

Dari arah kirinya berjalan seorang perempuan. Andre menyetopnya.

"Maaf, permisi. Kamu tahu siapa yang nempelin ini?"

Perempuan itu melihat Andre sejenak lalu mengangguk. "Yang bikin dan nempelin artikel ini Aldito, anak kelas XII."

"Maksud kamu Aldito Adhi Narendra?"

Perempuan itu mengangguk lagi. "Ada apa Kakak nyari Dito?"

"Nggak ada apa-apa. Makasih, ya."

Setelah mendengar jawaban dari perempuan tadi, Andre pergi dengan tangan terkepal kuat. Dia tidak bisa menahan lagi amarahnya. Dia membutuhkan pelampiasan. Ditunggunya Dito di koridor kelas dua belas.

Tepat tiga menit Andre menunggu, bel berbunyi. Murid-murid berhamburan keluar kelas. Andre jadi ingat waktu SMA-nya. Dia akan keluar terakhir karena belum mencatat. Andre menggeleng pelan. Ini bukan saatnya bernostalgia. Dia harus mencari Dito.

Mata Andre langsung menangkap sosok tinggi yang berjalan santai seorang diri. Tudung jaketnya menutup rambut. Dia menunduk seolah takut melihat orang-orang berseliweran. Andre menghampirinya. Sesekali mengatakan permisi.

"Lo, ikut gue."

Dito tidak siap dengan tarikan tangan Andre. Dia mengikuti ke mana temannya ini membawanya. Mereka berjalan menuju parkiran. Dengan isyarat tangan, Andre menyuruh Dito untuk masuk.

Hening. Baik Dito maupun Andre tak ada yang berbicara. Dito masih menunduk.

"Lo yang nempelin artikel di mading?" Andre mengawali percakapan.

Mendengar pertanyaan dari Andre, Dito baru mengangkat wajah. Terlihat jelas sekeliling bola matanya menghitam menandakan dia jarang tidur. Atau mungkin tidak pernah?

"Ya."

"Kenapa. Lo. Ngelakuin. Itu?"

Dito membuang muka. Haruskah dia mengatakan jawaban yang sejujurnya?

"JAWAB GUE!"

Dito menghela nafas. "Gue suka sama adek lo."

"Excuse me?"

"Gue suka sama Michele. Gue nggak tau pastinya kapan. Waktu gue ngelihat dia berduaan sama Dion di danau, gue ambil gambar mereka. Gue bener-bener bodoh. Maafin gue."

Andre tercengang beberapa saat lalu dia menyeringai. "Lo harusnya mikir, perbuatan lo berakibat fatal. Gue nggak tau gimana Michele ngadepin itu tapi sekarang gue bener-bener kecewa sama lo."

"Gue minta maaf."

"Lo seharusnya minta maaf sama Michele. Karena lo, dia pergi. Dan gue nggak tau di mana dia sekarang."

Andre menjatuhkan keningnya di stir mobil. Merutuki kebodohannya menjadi kakak. Seharusnya dia melindungi Michele. Seharusnya dia menjaga Michele.

"Michele pergi? Apa maksud lo?"

"Gue nggak tau dia ke mana. Gue lagi nyari dia." Andre menghela nafas lelah. "Kalo lo ketemu Michele, tolong bawa dia balik. Sekarang lo boleh keluar."

Dito memandang Andre menyesal lalu pergi meninggalkan mobil itu. Kini Andre sendiri. Dia bingung harus mencari Michele ke mana lagi. Semua tempat yang kira-kira disinggahi adiknya sudah diperiksanya.

------------------------------------------------------

A/N:

Gue mau bikin Andre frustasi. Eh, tapi bentar. Bukan Andre ketua kelas loh ya.

Siap-siap aja cerita ini bakal tamat. Huwahahahaha ... Ketawa jahat dulu. Ahay. Nggak bisa leha-leha lagi. Udah masuk kayak biasa. Ketemu pelajaran Kimia. Ahay. Telolet, woy, telolet.

Kalian boleh gepok (?) gue gara-gara kemarin nggak update. Eh, tapi jangan. Gue kemarin ngelembur ngerjain ekono*i. Wajar dong. Manusiawi.

Tertanda,

Manusia bermata dua

MASKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang