Part (5)

144 11 7
                                    

Michele mencengkeram erat ujung seragamnya. Dia sedang menunggu giliran seleksi padus. Kemarin, Michele sudah latihan menyanyi bersama mamanya. Lagu Secret Love Song yang akan dinyanyikannya nanti, sedikit menghilang diingatannya.

"Michele Gladis."

Suara seorang wanita membuat Michele sedikit terlonjak. Dia buru-buru menuju ruangan yang digunakan untuk seleksi.

Di dalam ruangan hanya ada tiga orang. Dua laki-laki dan seorang perempuan. Mereka menatap Michele intens. Michele gugup seketika. Dia menunduk.

"Michele?"

Michele mendongakkan kepalanya, memandangi ketiga orang yang duduk di kursi.

"Jangan gugup, rileks aja oke?" satu-satunya wanita yang ada di situ menasehati Michele.

Michele mengangguk kaku. "Kamu mau nyanyi lagu apa?" laki-laki berkacamata mengalihkan pandangan Michele.

"Secret Love Song."

Ketiga orang itu mengangguk. Dengan gerakan tangan, wanita tadi menyuruh Michele menyanyikan lagunya.

Michele menarik nafas berulang kali. Barulah ia bisa membuka mulut.

When you hold me in the street
And you kiss me on the dance floor
I wish that it could be like that
Why can't it be like that? Cause I'm yours

Gerakan Michele mulai rileks. Dia menatap kakak kelasnya satu persatu.

We keep behind closed doors
Every time I see you, I die a little more
Stolen moments that we steal as the curtain falls
It'll never be enough

It's obvious you're meant for me
Every piece of you, it just fits perfectly
Every second, every thought, I'm in so deep
But I'll never show it on my face

But we know this, we got a love that is homeless

Why can't you hold me in the street?
Why can't I kiss you on the dance floor?

Michele menutup matanya. Benar-benar mendalami lirik yang ia nyanyikan.

I wish that it could be like that
Why can't we be like that? Cause I'm yours

Suara tepuk tangan membuat Michele membuka kembali matanya. Dia puas karena telah melaksanakan tugasnya.

"Hebat. Baru kali ini gue denger suara sebagus dan setinggi suara dia," kata lelaki berkacamata.

Dua temannya menyetujui perkataan lelaki tadi.

Lelaki yang satunya mendekati Michele. "Selamat, kamu diterima di ekskul padus."

Michele menganga tak percaya. Apakah ini hanya mimpi? Tapi dia merasakan tangan halus menjabat erat tangannya.

"Gue Shinta," ucap perempuan tadi.

Lelaki berkacamata mendekat. "Gue Adnan."

Lelaki satunya mengangkat sebelah alisnya. "Panggil gue Hendra."

"Kak, beneran Michele diterima menjadi anggota padus?" tanya Michele polos.

Shinta mengangguk."Tapi masih ada tes wawancara. Minggu depan. Kakak doain kamu berhasil."

Michele tersenyum senang. Dia mengucapkan terima kasih berulang kali kepada ketiga kakak kelasnya.

Setelah dipersilakan keluar, Michele mengambil tasnya di koridor.

Ini sudah jam pulang. Memang seleksi padus dilaksanakan sepulang sekolah. Dengan itu, tidak akan mengganggu pelajaran.

Michele melihat mobil Andre terparkir di depan gerbang. Michele menghampiri mobil Andre sambil bersenandung kecil. Wajahnya cerah.

"Bahagia banget, habis ngapain?" tanya Andre menyelidik.

Michele menoleh ke arah Andre. Senyumnya mengembang. "Michele diterima jadi anggota padus, Kak."

Andre tersenyum mendengar penuturan adiknya. "Wah, selamat, ya. Double traktiran, dong."

"Boleh, Kak. Boleh."

Sampailah mereka di Perhab Cafe. Michele memilih tempat duduk, sedangkan Andre memesan minuman untuk mereka.

"Silakan diminum, Tuan Putri."

Michele tertawa mendengar panggilan kakaknya.  Bagi orang-orang yang tidak tahu, mungkin mengira mereka adalah sepasang kekasih.

Michele dan Andre tertawa lepas. Flashback pada pengalaman-pengalaman lucu masa kecil mereka.

Mereka tak sadar. Dari tadi ada sepasang mata yang memerhatikan Michele. Senyum terukir di bibirnya.

***

Lima orang duduk di hadapan Michele. Dua orang guru dan tiga orang siswa menatap Michele intens.

"Michele Gladis O. Benar?" guru laki-laki bertanya.

Michele menarik nafas. Menghilangkan kegugupannya. "Benar, Pak."

"Apa kepanjangan dari 'O'?" Adnan –juri padusnya dulu– mulai ngepoin Michele.

"Eh ... Itu ... Anu ..."

Kelima orang itu menahan nafas menunggu jawaban Michele.

"Orlando," jawab Michele lirih namun masih didengar oleh orang-orang di hadapannya.

Serentak kelima orang itu melebarkan mata. "Orlando?!"

Hampir saja Michele terjungkal kalau tidak cepat-cepat menyeimbangkan badannya. Jantungnya berasa mau copot.

"Kamu anaknya Pak Robert Orlando?" salah satu guru memandang Michele terlalu intens.

Michele hanya menganggukkan kepalanya. Tak kuasa berbicara. Toh, lambat laun semuanya akan terungkap juga.

"Kenalin, saya Mirna. Teman sebangku Natasya saat SMP," ucap guru wanita yang sedikit gembul.

"Saya Revan. Ayahmu satu geng dengan saya dulu," kata guru laki-laki.

Michele hanya menanggapi dengan senyuman. Tak menyangka bahwa ia akan bertemu dengan teman-teman orang tuanya.

"Ehem ... Pak, Bu, jadi wawancara tidak ini?" gadis berambut cokelat menghentikan aksi perkenalan.

Bu Mirna berdehem. "Michele, ini adalah senior kamu di padus. Dari kanan Rian, lalu Asti, dan di dekat Pak Revan itu namanya Adnan."

Asti memutar bola matanya jengah. Membosankan, batinnya. Dia tidak suka jika ada orang yang lebih daripada dia.

Sesi wawancara itu berlangsung selama lima belas menit. Pertanyaan-pertanyaan dasar dan mencoba menyanyikan sebuah lagu. Pengumuman seleksi akan ditampilkan minggu depan. Selama itu, calon anggota padus bisa melihat latihan rutin sepulang sekolah.

------------------------------------------------------

A/N:

Waduh, pendek. Gak papa deh. Sengaja dicepetin alurnya. Btw, ada Hailee Stainfeld a.k.a Michele di mulmed. Cantik kan?

MASKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang