Berita putusnya Dion dan Winda sudah menyebar luas di SMA Permai. Mulut-mulut penyebar gosip mulai memperkirakan alasan pasangan itu putus. Bisa dikatakan Winda dan Dion adalah relationship goals bagi beberapa gadis. Melihat Dion yang bad boy takluk pada Winda.
Hampir sejak sekolah dimulai sampai sekolah usai Winda dan Dion mendapat serangan pertanyaan berulang. Kenapa mereka putus?
Tak ketinggalan juga Michele mendapat pertanyaan serupa karena dia yang paling dekat dengan Dion. Jawaban Michele hanya menggeleng, pura-pura tidak tahu.
Di mobil saat perjalanan pulang, Michele menghela nafas berat. Sampai Andre yang menatap aneh Michele bertanya kenapa.
"Kakak percaya cinta?"
"Of course."
Pertanyaan Michele hanya sebatas itu. Tidak berminat lagi membahas sebuah perasaan konyol bernama cinta. Karena cinta, Michele tertarik pada masalah yang tidak seharusnya dimasukinya. Karena cinta, Michele harus merasakan imbas atas kesalahpahaman antara Dion dan Winda.
Mobil Andre berhenti di tepi jalan. Banyak kendaraan berseliweran di jalan membuat kepala Michele tambah pusing melihatnya.
"Kenapa berhenti, Kak?" tanya Michele bingung.
"Daripada kamu ribet mikirin masalah, mending kita beli es serut dulu."
Mata Michele berbinar senang. Dia mengikuti Andre yang berjalan menuju penjual es serut. Ada beberapa orang yang mengantri juga. Michele sudah menelan ludah berkali-kali melihat beberapa es yang sudah berpindah tangan. Wajah polosnya membuat Andre terkekeh geli.
"Tenang, Chele. Habis ini punya kita."
Michele terpekik girang. Persis seperti anak kecil yang mendapatkan balon. Matanya tak henti-henti melihat bagaimana penjual es serut itu bekerja.
Sekarang, di tangannya terdapat es serut warna-warni yang menggoda untuk diminum. Dalam sekali gerakan, Michele mengikuti apa kata hatinya. Dia asyik meminum es serut saat matanya tertumbuk pada sesuatu di sebrang jalan.
Balon berbagai bentuk membuat Michele terpana. Dia ingin punya yang berbentuk anjing.
"Kak, Michele ke sana ya. Mau beli balon."
Tanpa mendengar jawaban dari Andre, Michele langsung menyebrang jalan. Tidak memerdulikan betapa banyak kendaraan yang berlalu lalang.
"Michele, awas!"
Seruan itu dibarengi dorongan tubuh Michele ke trotoar. Kejadian itu terjadi begitu cepat. Saat sebuah mobil yang melaju kencang menabrak Andre. Untuk beberapa detik tubuhnya melayang lalu terjatuh sejauh dua meter.
Saat itu juga Michele menghampiri tubuh kakaknya yang sudah bersimbah darah. Dia tidak peduli jika bajunya akan kotor. Berulang kali Michele memanggil-manggil nama Andre. Kerumunan orang semakin menebal.
Beberapa menit kemudian ambulans datang. Michele masih memanggil-manggil nama kakaknya. Air mata tidak menetes sedikit pun dari mata indahnya. Michele menahan. Dia tidak boleh menangis.
Sampai di rumah sakit Andre dibawa ke ruang ICU. Hati Michele benar-benar tidak karuan. Diambilnya handphone yang sedari tadi berada di tas. Menelepon orang tuanya dan mengabari keadaan Andre. Orang tuanya terkejut bukan main. Pasalnya, mereka sedang berasa di Perancis. Dan mungkin besok baru sampai ke sini.
Michele berjalan mondar-mandir di depan ICU. Dia khawatir Andre mengalam hal-hal buruk. Berulang kali Michele menyalahkan dirinya atas kejadian yang menimpa Andre.
Setengah jam berlalu. Dokter yang menangani Andre keluar. Juga beberapa suster mendorong brankar kakaknya. Michele menemui dokter itu.
"Bagaimana keadaan Kakak saya, Dok?"
"Kakak Anda mengalami benturan yang serius. Tulang tangan kanannya retak. Dia masih dalam keadaan kritis. Kita belum bisa memastikan kapan dia sadar."
Setelah mengucapkan terima kasih, Michele mencari kamar Andre. Tubuh kakaknya terbaring lemah. Beberapa alat menempel di tubuhnya.
Perlahan Michele mendekati tubuh Andre. Menggenggam tangan pucat itu. Kali ini saja, Michele ingin menangis. Setetes air mata meluruh. Melewati pipi mulusnya dan berakhir di lantai. Satu tetes mungkin cukup. Setelah itu, Michele tidak menangis lagi. Dia terdiam sambil melihat wajah Andre.
"Maafin Michele, Kak."
Handphone Michele berdering. Menampilkan sederet nama yang sejak seminggu yang lalu tidak menghubunginya. Randi. Satu nama itu yang membuat Michele mengangkat telepon. Namun sebelumnya, dia menatap Andre meminta maaf.
"Halo, Kak?"
"Aku denger Andre ketabrak, bener?"
Michele menghembuskan nafas. "Iya," katanya, "Kakak bisa ke sini? Michele sendiri."
"Oke. Kamu kirimin alamat sama nomor kamarnya lewat Line."
Setelah panggilan diakhiri Michele segera mengikuti apa yang dikatakan Randi. Sekaligus meminta untuk membelikan baju beserta celana. Seragam Michele kotor oleh darah. Luka di sikunya mengering, menimbulkan rasa perih luar biasa.
Entah sudah berapa lama Michele terdiam sambil memandangi Andre. Dia baru mengalihkan pandangannya ketika mendengar pintu berbunyi. Randi di sana. Tangannya membawa plastik. Mungkin baju untuk Michele.
"Kamu ganti baju dulu ya. Biar Andre aku yang jagain," kata Randi pelan.
Anggukan Michele disusul langkah kakinya menuju kamar mandi. Michele ganti baju lalu mencuci wajahnya agar tidak terlihat kusut. Lukanya masih sakit saat disiram air tapi Michele menahannya. Sekuat tenaga.
Randi melambai. Mengisyaratkan Michele untuk mendekat. "Duduk sini. Biar aku obati lukanya."
Michele bingung dari mana Randi mengetahui lukanya. Biarlah. Toh, lukanya memang harus segera dibersihkan.
Keduanya diam. Randi mengobati luka Michele dengan telaten. Takut jika lukanya tambah sakit. Kenyataannya, Michele sama sekali tidak peduli terhadap lukanya. Dia masih menyalahkan dirinya atas tertabraknya Andre.
"Kenapa?" tanya Randi sepelan mungkin.
"Michele jahat ya? Udah buat Kak Andre kaya' gini."
Bingung. Jawaban Michele menghentikan gerakan tangan Randi. Lelaki itu menggeser duduknya sehingga berhadapan langsung dengan Michele.
"Kalo misalnya tadi Michele nggak nekat nyebrang, Kak Andre nggak bakal begini."
Michele mengedip beberapa kali sebelum melanjutkan, "Michele jahat. Kak Andre pasti nggak sayang Michele. Kak Andre pasti marah sama Michele. Michele jahat. Michele jahat. Michele–"
Racauan Michele dipotong oleh Randi, "Michele nggak jahat. Percaya sama aku, ya."
Tangan Randi menarik Michele untuk mendekat. Dipeluknya tubuh ringkih Michele. Menyalurkan kehangatan dan rasa nyaman. Meyakinkan jika dirinya tidak bersalah. Randi melakukannya. Mengusap rambut Michele penuh sayang.
"Michele sekarang tidur, ya. Nanti kalo Kak Andre bangun, aku bangunin."
Michele mengangguk di pelukan Randi. Dia mulai memejamkan mata. Memasuki dunia mimpi yang tak sesulit kenyataan.
------------------------------------------------------
A/N:
Innalillahi ... Andre ketabrak. Ayo kita jenguk bareng-bareng. Jangan lupa bawa buah. Xoxoxo ...
Barcelona kalah, yay. Real Madrid lolos, yay. 5 Seconds of Summer bakal ngeluarin album baru, yay. Cerita ini bakal tamat, yay. Neymar tambah keriting, yay. Dybala ganteng, yay.
Sumpah, gue nonton bola yang dilihat nggak pertandingannya. Gue malah lihatin cogannya. Cari aja di google. Paulo Dybala. Ganteng banget.
Tertanda,
Istrinya Luke Hemmings
Pacarnya Calum Hood
Sahabatnya Michael Clifford
Adiknya Ashton Irwin

KAMU SEDANG MEMBACA
MASK
Teen FictionThe amazing cover by @fazafalah21 ------------------ Hidup Michele semula baik-baik saja. Keluarga yang sayang padanya, teman-teman yang mendukung keputusannya, dan sesosok laki-laki yang selalu ada di sampingnya. Namun, bagaimana jika semua itu dir...