"Turun di sini aja, Kak."
Mata Michele menyiratkan kekhawatiran. Khawatir jika Andre menunggunya di depan rumah dan hal-hal yang tak diharapkan terjadi.
"Gak. Aku bakal anterin kamu sampai rumah. Bahkan sampai kamar kamu."
Keras kepala.
Batin Michele berteriak. Berharap Randi menghentikan aksinya. Tapi itu hanyalah harapan semu. Nyatanya, Randi mengantarnya sampai rumah. Dan perkiraan Michele benar, Andre sudah menunggu di depan pintu dengan tangan bersedekap di dada.
Michele menundukkan kepalanya. Tidak mau menatap Andre. Pikirannya sudah menyerukan untuk pergi tapi kakinya seolah tidak mau digerakkan. Hanya doa yang bisa Michele rapalkan di hati.
Di sinilah mereka. Di depan pintu dengan suasana mencekam dan mendung menggantung. Helaan nafas lelah Andre mengawali semuanya.
"Michele ... masuk ke kamar. Sekarang."
Tanpa diperintah dua kali, Michele menuruti perintah kakaknya. Menatap Randi sebentar sebelum menghilang di balik pintu. Resah. Meninggalkan kedua lelaki dengan aura berbeda.
Sampai di tangga menuju lantai dua, Michele berhenti. Dia bimbang. Di satu sisi dia ingin melihat apa yang dilakukan Andre. Di sisi lain dia juga ingin mengikuti kemauan kakaknya.
"Michele harus nurutin Kak Andre," monolognya.
Detik berikutnya, Michele sudah menapakkan kaki menuju kamar. Tidak mau membuat Andre tambah marah lagi.
Butuh sepuluh menit bagi Michele menunggu Andre. Seragamnya sudah berganti dengan kaos putih bertuliskan 'STARVING' dengan warna hitam. Ketika kakaknya masuk, Michele menampilkan senyum lebarnya.
"Mana handphone kamu?"
Buru-buru Michele mengambil handphonenya lalu menyerahkannya kepada Andre. Jantung Michele berdebar. Bertanya-tanya, apa yang dilakukan Andre.
"Jangan hubungi cowok itu lagi. Kakak nggak suka. Mending kamu berteman sama temen-temen SMA kamu."
Michele mengangguk mantap. Jauh di lubuk hatinya, dia sedih. Tidak menyangka Andre akan melakukan hal ini. Melarangnya berteman dengan orang yang membuatnya nyaman.
Andre tersenyum miring lalu menepuk puncak kepala Michele. "Good girl." Lalu Andre pergi. Meninggalkan Michele yang menatap kosong ke pintu.
Handphone Michele berdering. Membuyarkan tatapan kosongnya. Michele mengambil benda persegi yang tadi dipinjam kakaknya. Jantungnya kembali berdetak cepat. Nomor itu kembali menghubunginya. Michele hafal betul jika itu adalah nomor Randi. Sesuai keinginan kakaknya, Michele mengabaikan panggilan itu.
***
Michele berjalan seorang diri. Hari ini dia terlambat. Bangun kesiangan dan ditinggal oleh Andre. Sebuah paket komplit jika digabungkan dengan hukuman berlari mengelilingi lapangan lima putaran. Meninggalkan rasa kesal, marah, dan galau. Seperti nano-nano.
"Permisi, Pak. Maaf saya telat," kata Michele begitu dia masuk kelas dan menghadap guru yang mengajar.
"Kamu," guru itu menunjuk Michele, "rapikan buku di perpustakaan. Sekarang."
Glek ...
Michele menuruti kata gurunya tanpa membantah. Tahu jika dia berbicara sepatah kata saja, hukumannya akan lebih daripada ini. Michele melongokkan kepalanya ke pintu perpustakaan. Ada beberapa murid di sana. Dari posisinya sepertinya mereka akan keluar. Michele segera masuk agar tidak menghalangi jalan.
KAMU SEDANG MEMBACA
MASK
Teen FictionThe amazing cover by @fazafalah21 ------------------ Hidup Michele semula baik-baik saja. Keluarga yang sayang padanya, teman-teman yang mendukung keputusannya, dan sesosok laki-laki yang selalu ada di sampingnya. Namun, bagaimana jika semua itu dir...