2.5

132K 6.2K 445
                                    

Matahari sudah beranjak dari tempatnya, tetapi berbeda dengan cowok yang satu ini. Suara games dari kamar Junario merupakan suara kedua yang membuat ramai rumah Junario selain suara perdebatannya dengan sang Papa. Memang dia tidak se-fanatik Bryan dalam game, tetapi namanya juga laki-laki pasti tidak ada yang menolak pesona dari benda mati tersebut. Ujian nasional sudah usai tepat satu minggu yang lalu, tinggal menunggu hasilnya saja. Tidak masalah bagi Junario untuk marathon bermain games setiap malamnya, ya walaupun sebelum atau sesudah ujian hanya berbeda tipis. Jika sebelum ujian Junario hanya akan 'membuka' buku dan jika ditanya sudah belajar atau belum ia pasti akan menjawab sudah. Jika sesudah ujian, ya seperti cerita yang diatas, marathon games setiap malam.

Merasa lapar setelah bermain games berjam-jam, Junario memilih keluar dari kamar nya untuk mengambil camilan. Cowok itu baru menyadari jika hari sudah gelap saat ia membuka pintu kamarnya. Setelah mengambil beberapa snack kesukaannya, ia melangkah menuju ruang keluarga atau entah lah ini bisa disebut ruang apa yang pasti ruangan ini lebih sering diisi dengan pertengkaran bukan tempat berkumpulnya keluarga seperti pada umumnya.

Dengan bosan Junario mengganti-ganti channel tv, melihat acara apa yang bisa dilihat dan ternyata premier time seperti ini hanya diisi dengan sinetron yang menurutnya bukan seleranya.

Yakali gue suruh nonton orang naikin burung elang, mana editannya gagal pula.

Tak lama kemudian seseorang muncul dengan kaos putih polos dan celana rumahan khas bapak-bapak. Junario sedikit kaget karena biasanya jam-jam segini Papanya masih dikantor untuk lembur, tapi ya terserah sih toh Junario tidak akan peduli Papanya akan pulang jam berapa. Dan ini menjadi salah satu alasan Junario tidak mau melanjutkan jejak papanya menjadi seorang direktur pemimpin sebuah perusahaan.

Papanya mengambil tempat duduk di sofa seberang dari tempat Junario duduk, Junario hendak berdiri pergi dari tempat itu tapi papanya lebih dulu menahannya.

"Mau kemana kamu? Siapa yang nyuruh kamu berdiri?" Tanpa menjawab Junario kembali duduk namun tetap mengacuhkan Papanya.

"Kamu udah selesai ujian kan?" Tanya Papanya. Yah meskipun Papa Junario sudah memasuki kepala empat, namun tetap saja tidak kalah saing dengan anaknya.

"Udah,"

"Papa udah siapin meja buat kamu di kantor, ntar Papa ajarin megang perusahaan yang baik."

"Pa, aku udah gede! Ga usah diatur atur lagi lah!" Jawab Junario kesal.

"Udah terlanjur,"

"Kan aku udah bilang, aku gak mau! Sekali gak ya gak!" Ucap Junario penuh dengan penekanan di setiap katanya.

"Ya apa boleh buat, kamu cuma anak papa satu-satunya," jawab Papa Junario tenang, ia tahu jika meladeni putranya ini tidak harus dengan cara kasar.

"Bukan berarti aku anak satu-satunya, Papa bisa ngatur aku seenaknya! Mama pergi juga gara-gara ini kan? Papa terlalu sibuk sama perusahaan sialan itu sampai ga peduli lagi kalau istrinya meregang nyawa. Itu semua gak akan terjadi kalau Papa ngg-"

"Cukup Junario! Jangan bahas Mama kamu lagi!" Bentak Papa Junario, memotong ucapannya.

"Hah bullshit."

Cowok itu muak dan memilih pergi ke kamarnya.

"Kamu harus nurut sama papa Junario!" Seru papanya namun dihiraukan begitu saja oleh Junario. Lelaki yang memasuki usia kepala empat itu duduk kemudian memijat pangkal hidungnya.

Andai kamu tahu yang sebenarnya nak.

****************

Wajah berkeringat Junario sehabis bermain futsal entah kenapa menjadi favorit Renatha akhir-akhir ini. Hari ini Renatha sebenarnya ingin pulang sendiri untuk menjenguk Devan tapi ternyata orang tua Devan sudah pulang dari luar kota jadilah mereka yang menjaga Devan dirumah sakit, lagipula Junario melarang Renatha untuk pulang sendiri ia ngotot ingin mengantarnya pulang dengan alasan 'kan aku pacar kamu' dan sekarang Junario malah futsal.

The Most WantedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang