Jilid 28 : Sebelum pertemuan di Tiam Chong san

2.7K 39 0
                                    

Lagi sekali jago she Touw itu kaget, hingga nyalinya terasa ciut. Dia kurang gesit. Atau lebih benar dia kalah sebat. Dia berhasil menyingkir jauhnya tiga kaki akan tetapi bajunya di bagian iganya yang kanan robek, baju itu kena tersambar si anak muda hingga pecah.
Dengan begitu maka sebuah kantung kecilnya, yang disimpan dibetulan iga itu, kena terampas, Mukanya menjadi merah-padam. Begitu hilang gugupnya, kembali dia menjadi murka. Kali ini dia murka tak alang- kepalang. Dadanya seperti bergelombang

Tiong Hoa sebaliknya berlaku tenang. Habis menyambar dan merampas barang orang itu, ia tidak berlompat pula guna mc lanjiiti sambarannya. Sebaliknya, ia berdiri sambil tangannya perlahan-lahan dibawa kes akunya, memasuki barang rampasannya itu.
"Tuan. suka aku membilangi secara terus terang padamu," kata ia. "Didalam rimba raya ada seorang gagah yang luar biasa, sudah ilmu silatnya tinggi tak ada batasnya, juga tabiatnya aneh sekali, sebab dia membenci kejahatan seperti dia membenci musuhnya. Aku kuatir semua orangmu itu tak akan ada satu jua yang dapat keluar lagi dengan selamat, jikalau kau tidak percaya aku persilahkan kau masuk kesana untuk memeriksa, sekarang ini kau tinggal seorang diri, kau mirip dengan si tangan sebelah yang tak dapat bertepuk hingga bersuara nyaring, karenanya percuma kau bertingkah jumawa dan galak. Kau sekarang mirip telur yang melawan batu."
Habis berkata, anak muda ini meluncurkan tangannya kearah dada orang.

Touw Tiang Kie terperanjat, dengan lekas ia berkelit. Sekarang dia dapat berlaku waspada. Begitu berkelit, begitu dia lompat mundur, untuk lompat lebih jauh kedalam rimba, hingga sekejap saja dia sudah menghilang.
"Ah, sayang," kata Tiong Hoa yang menyesal sudah berlaku kurang cepat. Itu pun menyatakan bahwa Tiang Kie sebenarnya liehay luar biasa, bahwa tadi dia menjadi kurban kantungnya terampas disebabkan dia terlalu jumawa aku angkuh hingga dia kurang waspada.

Tiang Kie menyingkir terutama dia menguatirkan keselamatannya semua kawannya yang masuk kedalam rimba tanpa ada suaranya, tanpa ada seorang jua yang keluar kembali. Dia menguatirkan mereka itu menghadapi bahaya. Rimba itu gelap tetapi tak terlalu merintangi dia, sebab didalam jarak sepuluh tombak. matanya yang liehay dapat melihat.
Hanya dia menjadi heran dan kekuatirannya menjadi bertambah. Tak ada kawannya, tak nampak bekas-bekasnya. Dalam bingung dan berpikir keras, dia maju sampai kira seratus tombak. Didala m rimba itu sulit untuk mengetahui mana jurusan timur atau barat, atau selatan dan utara, jadi tak dapat dia memeriksa arah.

Selagi dia bingung itu, tiba-tiba dia mendengar suara merintih disebelah kirinya. Dia kaget tetapi dia tidak takut, dengan cepat dia bertindak kearah kiri itu. Kesudahannya dia mendelong, pikirannya kacau. Dia mendapatkan salah satu orangnya rebah mandi darah, napasnya baru saja putus.
Gusar dan berduka tercampur menjadi satu dalam hatijago she Touw ini. Dia pun mendongkol karena dia tak berdaya. Disitu tak ada musuh yang bisa dihadapi untuk menuntut balas. Baru sekarang dia insaf bahwa dia telah menjadi kurban ketamakannya^ sehingga dia mesti kehilangan puteranya.
Tapi sudah terlanjur, tak dapat dia mundur. Maka dia bertindak maju, guna mencari terus kawan-kawannya. Guna memberi isyarat, dia bersiul nyaring dan lama.

Begitu Tiang Kle berlalu, begitu berkelebat seorang tua yang bertubuh tinggi, yang mengasi dengar tertawa ejekan sambil matanya mengawasi orang berlalu itu.
Tiong Hoa tidak menyusul orang she Touw itu, sebaliknya, ia mengambil arah ke Giok Lok Tong. tatkala ia tiba didepan gua, ia menjadi heran sampai ia berdiri tercengang. Didepan gua itu bersih dari pepohonan, sebab Pepohonannya pada rebah malang melintang dan saling tumpuk bekas dirobohkan orang.
Masih ada yang lebih mengherankan- Di bawah tumpukan pepohonan itu terlihat mayat-mayatnya orang-orangnya Touw Tiang Kie, semua dengan mandi darah. Sedang di depan mulut gua berdiri diam tanpa berkutik kedua orang tua bermuka merah-- itu dua pahlawannya Tiang Kie. Tangan mereka itu masih mencekal pedang mereka.
"Mungkinkah mereka berdiri mati?" Tiong Hoa tanya dalam hatinya. Untuk memeriksa, ia lari menghampirkan. bukan dari depan, hanya dari samping. Setelah datang hampir dekat, ia berdiri diam guna mengawasi. Sekarang ia melihat tegas dua orang itu mementang kedua matanya masing-masing, mereka seperti lagi meluruskan napas atau bersemedhi.
"Aneh," pikir si anak muda saking heran, inilah bukan waktu menyalurkan pernapasan-Apakah mereka terluka hebat di bagian dalam tubuhnya? Kenapa mereka tak takut ada yang bokong?"

Bujukan Gambar Lukisan - Wu Lin Qiao ZiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang